Breaking News

Meski Langka, Inilah Catatan Gempa di Pulau Kalimantan, Ada yang Sampai VIII Skala MMI

Sejak Presiden Jokowi putuskan ibu kota negara dipindah dari Jakarta ke luar Pulau Jawa, Pulau Kalimantan juga jadi sorotan. Benarkan aman dari gempa?

Penulis: Doan Pardede |
geospasial
Ilustrasi - Peta Kalimantan 

TRIBUNKALTIM.CO - Sejak Presiden Jokowi memutuskan ibu kota negara dipindah dari Jakarta ke luar Pulau Jawa, Pulau Kalimantan jadi sorotan.

Pasalnya dalam rencana ibu kota negara dipindah ini, Pulau Kalimantan juga masuk nominasi lokasi ibu kota negara baru.

Dilansir setkab.go.id, terkait ibu kota negara dipindah ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan ada 3 kandidat yang akan dipilih sebagai calon ibu kota negara RI, pengganti kota Jakarta.

Ketiga kandidat itu, ibu kota negara dipindah bisa ke Sumatra, Sulawesi, atau di Kalimantan.

“Bisa di Sumatra, tapi kok nanti yang timur jauh. Di Sulawesi, agak tengah tapi juga yang di barat kurang,” kata Presiden Jokowi menjawab wartawan usai makan siang bareng buruh saat melakukan kunjungan ke pabrik sepatu PT KMK Global Spors, di Kel. Talagasari, Kec. Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (30/4) siang.

Saat disebut Kalimantan, Presiden Jokowi menjawab dengan nada bertanya, Kalimantan kok di tengah-tengah.

“Tapi ini ada 3 kandidat tapi memang belum diputuskan. Kita harus cek dong secara detil meskipun tiga tahun ini kita bekerja ke sana. Bagaimana mengenai lingkungan, daya dukung lingkungan, airnya seperti apa, mengenai kebencanaan, banjir, gempa bumi seperti apa,” ujar Presiden,

Selain itu, lanjut Presiden, juga dicek nanti pengembangan untuk ibu kota ke depan apakah masih memungkinkan. Sehingga semua hitungan ini, semua kalkulasi harus dirampungkan dulu, nanti disampaikan lagi kepada dirinya, baru saya putuskan.

Menurut Kepala Negara, keputusan untuk memindahkan Ibu kota negara dari Jakarta tentu saja nantinya akan dikonsultasikan ke DPR, juga ke tokoh-tokoh formal maupun informal, tokoh politik, tokoh masyarakat, karena ini menyangkut sebuah visi ke depan kita dalam membangun sebuah ibu kota pemerintahan yang memang representatif untuk kita bekerja.

Demikian juga soal regulasi, menurut Presiden, baik kajian hukum, kajian sosial, politik, semuanya. Kalau sudah matang nanti diputuskan.

“Tetapi ini adalah nanti tetap harus dikonsultasikan ke DPR,” tegasnya.

Sebelumnya terkait rencana pemindahan Ibu kota negara itu, Presiden Jokowi menyampaikan, bahwa pemerintah tidak berpikir hanya untuk sekarang saja.

Namun, lanjut Presiden, berpikir 10 tahun, berpikir 50 tahun, berpikir 100 tahun yang akan datang.

“Kita tahu di Jawa ini kepadatan penduduknya, kita memiliki 17.000 pulau tapi di Jawa sendiri penduduknya 57% dari total penduduk di Indonesia. Kurang lebih 149 juta. Sehingga daya dukung baik terhadap air, baik lingkungan, baik lalu lintas semuanya memang ke depan sudah tidak memungkinkan lagi. Sehingga kemarin saya putuskan di luar Jawa, pindah,” terang Presiden Jokowi.

Sebelumnya dalam Rapat Terbatas yang digelar di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4) siang, Presiden Jokowi menjelaskan, bahwa gagasan untuk pemindahan ibu kota ini sudah lama sekali muncul, sejak era Presiden Soekarno, sampai di setiap era presiden pasti muncul gagasan itu. Tapi wacana ini timbul tenggelam karena tidak pernah diputuskan dan dijalankan secara terencana dan matang.

Presiden mengingatkan, dalam membicarakan soal ini tidak boleh hanya berpikir yang sifatnya jangka pendek maupun dalam lingkup yang sempit. “Tapi kita harus berbicara tentang kepentingan yang lebih besar untuk bangsa, negara, dan kepentingan visioner dalam jangka yang panjang sebagai negara besar dalam menyongsong kompetisi global,” ujarnya.

Ketika semua sepakat akan menuju negara maju, menurut Presiden, pertanyaan pertama terutama yang harus dijawab adalah apakah di masa yang akan datang DKI Jakarta sebagai ibu kota negara mampu memikul dua beban sekaligus, yaitu sebagai pusat pemerintahan dan layanan publik dan sekaligus sekaligus pusat bisnis.

Beberapa negara, lanjut Presiden, sudah mengantisipasi perkembangan negaranya di masa yang akan datang dengan memindahkan pusat pemerintahannya. Ia menyebutkan banyak sekali contoh seperti Malaysia, Korea Selatan, Brazil, Kazakhstan, dan lain-lain.

“Sekali lagi, kita ingin kita berpikir visioner untuk kemajuan negara ini,” tegas Presiden.

Benarkah aman dari gempa?

Dalam catatan TribunKaltim.co, masalah gempa di Kalimantan kali beberapa jadi perbincangan, khususnya di dunia maya.

Yang teranyar berkaitan dengan isu ibu kota negara dipindah ke luar Pulau Jawa, masalah gempa Kalimantan ini juga disinggung oleh Kepala Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB melalui akun twitternya, Senin (29/4/2019).

"Pemerintah terus matangkan rencana pemindahan ibukota Indonesia. Kajian tahap awal dari Bappenas pemilihan wilayah ibukota mengerucut pada 3 kandidat, yaitu Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.

Kalimantan memang aman dari gempa. Bagaimana menurut anda?," kaya Sutopo.

Berdasarkan data yang dihimpun TribunKaltim.co dari banjarmasinpost.co.id dan tribuntravel.com gempa pernah terjadi Kalimantan.

Meski diketahui secara umum bahwa Pulau Kalimantan selama ini dikenal aman dari gempa dan tsunami, fakta mencatat sejarah yang merupakan peristiwa langka telah terjadi di Kalimantan Tengah, khususnya Muara Teweh.

Dari sejarah gempa bumi di Indonesia yang terjadi di Kalimantan selain di Muarateweh dan wilayah Balikpapan (Laut Sulawesi), tercatat tiga kali berturut-turut peristiwa bencana gempa bumi di Tarakan, Kalimantan Utara, dan sekitarnya, yakni pada 19 April 1923, 13 April 1924, dan 14 Februari 1925, dengan kekuatan mencapai VIII skala MMI.

Mengutip laman geomagz.geologi.esdm.go.id, sejatinya Pulau Kalimantan tidak sepenuhnya lepas dari potensi terjadinya gempa bumi.

Ini terbukti dari kejadian gempa bumi magnitudo 6 yang terjadi pada 5 Juni 2015 di wilayah Ranau dan gempa bumi magnitudo 5,7 yang berpusat di 413 km timur laut Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara pada 25 Februari 2015.

Hingga kini, data penelitian kegempaan di Kalimantan memang masih minim.

Secara garis besar, gempa bumi di Indonesia disebabkan oleh zona tumbukan antara Lempeng Eurasia dengan Lempeng Indo-Australia.

Menurut Minster dan Jordan (1978 dalam Yeats, 1997), Lempeng Eurasia yang bergerak ke arah tenggara dengan kecepatan sekitar 0,4 cm per tahun bertumbukan dengan Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 7 cm per tahun.

Zona tumbukan ini berada di sebelah barat Pulau Sumatra, selatan Pulau Jawa, hingga selatan Bali dan Nusa Tenggara, dan membentuk palung laut yang dikenal sebagai zona subduksi.

Sementara, letak Pulau Kalimantan yang jauh dari zona subduksi membuatnya lebih stabil secara tektonik.

Namun, benarkah Pulau Kalimantan lebih aman dari kejadian gempa bumi?

Ternyata jawabannya tidak.

Pulau Kalimantan masih memiliki risiko diguncang gempa.

Risiko guncangan gempa diperkuat dengan adanya endapan batuan yang lunak di morfologi dataran Pulau Kalimantan.

Sementara itu, perlu diingat Pulau Kalimantan memiliki struktur geologi yang didominasi oleh sesar dan lipatan, dua faktor yang bisa memicu terjadinya gempa bumi.

