Gempa dan Tsunami Sulteng

Putri, Bocah Perempuan yang Saksikan Ayahnya Dihimpit Tanah Terbelah Kini Mulai Bisa Tersenyum

Jumat (28/9/2018), adalah momen yang tak mungkin dilupakan oleh Putri, momen di mana ia berpisah selama-lamanya dengan kedua orang tuanya.

Editor: Doan Pardede
ACT
Nurul Aprilia Putri Wantania, penyintas gempa dari Perumnas Balaroa, Kota Palu 

Putri, Bocah Perempuan yang Saksikan Ayahnya Dihimpit Tanah Terbelah Kini Mulai Bisa Tersenyum

TRIBUNKALTIM.CO - Sorot matanya yang tajam tidak menampakkan kemurungan apalagi duka. Ia sudah bisa tertawa lepas dengan kawan-kawannya.

Bermain dan membaur, melupakan semua duka yang pernah mengendap lebih dari satu bulan silam.

Kini, tiap siapapun yang menyapa, senyumannya pun segera merespons. Pertama melihat, dipastikan segera jatuh hati dengan senyumnya.

Putri, begitu ia dikenal di antara teman-teman sebayanya di Desa Enu, Kecamatan Sindue.

Gempa Terus Guncang Mamasa, 8.000 Warga Mengungsi ke Daerah Lain

Napi Korban Gempa Sulteng yang Belum Kembali dengan Sukarela Punya Dua Pilihan, Sanksi atau Reward

Meski Putri bukan bocah asal Desa Enu, semua anak-anak penyintas gempa di Desa Enu kenal dengan Putri.

Sudah sebulan lebih Putri dan kakak kandungnya, Arya, tinggal bersama tantenya, Mahdiyah (44), di Enu.

Sang tante kini menjadi pengganti orang tua Putri dan Arya.

Putri Penyintas Gempa dari Perumahan Balaroa
Nurul Aprilia Putri Wantania, penyintas gempa dari Perumnas Balaroa, Kota Palu.

Mereka memulai kembali lembaran baru di titik nol, bangkit dari duka mendalam sejak hari nahas itu, Jumat (28/9/2018).

Dengan wajah yang lugu, Putri membuka ceritanya.

"Mama deng (dengan) Papa saya lagi di surga," ucapnya..

Putri, selamat dari likuefaksi Balaroa.

Sore itu, Jumat (28/9/2018), adalah momen yang tak mungkin dilupakan oleh Putri, momen di mana ia berpisah selama-lamanya dengan kedua orang tuanya.

Khawatir Ada Gempa Susulan yang Lebih Dahsyat, Warga Dua Kabupaten di Sulawesi ini Pilih Mengungsi

Dua Pelajar dari Solo Ini Berhasil Ciptakan Robot Pencari Korban Gempa yang Terjebak dan Masih Hidup

Putri bercerita, menjelang Magrib di hari duka itu, ia dan papanya berada di luar rumah, sementara kakak dan mamanya sedang di dalam rumah.

"Waktu itu saya dengan Papa sedang main di luar rumah. Putri lalu diminta Papa ke warung beli sabun sampo. Langsung gempa datang. Papa gendong Putri. Pas itu terbelah tanah, Papa masuk ke dalam tanah. Mama juga masuk ke dalam tanah. Lalu Papa Mama terjepit tanah. Papa lempar Putri ke luar tanah. Putri lari sama kakak. Semua gelap," cerita Putri mengenang momen terakhir kedua orang tuanya.

Sejak kejadian itu, Putri dan kakaknya, Arya, benar-benar berpisah selamanya dengan kedua orang tua mereka.

Arya Kakak Putri dari Perumahan Balaroa
Muhammad Arya Andika Pratama Wantania, kakak kandung Putri yang juga selamat dari bencana likuefaksi di Balaroa.

Rumah Putri pun remuk tak karuan digulung likuefaksi Perumnas Balaroa.

Tidak ada lagi yang tersisa dari rumah Putri selain puing, aspal yang terlipat, tanah terbelah, dan kehancuran luar biasa.

Diperkirakan likuefaksi meremukkan ribuan rumah di Balaroa.

Enam hari kemudian, jenazah kedua orang tua Putri akhirnya berhasil ditemukan dan dievakuasi.

Mama dan papa Putri termasuk salah satu dari ratusan korban meninggal yang ditemukan di area likuefaksi Perumnas Balaroa.

