Edisi Cetak Tribun Kaltim
Usai RM Tahu Sumedang, Warung Lain di Km 54 Menyusul Ditutup
Dinas Kehutanan Kaltim melalui UPTD Taman Hutan Raya (Tahura) melakukan penutupan Rumah Makan Tahu Sumedang di KM 51
Penulis: tribunkaltim | Editor: Januar Alamijaya
TRIBUNKALTIM.CO ‑ Minggu (1/7) pagi merupakan hari bersejarah. Dinas Kehutanan Kaltim melalui UPTD Taman Hutan Raya (Tahura) melakukan penutupan Rumah Makan Tahu Sumedang di KM 51 Samboja. Bagi pengguna jalan Balikpapan-Samarinda, siapa yang tak kenal RM Sumedang ini.
Hampir setiap hari, ratusan warga yang kebetulan melewati jalan menuju Samarinda atau sebaliknya menyempatkan mampir di rumah makan yang menyediakan tahu khas Sumedang tersebut. Spanduk besar bertuliskan
"Terima Kasih Anda Telah Menutup Warung Makan Tahu Sumedang terhitung 1 Juli 2018" menandai penutupan rumah makan icon jalan poros Balikpapan‑Samarinda ini.
Di pojok kiri dan kanan spanduk tertulis Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim serta UPTD Tahura Bukit Soeharto.
Baca: Perluasan Ganjil Genap Mulai 2 Juli, Ini Kawasan yang Terkena dan Rute Alternatifnya
Mantan Kadis Kehutanan Kaltim yang kini menjadi Kadistamben Kaltim Wahyu Widhi Heranata ikut membenarkan proses penutupan RM Tahu Sumedang di Km 51, Samboja. "Iya ditutup. Itu ditutup hingga ada izin yang diselesaikan. Untuk detailnya silakan konfirmasi ke pak Rusmadi (Kepala UPTD Tahura)," kata Wahyu saat dihubungi Tribun, Minggu (1/7).
Tribun kemudian konfirmasi ke Rusmadi, Kepala UPTD Tahura. Dia membenarkan adanya penutukan rumah makan yang berada di area kawasan Tahura tersebut. Rencana penutupan RM Tahu Sumedang sebenarnya sudah sejak lama.
"Kita benahi saja yang ada ini. Saya tidak bicara yang dulu dan sekarang. Dahulu sudah diberi surat pada 2008, kemudian 2009. Jadi, sebenarnya mereka tahu, cuma tak ada yang bimbing bagaimana mengurus izin," ujar Rusmadi.
Rumah Makan Tahu Sumedang ini sudah operasional hampir 12 tahun.
"Sebenarnya, kan memang belum ada izin. Sebelum Lebaran kemarin, yang bersangkutan sudah kami dampingi mengurus izin di Kementerian LHK KSDAE di Bogor. Ada satu persyaratan yang belum dipenuhi yakni membentuk forum, yakni forum usaha jasa minuman, kemudian membentuk kelompok masyarakat peduli api, serta kelompok tani. Nah itu yang diminta," jelas Rusmadi.
Baca: Via Vallen Nyanyikan Lagu Resmi Asian Games 2018, Langsung jadi Trending di Twitter
Persoalan izin usaha dalam Tahura sebenarnya sudah ada diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 48 Tahun 2010. Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 48 Tahun 2010 boleh ada izin usaha di Tahura.
"Itu diberikan izin dua tahun sekali. Izin boleh diberikan Kepala UPTD diketahui Kadishut. Tetapi, kan saya juga meminta kejelasan dari pusat, agar kami jelas bergerak," ucapnya.
Menilik peraturan yang dimaksud dijabarkan dalam Peraturan Menhut Nomor 48/ 2010 ada 6 izin usaha yanag diperbolehkan berlokasi di Tahura, yakni izin usaha informasi pariwisata, pramuwisata, transportasi, perjalanan wisata, cinderatama dan makanan dan minuman. Rumah Makan Tahu Sumedang masuk dalam dalam izin usaha yang diperbolehkan.
Untuk bisa mengurus izin tersebut, pemilik perorangan izin usaha kemudian ajukan kepada UPTD setempat (UPTD Tahura), ditembuskan kepada Kepala SKPD (Dishut Kaltim). Beberapa persyaratan administrasi pun ikut diperjelas, yakni melampirkan KTP, NPWP, formulir dari UPTD, Sertifikasi Keahlian hingga rekomendasi forum untuk bidang usaha yang dimohon.
"Contohnya Warung Sumedang dahulu, baru setelahnya warung panjang siap‑siap. Jadi, setelah RM Tahu Sumedang membentuk forum, mereka laporkan ke saya. Baru saya teruskan ke pusat. Dalam 15 hari, sudah selesai, maka kami akan bentuk PKS. Jadi, kontribusinya apa? Ya bayar retribusi," kata Rusmadi.
Baca: DPD LAN Kaltim Siap Bantu Pemerintah Perangi Narkoba
Selain diharuskan membayar retribusi ke daerah, ada pula syarat lain yang akan diberikan UPTD Tahura. Syarat lain adalah, perlu membuat embung‑embung, untuk antisipasi ketika terjadi kebakaran. Kemudian akan diukur, berapa luasannya RM Tahu SUmedang.
Berapa retribusi yang akan dikenakan, itu akan diatur kemudian. "Retribusi itu untuk pinjam pakai. Itu dua tahun (berlaku). Jadi, dua tahun memperpanjang izin. Berapa besarannya retribusi, itu tergantung Dispenda," katanya.
Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 48 Tahun 2010 tersebut, jika nantinya RM Tahu Sumedang selesai lakukan PKS, mereka juga diwajibkan lakukan hal‑hal lain. Di antaranya membayar pungutan hasil usaha penyediaan jasa wisata alam, ikut serta menjaga kelestarian alam.
Kewajibannya, lainnya ikut melaksanakan pengamanan terhadap kawasan beserta potensinya, melaksanakan pengamanan terhadap setiap pengunjung, merehabilitasi kerusakan yang ditimbulkan akibat dari pelaksanaan kegiatan usahanya, menjaga kebersihan lingkungan, menyampaikan laporan kegiatan usaha kepada pemberi izin usaha.
Urus Izin
Nanang Somantri, pengelola Rumah Makan Tahu Sumedang mengaku sudah mengetahui adanya penutupan rumah makan yang dikelolanya sejak 2006 tersebut.
"Kami buka biasanya jam 6 pagi hingga jam 10 malam. Iya, sudah tahu hari ini ditutup. Kapan operasional, kami akan melihat perkembangan," ungkapnya.
Disebutnya, dalam minggu‑minggu depan, manajemen RM Tahu Sumedang akan melanjutkan hal‑hal yang kurang dalam hal proses perizinan di UPTD Tahura. Ia pun belum memastikan, kapan target operasional kembali rumah makan yang memiliki area di sisi kanan kiri jalan poros Balikpapan-Samarinda tersebut.
Baca: Mahasiswa Asal Indonesia Meninggal Dunia di Mesir, Jatuh dari Balkon Apartemennya
"Banyak juga yang inginkan cepat operasional. Kami tak bisa memastikan. Mohon doa saja dari pelanggan agar urusan perizinan segera selesai. Doa ini bukan hanya untuk RM Tahu Sumedang , tetapi juga untuk para karyawan kami agar bisa menjadi kebaikan tersendiri. Kami inginnya segera dibuka," ucapnya.
Warung di Km 54 Menyusul
KAWASAN Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, bukan tidak boleh dibangun untuk permukiman dan aktivitas di dalamnya. Hanya saja, menurut Peraturan Menteri Kehutanan no P.85/Menhut‑II/2014 tentang, tata cara penyelenggaraan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam, harus mempertimbangkan lokasi pemanfaatan.
"Yang tidak boleh sama sekali di dalam zona inti," kata Rustam, Dosen Fahutan Unmul dihubungi Minggu (1/7).
Kemarin, Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kaltim menutup sementara operasional RM Mahakam Tahu Sumedang, km 51, Samboja, menyusul belum selesainya pembentukan forum pedagang, sebagai salah satu prasyarat pemberian izin operasional.
Langkah penertiban ini, rencananya menjalar ke warung panjang km 54, Samboja, atau biasa disebut jalan poros Samarinda‑Balikpapan.
Baca: DPD LAN Kaltim Siap Bantu Pemerintah Perangi Narkoba
Mengacu Peraturan Menteri Kehutanan itu, langkah penertiban ini bakal membuka tertibnya peluang kolaborasi saling menguntungkan antara pengusaha, utamanya kuliner dan pemerintah.
Baik dari sisi ekonomi lewat retribusi, maupun membantu menjaga areal hutan konservasi dari serbuan aktivitas ilegal dan bencana alam seperti kebakaran di dalamnya, yang selama ini telah terbangun.
"Sekarang ada pengelola, saya pikir yang dilakukan sekarang, jadi contoh ada pengelola di dalam situ (Tahura). Dan, itu jadi pembelajaran,"katanya membandingkan kehadiran pedagang di Tahura karena tak adanya pengelola di fase awal.
Dia pun berharap, hal ini tak menjadi ajang seremonial saja, tapi ada tindak lanjut yang jelas.
"Sementara saya lihat, rencana pengelolaan sedang di bangun. Saya lihat positif ada rencana tindak lanjut," kata Rustam.
Ke depan izin kolaborasi manajemen ini ditetapkan, sebagai langkah penghijauan di areal hutan itu, pemerintah dan pedangan bisa membuat Mou (nota kesepahaman) sebagai salah satu bukti tertulis yang sah akan kontribusi beroperasi di areal itu.
"Kerjasama itu harus dituangkan dalam MoU, sesuai Permenhut No P85 tahun 2014, agar jelas terlihat apa kontribusinya,"katanya.
Keputusan Menteri Kehutanan, no SK.577/Menhut‑II/2009 menetapkan kawasan Tahura Bukit Soeharto seluas 67.766 hektar yang berada di dua kabupaten kota yakni Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara.
Sebelumnya Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan W\wilayah Kalimantan dan data penelitian yang dilakukan Rustam serupa menyebutkan, areal hutan yang masih tersisa di areal tersebut tersisa 10 persennya saja.
Selain karena sudah carut marut pengelolan sejak awal, diduga kerusakan ini dipicu banyaknya pembukaan lahan untuk kepentingan tambang legal dan ilegal di dalamnya, belum ditambah berubah jadi perkebunan sawit, permukiman dan lain‑lain.
Rustam berharap, sistem kolaborasi pemanfaatan lahan di luar zona inti, khususnya pedagang kuliner di sana, bisa jadi picu ledak Pemprov Kaltim, Dishut dan pengelola Tahura mengevaluasi keberadaan industri tadi, termasuk evaluasi surat keputusan kolaborasi pemberian izin jalan hauling, batu bara di Tahura. (anj/ami/dro)