Ini Jenis Izin yang Diperlukan untuk Merealisasikan Pusat Pemerintahan dan Kota Baru Tanjung Selor
"Jika dilihat, sebagian besar perizinannya, kewenangannya ada di Pemkab Bulungan," ujarnya.
Laporan Wartawan Tribunkaltim.co Muhammad Arfan
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG SELOR - Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Kalimantan Utara mengklaim telah melakukan gerak cepat pasca terbitnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Kota Baru Mandiri (KBM) Tanjung Selor.
DPM PTSP Kalimantan Utara akan memfokuskan sektor perizinan proyek tersebut.
Kepala DPM PTSP Kalimantan Utara Risdianto mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dan menjalin kerja sama dengan PTSP Kabupaten Bulungan.
"Yang kami komunikasikan sebetulnya bukan hanya KIPI. Tetapi juga soal proyek strategis lainnya seperti Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning dan PLTA Besahan. Karena banyak sekali nanti ke depan, kewenangan perizinannya ada di DPM PTSP Bulungan," sebut Risdianto, Selasa (27/11/2018).
DPM PTSP Kalimantan Utara dan DPM PTSP Bulungan lanjutnya dari pertemuan pekan lalu mencoba memetakan dan mengidentifikasi jenis-jenis perizinan yang akan muncul dalam pembangunan Pusat Pemerintahan Provinsi Kalimantan Utara dalam KBM Tanjung Selor.
"Jika dilihat, sebagian besar perizinannya, kewenangannya ada di Pemkab Bulungan," ujarnya.
Izin-izin yang akan muncul antara lain Izin Prinsip. Izin ini akan disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bulungan.
"Payungnya semua adalah RTRW dan RDTR. Insyaa Allah Pemkab Bulungan akhir tahun ini akan menuntaskan penyusunan RTRW-nya sinergi dengan RTRW Provinsi. Salah satunya, KBMbl masuk di situ. Apabila sesuai RTRW, Izin Prinsip diterbitkan," ujarnya.
"Kedua, Izin Lokasi, yang subtansinya menyangkut pola pemanfaatan ruang di dalam RTRW. Itu juga diberikan oleh Bupati Bulungan," tambahnya.
Legalitas lain yang dibutuhkan ialah Amdal. Risdianto mengatakan, kewenangan Amdal akan disesuaikan antara sejauh mana dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan itu sendiri.
"Kalau dampaknya besar, itu Pemprov. Kalau kecil cukup di Pemkab," ujarnya.
Keempat, Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Spot-spot Pusat Pemerintahan yang akan dibanguni gedung perkantoran, tentu memerlukan IMB.
"Jangan sampai ternyata bangunan didirikan tidak sesuai pemanfaatannya. Jadi intinya, masterplan KBM dan Pusat Pemerintahan yang telah disusun oleh Pemprov akan sesuai tata ruang. Jadi harus ada pengendalian dan pengawasan dalam pembangunan KBM itu khususnya berkenaan dengan RTRW dan RDTR," ujarnya.
Dibutuhkan pula Analisa Dampak Lalu Lintas.
"Ini nanti akan dieksekusi oleh Dinas Perhubungan. Jika dilihat ternyata bangunan yang akan dibangun di KBM akan berimplikasi pada kemacetan, itu akan diantisipasi semuanya," ujarnya.
Adapula Izin Operasi, yang biasanya untuk operasi genset gedung dengan kapasitas di atas 200 Kilo Volt Ampere.
"Kami masih terus melakukan identifikasi izin-izin lainnya agar kita mampu menciptakan suatu regulasi dalam rangka menunjang percepatan KBM. Jadi prinsipnya, izin itu penting. Perizinan jangan dijadikan momok dan jangan dianggap untuk menghambat investasi. Pemerintahan sudah terapkan penyederhanaan izin di pusat dan daerah. Dari 900 menjadi 456 izin," ujarnya. (*)