Pengamat: Dua Partai Pendukung Prabowo-Sandi Ini Bakal 100 Persen Gabung ke Pemerintah Jokowi
Pengamat menilai dua partai politik yang semula di Koalisi Adil Makmur ini, sudah terang-terangan ingin masuk ke pemerintah Jokowi
TRIBUNKALTIM.CO - Ketum Gerindra, Prabowo Subianto sudah membubarkan Koalisi Adil Makmur.
Prabowo mengembalikan mandat kepada masing-masing partai pendukungnya di Pilpres 2019, menentukan sikap politik seusai pemilu ini.
Dua partai politik pendukung Prabowo selama Pilpres 2019, yakni Demokrat dan PAN langsung ambil sikap dengan memberi sinyal bakal berubah haluan ke kubu Jokowi.
Proses panjang kontestasi Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 berakhir setelah Komisi Pemilihan Umum menetapkan Joko Widodo dan Maruf Amin sebagai pasangan presiden dan wakil presiden terpilih.
Berakhirnya kontestasi politik itu pun membuat polarisasi antara partai politik mencair.
Koalisi partai pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno resmi dibubarkan setelah Mahkamah Konstitusi menolak gugatan Prabowo-Sandi.
"Kalau berdasarkan kajian dan analisis saya, Demokrat jelas 100 persen ke sana (koalisi pendukung pemerintah).
PAN juga 100 persen," ujar pengamat politik Tony Rasyid dalam sebuah diskusi, Sabtu (29/6/2019) lalu.
Salah satu indikatornya, kata Tony, beberapa elite dari kedua partai politik itu yang sudah terang-terangan menyatakan keinginan bergabung ke koalisi pendukung pemerintah.
"Iklan-iklan yang diungkapkan Bara Hasibuan di PAN, lalu Andi Arief di Demokrat, ini konsisten dilakukan.
Ini investasi agar ada ruang untuk partai mereka masuk ke koalisi," kata dia.

Sinyal PAN
Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan memang berulang kali memberikan kode bahwa PAN akan menyeberang ke barisan Jokowi-Maruf.
"Kami siap menyeberang.
Mengatakan kepada rakyat bahwa PAN punya kebesaran hati untuk mendukung (pemerintah)," ujar Bara, Sabtu (28/6/2019).
Sehari sebelumnya, Bara mengatakan, partainya memiliki kesamaan visi dengan kubu Jokowi-Maruf.
Menurut Bara, partainya akan memerhatikan kemungkinan-kemungkinan yang paling menguntungkan untuk partainya secara elektoral 5 tahun ke depan sebelum memustuskan berkoalisi atau beroposisi.
"Saya bisa mengatakan, PAN siap untuk membantu dan mengawal Presiden Jokowi untuk memimpin sampai 2024.
Jadi kami beranggapan visi kami dengan Pak Jokowi cocok," kata Bara, Jumat (27/6/2019).
Adapun Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno menyebut, arah politik PAN akan ditentukan dalam rapat kerja nasional yang digelar akhir Juli atau awal Agustus mendatang.
• Andre Rosiade Ungkap Ada Parpol Koalisi Adil Makmur yang Diam-diam Ajukan Proposal ke Jokowi
• Soal Koalisi, Mardani Ali Sera: Indonesia Tak Butuh Parpol Pragmatis, Harus yang Berkelamin Jelas
• Prabowo Bubarkan Koalisi, Beda Kata Presiden PKS dengan Mardani Ali Sera yang Betah di Oposisi
Sikap Partai Demokrat
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengatakan, Partai Demokrat belum akan membahas sikap politik mereka hingga 10 Juli 2019 mendatang.
"Partai Demokrat masih berduka sampai 10 Juli nanti.
Setelah 10 Juli kami akan menyampaikan sikap dan kegiatan dari Partai Demokrat,” kata Hinca, Minggu (30/6/2019), seperti dikutip dari Antara.
Menurut Hinca, kader Partai Demokrat masih terbelah antara yang ingin beroposisi dan berada di luar pemerintahan ataupun masuk ke dalam lingkaran pemerintahan.
Hinca mengatakan, Majelis Tinggi Partai Demokrat nantinya akan menentukan sikap yang akan diikuti oleh seluruh kader.
"Di Demokrat, kalau sudah diputuskan oleh ketum maka semuanya ikut.
Per hari ini ada yang mau minta di oposisi aja, atau diluar seperti sekarang ada juga, ada yang juga yang berpendapat bagus bersama-sama," ujar Hinca, Senin (1/7/2019).
Hinca melanjutkan, Partai Demokrat juga menawarkan 14 program prioritas untuk diadopsi Jokowi-Maruf sebagai pertimbangan untuk bergabung dengan koalisi atau tidak.
"Tentu kalau Pak Jokowi berkenan dengan 14 program prioritas itu tentu menarik untuk didiskusikan karena jadi selaras dengan tujuan partai ini membawa program prioritas itu," kata Hinca.

Tidak seimbang Bergabungnya PAN dan Partai Demokrat tentu akan mempertebal kekuatan pendukung Jokowi-Ma'ruf di parlemen.
Namun, hal itu dikhawatirkan membuat proses demokrasi di parlemen menjadi tak seimbang.
Pasalnya, hampir seluruh suara di parlemen akan dimiliki oleh koalisi.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menilai, hal itu membuka peluang terciptanya pemerintahan yang otoriter.
"Kalau dilihat dari probabilitinya, PAN dan Demokrat bisa saja bergabung dengan koalisi pemerintah.
Namun, dalam demokrasi dibutuhkan oposisi yang sehat, jadi lebih baik PAN dan Demokrat tetap menjadi oposisi atau berada di luar pemerintahan," ujar Adi.
Dirinya mengkhawatirkan apabila koalisi pemerintah saat ini ditambah PAN dan Partai Demokrat maka akan terjadi homogenitas politik yang dalam banyak hal mirip seperti Orde Baru.
Proses politik pun menjadi tak dinamis, tidak ada yang mengontrol pemerintah, dan kelompok penguasa berpotensi menjadi otoriter. (*)
SUBSCRIBE OFFICIAL YOUTUBE CHANNEL:
BACA JUGA:
Yusril Anggap Tugas jadi Pengacara TKN Berakhir, Begini Nasib Tim Hukum TKN Usai Menang Sidang MK
Andre Rosiade Ungkap Ada Parpol Koalisi Adil Makmur yang Diam-diam Ajukan Proposal ke Jokowi
PPDB Online di Balikpapan, Pendaftaran SMP Membeludak, Orangtua Calon Siswa Sebut Ribet dan Sulit
Beda Fasilitas Dibanding Zaman Gede Widiade Alasan Utama Marko Simic 'Melempem' di Persija
Pembuktian Dokumen Lelang Berujung Pertikaman, Proses Lelang Proyek LPSE-ULP Tetap Lanjut
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menebak Arah Politik PAN dan Partai Demokrat...", https://nasional.kompas.com/read/2019/07/02/07295561/menebak-arah-politik-pan-dan-partai-demokrat?page=all.