Secara umum sesar-sesar di Pulau Kalimantan mempunyai tiga arah, yaitu utara – selatan, barat laut – tenggara, dan barat daya – timur laut.

Lipatan yang terdapat pada bagian timur Kalimantan pada umumnya berarah barat daya – timur laut.

Pola struktur geologi tersebut terbentuk akibat aktivitas tektonik yang terjadi sebelumnya.

Berdasarkan kompilasi data dari beberapa peneliti (Hamilton, 1979; Moss; Simons dkk., 2007; Hutchison, 2007), diperoleh beberapa nama sesar di Pulau Kalimantan.

Yakni, Sesar Tinjia di Serawak, Sesar Adang di Kalimantan Barat, Sesar Sangkulirang di Kalimantan Timur, Sesar Paternoster di Selat Makassar.

Di samping itu, juga terdapat penunjaman Borneo di barat laut Sabah, penunjaman Sulu di timur laut Sabah, dan penunjaman Sulawesi Utara di timur Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur.

Inilah yang menyebabkan Pulau Kalimantan tidak sepenuhnya lepas dari risiko gempa bumi.
Selengkapnya, kamu bisa membaca artikelnya di sini.

Apa yang dimaksud MMI dalam keterangan tersebut?

Skala MMI (Modified mercalli Intensity) adalah gambaran keadaan yang dirasakan seseorang terhadap guncangan gempa.

Skala MMI (Modified mercalli Intensity) adalah gambaran keadaan yang dirasakan seseorang terhadap guncangan gempa.

BMKG membagi skala MMI dalam angka I hingga XII. Setiap tingkatan memiliki arti tersendiri.

I MMI

Getaran tidak dapat dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa oleh beberapa orang.

II MMI

Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang.

III MMI

Getaran dirasakan nyata dalam rumah.

terasa getaran seakan-akan ada truk berlalu.

IV MMI

Pada siang hari dirasakan oleh banyak orang dalam rumah, di luar beberapa orang, gerabah pecah, jendela/pintu berderik dan berbunyi.

V MMI

Getaran dirsakan oleh hampir semua pednuduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang dan barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti.

VI MMI

Getaran dirasakan oleh semua pednuduk. Kebanyakan semua terkejut dan lari kelaur, plester dinding jatuh dancerobong asap pada pabrik rusak, kerusakan ringan.

VII MMI

Tiap-tiap orang keluar rumah. kerusakan ringan pada rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik.

Sementara pada bangunan yang konstruksinya kurang baik terjadi retak-retak bahkan hancur, cerobing asap pecah. terasa oleh orang yang naik kendaraan.

VIII MMI

kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi kuat.

Retak-retak pada bangunan dengan konstruksi kurang baik, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap pabrik dan monumen-monumen roboh, air menjadi keruh.

IX MMI

kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi tidak lurus, banyak retak. Rumah tampak agak berpindah dari pondamennya. Pipa-pipa dalam rumah putus.

X MMI

Bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka rumah lepas dari pondamennya, tanah terbelah, el melengkung, tanah longsor di tiap-tiap sungai dan di tanah-tanah yang curam.

XI MMI

Bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap berdiri, jembatan rusak, terjadi lembah.

Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel melengkung sekali.

XII MMI

Hancur sama sekali, gelombang tampak pada permukaan tanah.

Pemandangan menjadi gelap.

benda-benda terlempar ke udara.

 (TribunKaltim.co/Doan Pardede)

Baca Juga :

Peringati Hari Kesiapsiagaan Bencana, Disdikpora Kabupaten PPU Gelar Simulasi Penanggulangan Gempa

Gempa Hari Ini 24 Maret Warnai Ujian CPNS Sulteng & Guncangan Terasa hingga IV MMI, Simak Arahan BKN

Peneliti LIPI Indikasikan Desa di Bandung Ini Bakal Alami Likuifaksi Jika Terjadi Gempa Bumi

Selain Faktor Alam, 5 Aktivitas Manusia Ini Juga Bisa Jadi Pemicu Gempa Bumi

Mengenal Gempa Sunda Megathrust yang Ancam Jakarta dan Sekitarnya, Bisa Capai 9 SR serta Dampaknya

Follow Twitter

Follow Instagram

Subscribe official YouTube Channel

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved