Pembunuhan Jamal Khashoggi
Pembunuhan Jamal Khashoggi dan Putra Mahkota yang Diancam Tak Naik Jabatan
Terbunuhnya jurnalis Jamal Khashoggi yang juga kolumnis Wahington Post tersebut pun ikut menyeret beberapa nama di dalamnya.
Pembunuhan Jamal Khashoggi dan Putra Mahkota yang Diancam Tak Naik Jabatan
TRIBUNKALTIM.CO - Kasus pembunuhan jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi sampai saat ini masih dalam proses pengungkapan pelaku.
Terbunuhnya jurnalis Jamal Khashoggi yang juga kolumnis Wahington Post tersebut pun ikut menyeret beberapa nama di dalamnya.
Termasuk pula Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS).
Raja Salman Memecat Jenderal Ahmad Assiri, diduga Terkait dengan Kematian Jurnalis Jamal Khashoggi
Dilaporakan, status Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman ( MBS) mendapat ancaman dari sesama anggota kerajaan. Penyebabnya adalah kabar pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di Konsulat Saudi di Istanbul, Turki, yang mengemuka satu bulan terakhir.
Sumber internal kepada Reuters via Al Jazeera Selasa (20/11/2018) berkata, mereka bakal mencegah MBS untuk naik takhta. Si sumber menjelaskan, puluhan pangeran maupun sepupu dari Dinasti Al Saud ingin adanya perubahan dalam suksesi kekuasaan.
Namun, mereka tak akan melakukannya sepanjang sang ayah, Raja Salman, yang bertakhta sejak 23 Januari 2015 masih hidup. Mereka berdiskusi setelah Raja Salman wafat, mereka bakal mengajukan adiknya, Pangeran Ahmed bin Abdulaziz, menjadi putra mahkota.

Pengajuan Wakil Menteri Luar Negeri Saudi selama 40 tahun terakhir itu tidak saja mendapat dukungan dari internal kerajaan maupun pejabat negera. Seorang pejabat Amerika Serikat (AS) anonim menuturkan, negaranya dan beberapa kekuatan dunia Barat lainnya bakal menjagokan pangeran berusia 76 tahun tersebut.
Pangeran Ahmed yang terhitung merupakan paman MBS dilaporkan telah kembali ke Riyadh pada Oktober setelah dua bulan sebelumnya menetap di luar negeri. Selama di luar negeri, Pangeran Ahmed kerap mengkritik kepemimpinan Saudi, dan menemui pengunjuk rasa di London yang menuntut Dinasti Saudi runtuh.
Sumber Saudi berujar, Ahmed merupakan satu-satunya anggota Dewan Kesetiaan yang menentang penunjukan MBS sebagai putra mahkota pada 2017. Baik Pangeran Ahmed maupun perwakilannya tidak memberikan komentar.
Begitu juga ketika Reuters mencoba mengonfirmasi ke Riyadh.
Munculnya nama MBS dalam investigasi pembunuhan Jamal Khashoggi juga tak lepas dari laporan Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA).
Dalam temuan CIA yang dikemukakan seorang pejabat anonim, perintah untuk membunuh Khashoggi datang langsung dari Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman ( MBS).
Diwartakan The Washington Post via The Guardian pada Sabtu (17/11/2018), CIA menyimpulkan MBS yang memerintahkan pembunuhan itu setelah meneliti berbagai data intelijen.

Termasuk percakapan telepon antara Khashoggi dan Pangeran Khalid bin Salman, adik MBS, yang menjabat sebagai Duta Besar Saudi untuk AS.
Dalam telepon itu, Khalid meminta Khashoggi untuk datang ke Konsulat Saudi di Istanbul, Turki, untuk mengurus dokumen pernikahannya. Sumber itu berkata kepada The Post, Khalid menelepon Khashoggi berdasarkan arahan dari kakaknya meski tak diungkapkan apakah dia tahu jika Khashoggi dibunuh.
Khalid langsung membantah laporan yang dikeluarkan The Post melalui kicauannya di Twitter. Dia menegaskan kontak terakhirnya dengan Khashoggi terjadi pada 26 Oktober 2017. Saat itu, dubes berusia 30 tahun itu tak menyarankan kolumnis The Post tersebut untuk datang ke Istanbul guna mengurus dokumennya.
Di twit kedua, Khalid mengunggah paragraf berisi respon yang memperkuat alibinya dengan mempersilakan aparat mengecek teleponnya.
"Ini adalah tuduhan serius yang dibuat oleh sumber anonim tersebut. Saat ini kami mempersiapkan respons," demikian penjelasan Khalid di Twitter.
Laporan yang dikeluarkan CIA tidak selaras dengan pernyataan Kantor Jaksa Penuntut Saudi bahwa MBS tak memerintahkan pembunuhan Khashoggi.
Kantor jaksa Saudi menyatakan, perintah untuk membawa paksa Khashoggi diberikan Wakil Kepala Intelijen Jenderal Ahmed al-Assiri. Assiri membentuk tim beranggotakan 15 orang yang dibagi ke dalam tiga kelompok kecil. Tim tersebut adalah tim negosiasi, tim logistik, dan tim intelijen.
Mereka terbang ke Istanbul, Turki, untuk membujuk kolumnis media Amerika Serikat (AS) The Washington Post itu agar bersedia kembali ke Riyadh.
"Namun, karena negosiasi gagal, kepala tim negosiator memerintahkan untuk membunuh Khashoggi," demikian pernyataan kantor jaksa penuntut.
Pejabat Intelijen Saudi Syok Dengar Rekaman Pembunuhan Jamal Khashoggi
Diwartakan CNN, lima orang diperintahkan untuk mengikat Khashoggi dan memberikannya suntikan obat bius dalam jumlah besar sehingga dia tewas. Setelah itu, tim tersebut memutilasi jenazah Khashoggi, dan memberikannya kepada seorang agen yang sudah menunggu di luar gedung.
Sebanyak 15 pelaku itu dipimpin Maher Abdulaziz Mutreb yang dilaporkan merupakan pengawal MBS. The New York Times memberitakan Mutreb menelepon untuk melaporkan isinya.
"Pergi, katakan kepada bos Anda bahwa operasi telah berhasil diselesaikan," demikian ucapan Mutreb yang sering tertangkap kamera berada di samping MBS. Pejabat intelijen Turki percaya perkataan "bos Anda" merujuk kepada MBS, dan Mutreb saat itu sedang menelepon salah satu asisten sang putra mahkota.(*)