Beberapa hari dalam tenda pengungsian di sekitar Balaroa, Mahdiyah lalu membawa Putri dan Arya mengungsi jauh dari Kota Palu.

Mereka memilih Desa Enu di Sindue, berjarak sekira satu jam lebih perjalanan dari Kota Palu untuk mengungsi.

"Di Desa Enu, Kecamatan Sindue ada banyak keluarga mamanya Putri. Sementara di sini dulu menunggu semua trauma hilang," ujar Mahdiyah.

Hampir 40 hari setelah wafatnya Papa dan Mama Putri di Balaroa, Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) Posko Sindue singgah ke Desa Enu.

Putri Penyintas Gempa dari Perumahan Balaroa di Makam Orang Tuanya
Makam Papa-Mama Putri di satu liang lahat di Perkuburan Lasoani, Kota Palu.

Kepada Tim ACT, Putri mengatakan ingin berziarah ke makam kedua orang tuanya di Kota Palu. 
Mobil pun disiapkan, Putri dan Aria ditemani Mahdiyah diantar menuju Kota Palu.

Selain berziarah, Putri juga mengatakan ingin membeli seragam sekolah, jilbab, dan sepatu. 
Semua baju dan peralatan sekolah Putri tak ada yang tersisa, habis digulung likuefaksi.

Selasa (6/11/2018) seharian penuh, Tim ACT menemani Putri berkeliling Kota Palu.

Mulai dari ziarah ke makam kedua orang tuanya sampai makan bakso dan membeli kebutuhan sekolah Putri.

"Aku habis ziarah ke makam Papa deng Mama. Makamnya di satu liang. Di Perkuburan Lasoani. Papa dan Mama sudah di surga sekarang," kata Putri.

Akbar, relawan ACT yang mengantar Putri dari Sindue menceritakan, hari itu banyak sekali yang sayang Putri dan sang kakak, Aria.

Seharian penuh, Akbar membawa Putri, Aria, dan sang tante melengkapi kebutuhan sekolah. 
Lorong pasar dijelajahi, sampai mampir ke pedagang bakso langganan Putri dengan papa dan mamanya.

"Kami ajak Putri makan bakso. Kami belikan Putri dan Arya seragam sekolah baru, sepatu, tas, jilbab, juga mainan baru. Masih banyak yang sayang dengan Putri. Bahkan, Toko Seragam Sekolah Tiga Jaya di Jl Sungai Lewara Kota Palu kasih gratis alat tulis dan tas baru untuk Putri. Alhamdulillah," cerita Akbar.

Sampai lewat Magrib, Putri, Arya, dan Mahdiyah kembali diantar pulang ke Sindue.

Putri Penyintas Gempa dari Perumahan Balaroa_1
Akbar, relawan ACT yang membawa Putri ziarah ke makam Papa-Mama

Perjalanan pulang satu jam lebih, Putri tertidur dalam lelapnya di kursi tengah.

Sang tante, Mahdiyah, tak henti mengelus rambut Putri. Tampak betul, Mahdiyah sedang dalam prosesnya menjadi ibu pengganti bagi Putri.

"Insya Allah nanti kalau akte kematian Papa dan Mama Putri sudah terbit, saya mau bawa Putri kembali ke Palu. Supaya Putri dan Arya bisa sekolah lagi. Saya selalu bilang ke Putri doakan Mama setiap habis sembahyang. Putri harus mau sekolah lagi, tidak usah patah hati. Putri harus ceria terus. Selalu salat dan mengaji," kata Mahdiyah.

Putri Penyintas Gempa dari Perumahan Balaroa_2
Putri dan tantenya Mahdiyah. Sudah 40 hari pascagempa dan likuefaksi, Mahdiyah sedang mencoba berproses menjadi ibu pengganti bagi Putri.

Tiba mengantar pulang Putri ke Desa Enu, Tim ACT berpamitan dengan Putri.

Walau hari sudah hampir larut malam, Putri tidak henti menyunggingkan senyumya, tanda duka sudah hampir hilang dari raut wajahnya.

Sembari bergelayut di gendongan Mahdiyah, Putri melambaikan tangan.

"Besok main lagi ke Enu ya, Kak, nanti 40 hari wafat Papa dan Mama, Putri mau kirim doa," kata Putri sambil tersenyum.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kisah Putri, Penyintas Gempa dari Perumnas Balaroa: Ayah Ibunya Meninggal Terjepit Tanah Terbelah

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved