Status K2 Hilang dan Tak Bisa Naik Golongan, Forum Keberatan P3K/PPPK jadi Solusi Masalah Honorer

Seorang tenaga honorer yang memilih menjadi PPPK atau P3K disebut harus siap menerima konsekuensinya. Salah satunya, kehilangan status K2.

Editor: Doan Pardede
TRIBUN KALTIM/NEVRIANTO HARDI PRASETYO
Guru honorer demonstrasi tuntut kesejahteraan saat Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2017 lalu. 

Status K2 Hilang dan Tak Bisa Naik Golongan, Forum Keberatan P3K/PPPK jadi Solusi Masalah Honorer

TRIBUNKALTIM.CO - Pemerintah Provinsi DIY menyebut honorer di lingkungan pemerintahan dimungkinkan akan mempergunakan skema pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Hal ini menjadi salah satu alternatif untuk menyelesaikan persoalan honorer di Pemprov DIY.

"Nanti jalan keluar untuk (honorer) kemungkinan pakai opsi PPPK. Hal ini agar pegawai lebih tertata," ujar Sekda DIY, Gatot Saptadi, baru-baru ini.

Problem ini pun dialami di setiap Pemda tak hanya Pemprov DIY.

Diantaranya, ada guru yang masih mau dibayar Rp 800 ribu per bulan sebagai honorer.

Di satu sisi ada beban anggaran, di sisi lain sekolah membutuhkan dan honorer bersedia dibayar.

"Pembayaran ini biasanya pakai anggaran dari komite atau dana BOS," ujarnya.

 

Dalam Suratnya, Ahok Minta tak Ada Penyambutan saat Hari Kebebasan dan Singgung Pilpres 2019

Sederet Kebaikan BTS yang Dilakukan Diam-diam, 10 Kg Daging untuk Yatim Piatu hingga Biaya RS

 

Perlu diketahui Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Aturan ini membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi tenaga honorer yang telah melampaui batas usia pelamar pegawai negeri sipil (PNS).

Gatot menambahkan, satu persoalan mengenai opsi PPPK adalah anggaran.

Dia juga mempertanyakan setelah menggunakan opsi PPPK, anggaran tersebut akan diambilkan dari pagu mana.

"Ini yang menjadi persoalan anggarannya siapa. Ini nanti sebatas kekuatan Pemda saja," kata dia.

Di lingkungan Pemprov DIY terdapat beberapa kategori pegawai non PNS.

Ada yang diangkat menggunakan SK Gubernur dan ada yang diangkat oleh masing-masing organisasi pemerintah daerah (OPD).

"Untuk anggaran non PNS dengan SK Gubernur dianggarkan dengan APBD dan anggaran dikeluarkan melalui BPKAD. Sementara untuk honorer bukan SK Gubernur dianggarkan melalui kegiatan masing-masing OPD," kata dia.

Pegawai non PNS ini, urai dia, sangat dibutuhkan karena beberapa bidang yang tidak mungkin dihandel seorang ASN. Seperti petugas kebersihan dan driver kendaraan operasional atau dinas.

"Harus diakui kerja non PNS ini bagus-bagus. Dan, khawatir saya ke depan justru banyak non PNS dibanding PNS," urainya.

Dalam kesempatan itu, Sekda juga menyebutkan ada empat lowongan cpns yang tidak terisi.

Beberapa lowongan yang tidak terisi ini karena sepi pendaftar.

"Sudah final hasik rekrutmen CPNSnya. Ada empat lowongan yang kosong, diantaranya guru agama Katolik, Kristen, serta analis," urainya.

Dia menyebutkan, untuk pemberkasan dan pemberian SK CPNS tersebut masih menunggu dari pemerintah pusat.

Hanya saja, kata dia, pemberian SK tersebut dimungkinkan mundur.

"Saya memperkirakan bisa mundur ada Pemilu juga pada bulan Maret. Namun, kami tunggu pusat," jelasnya.

Kenali Bahaya Gula Rafinasi, Izin 6 Perusahaan Sudah Dicabut Karena Menjualnya ke Pasar

Duduk Lesehan Beralas Tikar Plastik jadi Cara Kerabat Rayakan Ulang Tahun Band Seventeen ke-20

Keberatan

Pengurus Forum Honorer K2 DIY, Eko Mujiyanta menolak PPPK untuk solusi penyelesaian K2 Indonesia.

Dia menyebutkan, jika masuk PPPK berarti harus siap konsekuensinya.

Yakni, status K2nya hilang.

"Selain itu, masa kontrak hanya 2 tahun dan dalam UU ASN tidak ada klausul dari PPPK bisa menjadi PNS," katanya.

Selain itu PPPK juga akan jadi profesi yang semula disandangnya atau tidak bisa berkembang, tidak bisa naik jabatan, tidak bisa naik golongan, dan lainnya.

PPPK juga tidak mendapatkan tunjangan pensiun dan tunjangan hari tua.

Seorang PPPK juga sewaktu-waktu akan diberhentikan sesuka hati oleh pembuat kebijakan yang menandatangani PPPK dengan pemutusan hubungan perjanjian kerja.

Di samping itu, perekrutannya harus melalui enam tahap, bersaing dengan umum dan usia muda 20 tahun sampai masa BUP 58 tahun.

Di samping itu, hak PPPK dan PNS ada di pasal 21 dan 22 PP 49/2018.

Adanya aturan ini juga membuka peluang celah oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab seperti KKN, Duit Dekat Dulur (D3).

"Karena ajuan formasi dan kebijaksanaan dikembalikan ke daerah masing-masing dimungkinkan ada permainan atau banyak tititpan. Ujungnya beli SK cpns atau kursi," jelas Eko yang juga Ketua Forum Honorer K2 Sleman ini. (TRIBUNJOGJA.COM)

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Polemik Persoalan Honorer DIY, Pemprov DIY Sebut PPPK Jadi Solusi

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved