Berita Nasional Terkini

DPR Janji Berubah, Pengamat Sebut tanpa Reformasi Parpol, Semua Sia-sia

Masyarakat tidak lagi puas dengan langkah-langkah reaktif. Mereka menuntut perubahan sistemik yang menyentuh akar masalah.

Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/NEVRIANTO
KRITISI KINERJA LEGISLATIF - Ilustrasi menjelang aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kalimantan Timur, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Mulawarman menyediakan konsumsi gratis bagi para pengunjuk rasa pada Senin (1/9/2025). Desakan publik agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melakukan reformasi serius semakin kuat setelah gelombang demonstrasi besar pada Agustus 2025. (TRIBUNKALTIM.CO/NEVRIANTO) 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA – Desakan publik agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melakukan reformasi serius semakin kuat setelah gelombang demonstrasi besar pada Agustus 2025.

Masyarakat tidak lagi puas dengan langkah-langkah reaktif. Mereka menuntut perubahan sistemik yang menyentuh akar masalah, bukan sekadar pencitraan sesaat.

Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, menegaskan bahwa Polri harus segera mengubah pendekatannya dalam menghadapi masyarakat, terutama saat menangani unjuk rasa.

Ia menilai, masyarakat kini semakin aktif dalam mengekspresikan pendapat dan tidak bisa lagi dihadapi dengan kekerasan.

Baca juga: Jangan Cuma DPR, Rieke Diah Pitaloka Minta Gaji dan Tunjangan Semua Lembaga Negara Dievaluasi

“Kuncinya adalah pendekatan humanis. Tidak bisa lagi ruang publik dijaga dengan kekerasan. Polisi harus profesional, terukur, dan menjunjung nilai kemanusiaan,” ujar Anam, Minggu (7/9/2025).

Anam juga menyoroti perlakuan tidak pantas yang masih terjadi di lapangan, seperti pemaksaan kepada warga yang diamankan untuk membuka baju hingga bertelanjang dada.

“Polisi tetap harus berpegang pada SOP, bahkan saat menghadapi situasi chaos. Tidak boleh ada tindakan merendahkan martabat,” tegasnya.

Selain itu, Kompolnas meminta Polri meningkatkan transparansi informasi, terutama bagi keluarga korban penangkapan, serta menjamin akses terhadap bantuan hukum.

“Tak boleh ada lagi warga yang kehilangan kontak dengan keluarganya karena tak tahu ke mana harus mencari. Pendampingan hukum harus dijamin,” tambahnya.

Gerakan Nurani Bangsa Minta Presiden Evaluasi Polri

Sebelumnya, Gerakan Nurani Bangsa yang diprakarsai sejumlah tokoh nasional juga menyuarakan keprihatinan. Mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi kepemimpinan serta arah kebijakan Polri. Desakan ini dibacakan oleh Alissa Wahid di Jakarta, Rabu (3/9/2025).

Di sisi lain, desakan reformasi terhadap DPR juga terus bergema. Namun menurut Peneliti Formappi, Lucius Karus, langkah DPR sejauh ini masih tergolong reaktif.

“Pemangkasan tunjangan, moratorium kunjungan kerja, dan penonaktifan anggota kontroversial belum menyentuh akar persoalan. Itu hanya langkah sementara untuk meredam gejolak,” ujar Lucius.

Lucius menilai masalah utama DPR terletak pada dominasi partai politik yang membuat fungsi legislasi, pengawasan, dan representasi rakyat tidak berjalan sebagaimana mestinya.

“Anggota DPR kehilangan kemandirian karena dikendalikan penuh oleh fraksi dan partai. Sistem politik kita memungkinkan partai menarik anggota yang tak sejalan. Akibatnya, suara rakyat tidak terwakili secara utuh,” jelasnya.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved