Tim Saber Pungli Samarinda Beraksi, Kepala Unit Pasar Merdeka Terjaring OTT
Kios atau lapak tersebut dibangun melalui dana tugas pembantuan, sehingga merupakan aset milik negara yang tidak boleh diperjualbelikan.
Penulis: Christoper Desmawangga |
"Pedagang dimintai sejumlah uang untuk menebus lapak dagangan, harganya bervariasi, dan terdapat sekitar 76 pedagang di sana. Dan, dari pengakuan pelaku, uang tersebut memang sebagai uang untuk membeli petak dagangan," urainya.
Dari hasil operasi tersebut, pihaknya mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang tunai senilai Rp 10 juta, PC (Personal Computer) yang berisikan data pembayaran retribusi, karcis retribusi pasar, buku catatan, peta lapak pedagang, dan SKTUB pedagang.
Sementara itu, terdapat tujuh saksi yang telah dimintai keterangan terkait dengan praktek pungli tersebut. Di antaranya dari Dinas Perdagangan Kota Samarinda, staf kantor pasar Merdeka, termasuk pedagang.
"Pengumpulan sejumlah barang bukti termasuk melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi telah kita lakukan. Selanjutnya kita masih melakukan pengembangan terhadap kasus ini. Saat ini masih satu pelaku kita amankan," terangnya.
Pelaku diamankan berdasarkan Peraturan dari Dirjen Perdagangan Dalam Negeri dan PP No 27 tahun 2014, tentang pengelolaan Barang Milik Dalam Negeri.
Baca juga:
Setelah 16 Tahun Bersama, Manny Pacquiao Pisah Jalan dengan Sang Pelatih; Ternyata Ini Alasannya
Sang Bintang Kembali Berulah, Eks Striker Timnas Prancis Sebut Neymar Telah Menghina PSG!
Komnas HAM Minta KPU Segera Antisipasi Konflik Antar Suku di Pilgub Kaltim
Didepak Persib Bandung, Michael Essien Kembali ke Kancah Global, Ini Kesibukannya
Menurut aturan, kios atau lapak tersebut dibangun melalui dana tugas pembantuan, sehingga merupakan aset milik negara yang tidak boleh diperjualbelikan.
Dan juga berdasarkan Perda Kota Samarinda No 2 tahun 2016, yang berbunyi bahwa pedagang hanya diwajibkan membayar retribusi resmi sebesar Rp 3.000 per hari. Adapun dana retribusi tersebut masuk ke dalam PNBP Pemerintah Kota Samarinda.
Sementara itu pelaku dijerat dengan pasal 12 e UU RI No 20 tahun 2001, tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)