Hari Kartini 2019: Sisi Lain RA Kartini, Kisah Cinta, serta Kontroversi soal Poligami & Kematiannya

RA Kartini menjadi inspirasi bagi banyak orang. Selain jadi insiprasi, kisah RA Kartini juga ternyata masih diliputi sejumlah kontroversi.

Penulis: Doan Pardede |
Tribunkaltim.co/Fiy
10 Kumpulan Kutipan Kartini yang Bisa Memotivasi Kaum Hawa, Jangan Mengeluh hingga Harus Mandiri 

Ibunda Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.

Dari sisi ayahnya, silsilah Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI.

Garis keturunan Bupati Sosroningrat bahkan dapat ditilik kembali ke istana Kerajaan Majapahit.

Semenjak Pangeran Dangirin menjadi bupati Surabaya pada abad ke-18, nenek moyang Sosroningrat mengisi banyak posisi penting di Pangreh Praja.

Ayah Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong.

Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan.

Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura.

Setelah perkawinan itu, maka ayah Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri.

Dari semua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua.

Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya.

Kakak Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.

Sampai usia 12 tahun, Raden Ajeng Kartini atau RA Kartinidiperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School).

Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Karena Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved