Pemilu 2019
Bisakah Sandiaga Uno Kembali Jadi Wagub DKI Jakarta Jika Kalah Pilpres? Simak Aturan Ini
Pertanyaan itu sendiri mengemuka setelah melihat ketertinggalan perolehan suara berdasar hasil quick count Pemilu 2019.
2. Presiden "Jawa".
Jokowi sukses mengambil simpati pemilih di Jawa ( Jateng, Jatim, Yogyakarta) dan daerah mayoritas Jawa di pulau Sumatera ( Medan, Lampung, Kepri, Babel), Kalimantan ( Kalsel, Kalbar).
“Kemenangan ini hanya mayoritas tanggung. Boleh dikatakan, Jokowi menang karena dia dipilih oleh suku mayoritas. Hampir semua suku di luar Jawa 01 menang.”
3. Elite pengusaha daerah.
Elite tim Jokowi -seperti di Sulawesi Selatan, gagal membangun komunikasi politik dengan para pengusaha daerah yang selama ini bergantung alokasi proyek dana APBD.
Efek digital distruption (e-catalog, e-tender) juga memicu kekecewaan para elite kontraktor/pengusaha lokal berbasis APBD.
4. Politik identitas.
Hasil quick count Pilpres dan real count mengkonfirmasikan kemenangan Jokowi - Maruf Amin di atas 55 persen secara nasional dan menang di atas 65 persen di daerah mayoritas non-Muslim mengkonfirmasikan pengaruh politik identitas (agama, suku, ras) menjadi faktor determinan.
Jokowi menang di Sumatera Utara (Batak & Melayu) karena besanan dengan suku Batak.
Menang di Bali, NTT, Bangka Belitung, Manado, Papua, Papua Barat dan Maluku, adalah faktor dominan non-Muslim ‘bersatu’ untuk Jokowi - Maruf Amin.
Polarisasi sentimen agama; yang jadi isu utama kampanye di media sosial menegaskan Jokowi sukses mengidentifikasi diri sebagai sosok nasionalis - religius sedangkan Prabowo religius - nasionalis.

5. Kelas menengah/intelektual.
Prabowo kebanyakan menang di kompleks perumahan kampus kerena isu nasionalisme ekonomi
6. PNS dan keluarga Polri.
Jokowi menang di kompleks perumahan PNS, pensiunan dan Polri, dan ibukota kecamatan yang bertumpu di sektor jasa karena dukungan massif dari PNS yang diiming-iming kenaikan gaji dan tunjangan kinerja serta pensiunan.