Pemilu 2019

Dukung KPU Larang Eks Napi Korupsi untuk Nyaleg, Begini Ungkapan Tsamara Amany

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sempat mengecam sikap Bawaslu yang menolak larangan eks napi korupsi menjadi calon legislatif.

TRIBUNNEWS/GITA IRAWAN
Tsamara Amany 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sempat mengecam sikap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menolak larangan eks napi korupsi menjadi calon legislatif.

"Aneh sikap Bawaslu ini. Rencana KPU seharusnya didukung. Kita butuh parlemen yang diisi sosok-sosok kompeten dan bersih," kata Ketua DPP PSI Tsamara Amany dalam pesan singkat kepada Kompas.com, Kamis (24/5/2018).

Menurut Tsamara, Bawaslu seharusnya menjadi garda terdepan dalam mengawal Pemilu yang bersih.

Baca: Jangan Tidur Kurang dari 5 Jam, Risikonya Bisa Memperpendek Umur!

Pengawasan bukan hanya dalam hal-hal prosedural, tapi juga substansial.

Jika sejumlah caleg pernah tersangkut kasus korupsi, maka kualitas pemilu yang akan jadi taruhan.

"Tolong diingat, korupsi termasuk dalam kategori kejahatan luar biasa. Selain itu, pasokan orang baik masih berlimpah di Indonesia. Kenapa harus berpaling ke mereka yang pernah dipenjara karena mencuri uang rakyat?" ujar Tsamara.

Tsamara pun menilai, larangan eks napi korupsi untuk nyaleg tidak akan melanggar HAM.

Sebab, jika rencana ini diterapkan, hak perdata para eks napi korupsi tak hilang.

Baca: Ditentang Bawaslu, Kemendagri, dan DPR, KPU Tetap akan Larang Eks Napi Korupsi Jadi Caleg

Mereka masih bisa beraktivitas di bidang-bidang lain selain di parlemen.

"DPR terlalu berharga untuk diserahkan kepada para eks napi korupsi. PKPU itu bisa menjadi momentum bagus dalam memperbaiki citra DPR/DPRD yang selama ini kurang baik," ucap Tsamara.

Sikap PAN

Sementara itu Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto mengatakan mantan terpidana korupsi berhak mendaftar sebagai caleg karena sudah terbebas dari kesalahan lantaran telah menjalani hukuman.

Hal itu disampaikan Yandri menanggapi rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang mantan terpidana korupsi mendaftar sebagai caleg melalui Peraturan KPU (PKPU).

"Ya namanya sudah mantan ya. Kalau mantan menurut saya dia sudah memenuhi unsur untuk menjalankan hukuman, artinya dia sudah menerima hukuman dari negara karena kesalahannya. Kalau sudah mantan kan bukan lagi orang bersalah," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5/2018).

Ia mengatakan yang tak berhak mendaftar sebagai caleg ialah orang yang hak politiknya dicabut oleh pengadilan.

Menurut Yandri, sepanjang hak politik seseorang tak dicabut oleh pengadilan maka ia berhak mendaftar sebagai caleg.

Baca: Terdengar Bunyi Ledakan, Sejumlah Bangunan di Permukiman Kompleks Pasar Segiri Terbakar

Ia pun mengingatkan KPU agar tak membuat PKPU yang melanggar peraturan perundang-undangan di atasnya, yakni pasal 240 ayat 1 huruf g Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam pasal tersebut dinyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Dengan demikian, mantan narapidana korupsi pun bisa mencalonkan diri sebagai caleg.

"Jadi kalau menurut saya sih KPU mesti memikirkan itu dan KPU sebagai penyelenggara undang-undang tidak boleh melampaui norma. Jadi kalau di undang-undang itu syarat-syarat caleg tidak diatur bahwa mantan napi dilarang ya jangan begitu," ujar Yandri.

"Sejatinya KPU menyelenggarakan perintah undang-undang. Dia tidak boleh membuat norma baru apalagi ada pengaruhnya," lanjut dia. (tribunnews.com)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Larangan Eks Napi Korupsi untuk Nyaleg tak Melanggar HAM, http://www.tribunnews.com/nasional/2018/05/27/larangan-eks-napi-korupsi-untuk-nyaleg-tak-melanggar-ham?

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved