Pilpres 2019

Respon Bambang Widjojanto Kala Gugatan Prabowo-Sandi Ditolak: Jalan Panjang Berliku dan Berkelok

Bambang Widjojanto tampak tak menerima putusan Mahkamah Konstitusi. Sebut masih ada jalan panjang berliku dan berkelok untuk ditempuh

Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Cornel Dimas Satrio Kusbiananto
Tribunnews/Jeprima
Ketua Tim Hukum Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN), Bambang Widjojanto (kanan) menghadiri sidang sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019). Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres 2019 mengagendakan pembacaan tanggapan pihak termohon dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait dalam hal ini Tim Kampanye Nasional (TKN). 

Majelis hakim menjawab satu per satu dalil yang diajukan Prabowo-Sandi.

Menurut Mahkamah, seluruh permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Dengan demikian, pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Maruf Amin akan memimpin Indonesia periode 2019-2024.

Refly Harun
Refly Harun (Tribunnews)

Mengadu ke Komnas HAM dan Mahkamah Internasional

Mahkamah Konstitusi dalam sidang sengketa Pilpres 2019 memutuskan menolak seluruh permohonan yang diajukan Prabowo-Sandi

Terkait dengan putusan sidang MK tersebut, Abdullah Hehamahua, Koordinator lapangan Aksi Kawal MK mengatakan bakal melaporkan sistem IT KPU ke Peradilan Internasional.

Peradilan Internasional dapat melakukan audit terhadap IT KPU yang dinilainya terdapat  kecurangan, demikian menurut Abdullah Hehamahua.

Kamis (27/6/2019), Abdullah Hehamahua di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, "Ya mereka bisa melakukan audit forensik terhadap IT di KPU bagaimana ada kecurangan."

Rencananya, hari ini, Jumat (28/6/2019) mantan penasihat KPK ini juga mengajak massa aksi untuk ikut menyambangi kantor Komnas HAM.

"Besok usai shalat Jumat di Masjid Sunda Kelapa kita akan datang ke Komnas HAM untuk melaporkan kasus KPPS yang meninggal," tutur Abdullah Hehamahua.
Mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua hadir berunjuk rasa dalam sidang perdana gugatan sengketa pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019)
Mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua hadir berunjuk rasa dalam sidang perdana gugatan sengketa pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019) (Fitri Wulandari/Tribunnews.com)

Dirinya mengatakan akan melaporkan dugaan pelanggaran HAM dalam kematian 10 orang dalam kerusuhan 21-22 Mei.

Abdullah menginginkan Komnas HAM mengusut kasus tersebut.

"Kita juga akan melaporkan kasus petugas KPPS yang meninggal, kita juga meminta Komnas HAM untuk memproses korban meninggal pada peristiwa 21-22 Mei sebagai bentuk pelanggaran HAM, apa lagi korbannya remaja," kata Abdullah Hehamahua.

Dalam orasinya di Jalan Medan Merdeka Barat, Abdullah Hehamahua mengatakan, "Kita ingin IT KPU diinvestigasi, agar keadilan bisa ditegakkan. Mudah-mudahan Oktober bukan dilantik.

Kalau sampai Oktober juga belum ada kemenangan. Masih ada waktu 5 tahun kita mengajukan capres-cawapres dari kita sendiri. Bikin partai sendiri.

Mau dibawa ke mana?

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved