Sejarah Hari Ini
SEJARAH HARI INI - Kelahiran Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Wapres ke-2 RI
Sejarah hari ini, 107 tahun lalu tepatnya 12 April 1912 merupakan hari kelahiran seorang tokoh besar di Indonesia bernama Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Penulis: Syaiful Syafar | Editor: Januar Alamijaya
TRIBUNKALTIM.CO - Sejarah hari ini, 107 tahun lalu tepatnya 12 April 1912 merupakan hari kelahiran seorang tokoh besar di Indonesia bernama Gusti Raden Mas Dorodjatun atau Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX lahir pada Sabtu Pahing, 12 April 1912 di Sompilan Ngasem, Yogyakarta atau menurut penanggalan Jawa, lahir pada 25 Rabingulakir tahun Jimakir 1842.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwona VIII dan permaisuri Kangjeng Raden Ayu Adipati Anom Hamengkunegara.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX dikenal dengan nama Gusti Raden Mas Dorodjatun.

Dilansir www.demokrat.or.id, orangtuanya memberi nama itu dengan harapan agar kelak memiliki atau dibebani derajat yang tinggi, cakap mengemban pangkat atau kedudukan yang luhur, dan selalu berbudi baik walau memegang kekuasaan yang besar.
Di umur empat tahun Sri Sultan Hamengkubuwono IX kecil tinggal pisah dari keluarganya.
Dia memperoleh pendidikan di Europeesche Lagere School di Yogyakarta.
Pada 1925 ia melanjutkan pendidikannya ke Hoogere Burgerschool di Semarang, dan Hoogere Burgerschool te Bandoeng – HBS Bandung.
Pada 1930-an ia berkuliah di Rijkuniversiteit (sekarang Universiteit Leiden), Belanda.
Raja yang Cerdas, Tegas, dan Bersahaja
Pada 8 Maret 1940 Sri Sultan Hamengkubuwono IX dinobatkan menjadi Sultan Keraton Yogyakarta.
Ia diberi gelar "Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga".
Dalam pidato penobatannya, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengatakan bahwa meskipun telah mengenyam pendidikan barat, dia tetaplah orang Jawa.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX bertekad mempertemukan jiwa Barat dan Timur agar dapat bekerja dalam suasana yang harmonis.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah raja terbesar Yogyakarta sepanjang sejarah kesultanan Yogyakarta sejak Perjanjian Giyanti 1755.
Dia juga dikenal sebagai pahlawan nasional berpengaruh bagi Yogyakarta dan kemerdekaan Indonesia.
Banyak yang mengenal bahwa Sri Sultan Hamengkubuwono IX merupakan pribadi dan pemimpin yang sederhana, dekat dengan rakyat, demokratis, berkharisma, dan rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara.
Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia misalnya, keadaan perekonomian sangat buruk.
Kas negara kosong, pertanian dan industri rusak berat akibat perang.
Tapi dalam rangka menjamin agar roda pemerintahan RI tetap berjalan, Sri Sultan Hamengkubuwono IX menyumbangkan kekayaannya sekitar 6.000.000 Gulden, untuk membiayai pemerintahan, kebutuhan hidup para pemimpin dan para pegawai pemerintah lainnya.
Fakta sejarah mengatakan bahwa DI Yogyakarta adalah wilayah pertama di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pasca proklamasi kemerdekaan pada 1945.
Hal itu terjadi setelah Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang berkuasa di Keraton Yogyakarta menyatakan bergabung melalui maklumat 5 September 1945 bersama KGPAA Paku Alam VIII.
Dari Menteri Sokarno hingga Wapres Soeharto

Berbagai jabatan penting di Republik ini pernah diemban oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Dia tercatat sebagai salah satu tokoh nasional dari era Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto.
Tercatat sejak 1946, beberapa jabatan menteri pada kabinet Presiden Soekarno pernah disandangnya.
Di antaranya Menteri Negara Indonesia (1946), Menteri Pertahanan (1948), Wakil Perdana Menteri Indonesia (1950).

Jabatan resminya di era Presiden Soeharto pada 1966 adalah sebagai Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri Indonesia pertama.
Bahkan pada 1973 Sri Sultan Hamengkubuwono IX dipercaya sebagai Wakil Presiden Indonesia mendampingi Soeharto.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX tercatat sebagai Wakil Presiden RI kedua, yang menjabat 23 Maret 1973 hingga 23 Maret 1978.
Bapak Pramuka Indonesia

Sejak usia muda Sri Sultan Hamengkubuwono IX telah aktif dalam organisasi pendidikan kepanduan.
Menjelang 1960-an, Sri Sultan Hamengkubuwono IX telah menjadi Pandu Agung (Pemimpin Kepanduan).
Pada 1961, ketika berbagai organisasi kepanduan di Indonesia berusaha disatukan dalam satu wadah, Sri Sultan Hamengkubuwono IX memiliki peran penting di dalamnya.
Presiden RI saat itu, Soekarno, berulang kali berkonsultasi dengan Sri Sultan tentang penyatuan organisasi kepanduan, pendirian Gerakan Pramuka, dan pengembangannya.
Pada 9 Maret 1961, Presiden Soekarno membentuk Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka.
Panitia ini beranggotakan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Prof Prijono (Menteri P dan K), Dr A Azis Saleh (Menteri Pertanian), dan Achmadi (Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa).
Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka dan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 238 Tahun 1961, pada 20 Mei 1961.
Pada 14 Agustus 1961, yang kemudian dikenal sebagai Hari Pramuka, selain dilakukan penganugerahan Panji Kepramukaan dan defile, juga dilakukan pelantikan Mapinas (Majelis Pimpinan Nasional), Kwarnas dan Kwarnari Gerakan Pramuka.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjabat sebagai Ketua Kwarnas sekaligus Wakil Ketua I Mapinas. Ketua Mapinas adalah Presiden RI.
Sri Sultan bahkan menjabat sebagai Ketua Kwarnas (Kwartir Nasional) Gerakan Pramuka hingga empat periode berturut-turut, yakni pada masa bakti 1961-1963, 1963-1967, 1967-1970 dan 1970-1974.
Sehingga selain menjadi Ketua Kwarnas yang pertama kali, Hamengkubuwono IX pun menjadi Ketua Kwarnas terlama kedua, yang menjabat selama 13 tahun (4 periode) setelah Letjen Mashudi yang menjabat sebagai Ketua Kwarnas selama 15 tahun (3 periode).
Keberhasilan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam membangun Gerakan Pramuka dalam masa peralihan dari "kepanduan" ke "kepramukaan", mendapat pujian bukan saja dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.
Dia bahkan akhirnya mendapatkan Bronze Wolf Award dari World Organization of the Scout Movement (WOSM) pada 1973.
Bronze Wolf Award merupakan penghargaan tertinggi dan satu-satunya dari World Organization of the Scout Movement (WOSM) kepada orang-orang yang berjasa besar dalam pengembangan kepramukaan.
Atas jasa tersebutlah, Musyawarah Nasional (Munas) Gerakan Pramuka pada 1988 yang berlangsung di Dili, Provinsi Timor Timur (sekarang negara Timor Leste), mengukuhkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Bapak Pramuka Indonesia.
Pengangkatan ini tertuang dalam Surat Keputusan nomor 10/MUNAS/88 tentang Bapak Pramuka.
Berani Cetuskan Serangan Umum 1 Maret
Pada Januari 1946 ibu kota RI berpindah ke Yogyakarta.
Maka sebagai Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX harus bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan Presiden Soekarno dan semua stafnya.
Tidak hanya menjamin keamanan semua rombongan Soekarno, Sultan HB IX bahkan mengeluarkan dana Keraton yang cukup besar untuk menjamin roda pemerintahan RI selama sekitar 4 bulan.

Dilansir intisari.grid.id, sebagai penguasa Yogyakarta yang sedang dijadikan ibu kota Negara, Sultan HB IX juga merupakan panglima perang laskar-laskar perjuangan rakyat yang kemudian dibentuk.
Sebagai panglima perang, Sultan HB IX memiliki kepala staf yang sekaligus berperan sebagai orang intelijen, yakni Selo Soemardjan (kelak guru besar Sosiologi Fisip UI).
Untuk menggembleng laskar-laskar rakyat itu Sultan HB IX bersama pasukan RI (Tentara Keamanan Rakyat/TKR) di bawah pimpinan Panglima Besar Soedirman secara rutin menggelar latihan perang.
Suatu kali laskar-laskar pejuang rakyat bersama pasukan TKR berencana menggelar latihan umum yang rencananya akan berlangsung pada 19 Desember 1948.
Tapi pada hari itu pasukan Belanda ternyata melancarkan Agresi Militer II dan berakibat pada jatuhnya kota Yogyakarta (kecuali keraton) dan ditawannya Presiden Soekarno serta Wapres Moh Hatta.
Panglima Besar Soedirman dan pasukannya memilih berjuang di luar kota untuk melancarkan peperangan secara gerilya.
Tapi bagi Sultan HB IX peperangan secara gerilya meskipun membuat pasukan Belanda tidak berani keluar markas setiap malam tiba dan terpaksa memberlakukan jam malam belum bisa menarik perhatian internasional (PBB).
Oleh karena itu Sultan HB IX kemudian mencetuskan ide untuk menggelar serangan militer secara terkoordinasi dan melibatkan semua unsur kekuatan terhadap pasukan Belanda yang ada di kota Yogyakarta.
Sebagai panglima perang sekaligus raja, Sultan HB IX jelas memiliki pengalaman perang yang memadai.
Apalagi dia juga terlibat aktif dalam perjuangan revolusi 1945 dan pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Keamanan.
Maka ide Sultan HB IX untuk melancarkan Serangan Umum 1 Maret 1949 pun langsung ditanggapi positif oleh Panglima Besar Soedirman dan kemudian dilaksanakan.
Serangan Umum 1 Maret akhirnya sukses dilaksanakan dan membuat militer Belanda makin kelabakan.
Pasalnya serangan spektakuler itu berhasil menarik perhatian internasional.
Atas campur tangan PBB, yang akhirnya memutuskan bahwa Agresi Militer II Belanda merupakan tindakan keliru karena dilakukan di negara yang sudah berdaulat.
Belanda kemudian disuruh PBB menarik mundur pasukannya dari Indonesia.
Langkah Sultan HB IX melalui ide Serangan Umum 1 Maret menunjukkan bahwa selain langkah diplomatik, tindakan berupa peperangan ternyata masih diperlukan untuk mempertahankan kemerdekaan RI.
Baca juga:
Sejarah Hari Ini: 'Si Wanita Besi' Margaret Thatcher Meninggal di Usia 87 Tahun, Ini Rekam Jejaknya
Sejarah Hari Ini: Gunung Vesuvius Ngamuk Hancurkan Kota Napoli, Terburuk Setelah Tragedi Pompeii
Sejarah Hari Ini: Operasi Face Off Pertama di Indonesia atas Pasien Lisa, Begini Kondisinya Sekarang
Sejarah Hari Ini: 24 Tahun Lalu Nike Ardilla Meninggal dalam Kecelakaan Mobil, Ini Sederet Kisahnya
Like Fanpage Facebook:
Follow Instagram:
Subscribe YouTube:
(TribunKaltim.co/Syaiful Syafar)