Berita Eksklusif

Terungkap Caleg 'Belanja Suara', Biasa Terjadi di Kecamatan dan Bayar Petugas hingga Rp 10 juta

Praktik pengambilan suara memang terjadi pada Pemilu 2019. Bawaslu menemukan adanya dugaan jual-beli suara pada pemilihan legislatif.

Editor: Sumarsono
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Pekerja menyegel kotak suara sebelum didistribusikan ke kelurahan di gudang logistik KPU, GOR Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (16/4/2019). KPU Jakarta Selatan mulai mendistribusikan kotak suara beserta logistik Pemilu serentak 2019 ke TPS yang tersebar di kelurahan di wilayah Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 

"Itu harga paling kecil untuk tingkat DPRD. Kalau DPR RI, harga semakin mahal," ungkapnya.
Penambahan suara tidak terlihat signfikan. Paling banyak setiap TPS hanya akan berpindah sebanyak lima sampai 10 suara.

Itupun tidak di semua TPS dalam satu daerah pemilihan (Dapil). Ini hanya terjadi di beberapa TPS, asal suara memenuhi ambang batas untuk masuk menjadi anggota dewan.

"Tidak langsung masuk 50 satu TPS, tidak. Paling hanya lima suara, maksimal 10 suara. Itu juga sudah terlalu banyak," katanya.

Selain itu, dirinya juga menjelaskan cara permainan di dalam penghitungan kecamatan. Menurut dia ada pemanfaatan kelelahan dari saksi yang ikut menghitung.

Prosesnya, apabila ada tanda 'merah' dalam penghitungan suara di dalam sistem yang sudah diterapkan KPU, maka petugas akan melompati hal tersebut. Hal itu diterapkan untuk menghindari perdebatan yang dapat memakan waktu 45 menit sampai 1,5 jam lamanya.

"Kalau di sistem Excel yang dibuat KPU itu ada tanda merah, artinya ada yang tidak sama. Ada perbedaan antara jumlah pemilih dengan hasil hitung. Nah, ini dilewatkan dulu. Bisa dihitung besok lagi atau buka kotak C1 plano, tapi ini makan waktu. Akhirnya diloloskan karena sudah lelah berdebat," urainya.

Caleg dari Partai Berkarya, Vasco Ruseimy, yang bertarung di DPR RI dari Dapil Jakarta II mengaku pernah mendapat tawaran memindahkan suara.

Dia menjelaskan ada beberapa orang yang disebut sebagai operator datang kepada dirinya dan tim sukses. Mereka menjanjikan penambahan suara agar dia lolos menjadi anggota dewan.

"Iya, ada orang yang saya duga sebagai operator, datang ke saya. Mereka menawarkan perpindahan suara," tuturnya.

Kepada Vasco, pemindahan suara terjadi lewat berbagai macam. Ada yang dipindahkan dari suara partai sendiri, ada juga yang dipindah dari partai lain.

22 Mei 2019, Live Streaming Kompas TV Penetapan Hasil Pemilu 2019 oleh KPU, Tonton di Sini!

Hasil Rekap Nasional di 11 Provinsi hingga Senin 13 Mei, Ini Perolehan Suara Jokowi dan Prabowo

TERPOPULER - Jelang Hasil Pemilu 22 Mei 2019, Polri: Masyarakat Kami Imbau Tidak Turun ke Jalan

Begitu juga dengan suara dari caleg lain yang secara mudah dijanjikan untuk pindah. Dia menolak semua tawaran itu.

"Banyak yang seperti itu. Saya tidak mau. Saya tolak. Bukan itu tujuan saya. Saya mau masuk asal tidak curang. Ini sudah curang namanya," tegas dia.

Tribun Network kemudian mengonfirmasi hal ini kepada seorang saksi partai politik di kecamatan bernama Levi. Dirinya tidak paham betul apakah itu mengartikan adanya pemindahan suara atau tidak. Namun demikian, dia mempermasalahkan ketergesaan petugas di kecamatan saat menghitung suara.

"Bagi saya, masalahnya ada di terburu-buru ini. Apakah itu kecurangan atau tidak, saya tidak tahu, tapi bisa saja jadi potensi," jelasnya.

Hal yang dia soroti lainnya adalah banyaknya saksi partai yang tidak memegang form C1. Kebanyakan dari mereka adalah saksi partai yang baru ikut di kecamatan sehingga tidak mendapatkan C1 dari tingkat TPS.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved