Kisah Nakhoda Kapal Penumpang ke Wilayah Hulu Kalimantan - Misran Beberkan Keindahan Mahakam

Pria berambut tipis berwarna putih bersandar tepat di sebelah kanan kemudi kapal.

TRIBUN KALTIM / MUHAMMAD FACHRI RAMADHANI
H Misran (56), mantan pedagang sembako di Kukar yang banting setir jadi nakhoda kapal penumpang Samarinda-Kubar sejak 5 tahun yang lalu 

Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Muhammad Fachri Ramadhani

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Pria berambut tipis berwarna putih bersandar tepat di sebelah kanan kemudi kapal.

Dipandanginya seisi ruang bawah kapal yang lengang tanpa penumpang. Banyak mematung ia.

Dari mulut dan hidungnya keluar asap putih, berasal dari sebatang rokok yang diparkir di sela jari tangan kanannya.

Tak lama berselang sepasang suami-istri menghampiri dirinya yang tengah duduk santai.

Belakangan diketahui, keduanya calon penumpang yang hendak memesan tiket kapal keberangkatan Sabtu (8/6/2019) besok.

"Di atas Rp150 ribu, di bawah Rp130 ribu. Masih ada di atas itu," kata H Misran (56), mantan pedagang sembako di Kukar yang banting setir jadi nakhoda kapal penumpang Samarinda-Kubar sejak 5 tahun yang lalu, kepada calon penumpangnya itu.

Misran kemudian membawa 2 calon penumpangnya ke bagian atas kapal.

Berbeda dengan bagian bawah yang lapang. Di bagian atas terdapat pundakan lengkap dengan kasur lipat. Di dinding kapal kipas angin tertempel rapi.

"Kalau bagian atas ini katakanlah VIP. Kalau di bawah ini, kan, penumpang campur dengan barang-barang. Biasanya orang cari di atas, kalau full baru mereka ke bawah," tuturnya kepada Tribunkaltim.co, Jumat (7/6/2019).

Tak bisa ditampik, banyaknya cara menuju ke kawasan hulu Kaltim membuat moda transportasi air yang dulu pernah merasakan masa kejayaaan ini meredup.

Jalur transportasi darat, mulai dari bus, minibus, sampai taksi gelap, jadi pesaing utama mereka.

Kecepatan yaang ditawarkan transportasi lainnya tak bisa dilawan Misran dan kawan-kawan.

Hanya butuh 7 jam bagi siapa pun yang mau ke Melak menggunakan jalan darat.

H Misran (56), mantan pedagang sembako di Kukar yang banting setir jadi nakhoda kapal penumpang Samarinda-Kubar sejak 5 tahun yang lalu
H Misran (56), mantan pedagang sembako di Kukar yang banting setir jadi nakhoda kapal penumpang Samarinda-Kubar sejak 5 tahun yang lalu (TRIBUN KALTIM / MUHAMMAD FACHRI RAMADHANI)

Tak bisa dibandingkan dengan kapal yang harus memakan waktu hampir 24 jam.

Kendati demikian hingga saat ini moda transportasi air ini tetap bertahan, di tengah zaman yang menuntut penghuninya serba cepat dan ringkas ini.

Menurut Misran, ada hal luar biasa yang tak bisa didapatkan orang-orang selain menggunakan kapal sebagai sarana transportasi menuju hulu Mahakam.

Adalah keindahan dan kehangatan menyusuri sungai Mahakam yang tak bisa mereka dapat bila pergi menggunakan jalur darat.

Kecepatan yang dibeli penumpang transportasi darat dibayar dengan debu dan jalan penuh lubang.

Berbeda dengan kapal, penumpang akan banyak disajikan panorama indah di sepanjang sungai Mahakam.

Mulai dari kemegahan sungai terlebar di Indonesia, melihat aktivitas masyarakat kampung ke kampung yang beragam, angin segar dan bau sungai yang dipercaya banyak orang menentramkan jiwa.

Belum ditambah suasana menjelang malam di atas kapal yang menawarkan kehangatan senja.

Cukup berdiri di bagian depan kapal, sambil merasakan rambut yang menari diterpa angin sungai.

Pemandangan kampung diselimuti langit kemerahan jadi teman yang cocok bagi segelas teh atau kopi hangat di tangan penumpang.

H Misran (56), mantan pedagang sembako di Kukar yang banting setir jadi nakhoda kapal penumpang Samarinda-Kubar sejak 5 tahun yang lalu
H Misran (56), mantan pedagang sembako di Kukar yang banting setir jadi nakhoda kapal penumpang Samarinda-Kubar sejak 5 tahun yang lalu (TRIBUN KALTIM / MUHAMMAD FACHRI RAMADHANI)

"Ya, kalau cepat-cepatan kita kalah sama darat. Tapi soal ketenangan, kenyamanan, dan keindahan, tetap nomor satu naik kapal. Di darat yang dilihat debu dan lubang aja," selorohnya sambil tertawa ringkas.

Untuk diketahui kapal penumpang Samarinda-Melak bisa mengangkut penumpang hingga 150 orang. Sementara untuk barang bisa menampung 10 hingga 20 ton.

"Barang sekarang lebih banyak yang diangkut, ketimbang penumpang. Musim-musiman. Musim mudik lebaran dan liburan baru ramai. Bisa angkut 150 kepala lalu libur, normalnya paling 40 kepala aja," bebernya.

Untuk barang karungan seperti beras dan gula, ditarif Rp350 ribu per ton. Sementara mie per kardus Rp3 ribu, sedangkan tabung gas Rp5 ribu per tabung. Bila terjadi masalah seperti kerusakan, ironisnya pihak kapal harus bersedia menggantinya.

"Basah berasnya misalnya, tanggung jawab. Kami ganti," tuturnya.

Belakangan diketahui, Kapal Motor (KM) Akbar Amanda yang dikemudikan Misran milik kakak kandungnya. Kemampuannya mengemudikan kapal sudah didapat dari kecil.

"Lulus SMA itu sudah bisa bawa kapal. Bapak dulu punya kapal, lihat-lihat saja orang tua, kakak, bawa kapal bagaimana. Langsung bisa coba-coba," kata bapak beranak 5 ini.

Butuh 6 drum BBM untuk perjalanan pulang pergi Samarinda-Melak. Sekitar 1.200 liter solar yang diperlukan.

Perjalanan Samarinda menuju Melak menghabiskan waktu sehari-semalam. Bila berangkat 07.00 Wita, sampai di Melak sekitar 03.00 Wita esok harinya.

"Kalau Long Bagun itu baru 3 hari, berangkat hari ini (Jumat) sampainya Senin," tuturnya.

Misran memiliki 3 anak buah kapal (ABK) yang membantu dirinya berlayar menyusuri sungai mahakam menuju hulu.

Tugas mereka selain membantu pelayaran juga dalam hal memasukkan barang-barang kiriman ke dalam lambung kapal.

Tampak mereka membuka papan demi papan yang jadi alas di bagian bawah kapal. Kemudian memasukkan barang-barang kebutuhan pokok yang rencananya dikirim ke hulu.

"Kalau kapal ke Long Bagun ABK bisa sampai 9 mereka, barang logistik mereka tentu lebih banyak daripada kami," tuturnya.

Musim mudik lebaran pun bagi Misran jadi berkah tersendiri, selain penumpang lebih banyak.

Pasokan barang yang diangkut kapalnya pun juga meningkat. Hal itu berbanding lurus dengan keuntungan yang didapat. Sehingga ia dan ABK bisa dapat uang lebih banyak dari biasanya.

"Pernah suatu ketika PP Samarinda-Melak, cuma cukup balikan modal minyak saja, saking sepinya. Tapi Alhamdulillaah hari ini sampai sore tadi sudah 36 penumpang pesan tiket besok, yang barang belum dihitung tapi beras, gula dan gas sudah mulai datang itu," ungkapnya.

Sebagai nakhoda kapal ia berharap pemerintah memberi perhatian terhadap potensi sepanjang sungai mahakam.

Perjalanan menuju hulu bukan hanya sekadar jadi sarana orang pulang kampung.

Keindahan yang ditawarkan bisa jadi potensi pariwisata daerah.

Faktanya beberapa kali wisatawan baik lokal maupun maca negara naik di atas kapalnya.

Menurut mereka yang datang untuk menjelajah Kaltim, naik kapal menyusuri sungai Mahakam jadi tujuan sebelum menginjakkan kaki di Kalimantan Timur. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved