Komnas HAM Endus Ada Pelanggaran HAM di Kalimantan Timur, Sebab Lubang Tambang Batu Bara
Gubernur Kaltim Isran Noor dan Dinas ESDM Kalimantan Timur hari itu, orang nomor satu di Kalimantan Timur, sempat mempertanyakan pelanggarannya.
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Sejak 2011 hingga sekarang, tercatat ada 35 warga Kalimantan Timur meregang nyawa di lubang atau bekas galian tambang yang dibiarkan mengganga.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah mengategorikan kejadian ini sebagai pelanggaran HAM.
Meski demikian, hilangnya nyawa di lubang tambang batu bara tak kunjung ada penyelesaian.
Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Kaltim, mengklaim dari 35 korban, 25 meninggal dunia di lubang bekas tambang batubara. Sementara sisanya bukan di bekas galian tambang dan jenis kolam lainnya.
"Kalau memang mereka meninggal dunia tercebur dan tenggelam di lubang bekas tambang, jelas itu pelanggaran HAM," ucap Wakil Ketua Komnas HAM RI, Bidang Eksternal, Sandrayati Moniaga, usai rapat koordinasi penanganan penyelesaian konflik pertambangan batubara, di Gubernuran Kaltim, Rabu (31/7/2019).
Namun, Komnas HAM meminta kasus ini, tidak buru-buru dikategorikan kejahatan HAM berat seperti genosida yang memiliki karakteristik sistematis dan meluas.
Komnas HAM belum membentuk tim penyelidikan HAM berat dalam kasus ini.
Masih sebatas pemantauan yang mengacu pada Undang-undang 39 tentang HAM.
Dalam diskusi tertutup bersama Gubernur Kaltim Isran Noor dan Dinas ESDM Kalimantan Timur hari itu, orang nomor satu di Kalimantan Timur, sempat mempertanyakan di mana letak pelanggaran HAM dalam kasus nyawa melayang di lubang tambang.
"Pak gubernur kurang nyaman dibilang pelanggaran HAM. Saya bilang pelanggaran HAM. Ketika terjadi pembiaran, itu masuk pelanggaran,"ucap Sandrayati.
Hal itu, mengacu pada Undang-undang No 39 tentang HAM yang menyebutkan kewajiban pemenuhan HAM ada pada negara. Pemprov Kaltim, kata Sandrayati tak bisa sepenuhnya menggunakan istilah cuci piring dalam perkara karut marut pengelolaan tambang yang mengakibatkan hilangnya puluhan nyawa.
Istilah cuci piring dikemukakan Kepala Dinas ESDM Kaltim, Wahyu Widhi Heranata, untuk menyebut, Pemprov Kaltim yang diberi tugas membersihkan bekas masalah yang diakibatkan sengkarut pemberian izin pertambangan batu bara oleh wali kota dan bupati pada masa otonomi daerah.
Sebelum akhirnya, kewenangan urusan pertambangan emas hitam diambilalih Pemprov Kaltim 2003 lalu hingga sekarang.
"Tapi, saya bilang ini bukan personal, ini bukan individual. Ini persoalan kelembagaan pemerintah. Daerah, kota, kabupeten provinsi itu semua yang harus bertanggungjawab. Dan pusat. Kalau tak menegur itu bisa masalah," ucap Sandrayati.
Kedatangan Komnas HAM beberapa hari terakhir ke Bumi Etam memang difokuskan menindaklanjuti peran Pemprov Kaltim dan Kepolisian.
Di Pemprov Kaltim mereka mendengarkan langkah antisipasi dan penutupan lubang tambang.
Dan di Polda Kaltim, mereka berdiskusi terkait langkah hukum.
Bagi Komnas HAM, kesadaran mencari solusi memutus mata rantai harus datang dari pemerintah.
Ia menyarankan, Pemprov Kaltim bisa melobi pusat jikalau persoalan anggaran masih dikeluahkan Pemprov untuk mengawasi praktek penambangan batubara yang tak taat azaz.
"Anggaran tidak akan berguna dan ga jalan. Harus ada komitmen," tandasnya.
Proyek Percontohan Reklamasi
Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Kaltim, Wahyu Widhi Heranata, masih mengemukakan keluhan klasik pengawasan Inspektur Pertambangan (IT) di dinasnya. Sedikitnya jumlah pengawas pertambangan berbanding lurus dengan dana. Saat ini ia mencatat ada 32 izin PKP2B dan 300an Izin usaha pertambangan.
"Idealnya 1 IT, 2-3 IUP. Yang dipegang tempat saya, 5-6 IUP satu IT. Rasio ga imbang," ucap Didit sapaan akrab Wahyu di kesempatan terpisah di hari yang sama.
Didit mengakui, memang butuh komitmen pengelolaan lahan eks tambang apalagi galian. Terlebih, ia sebut, ada 300an lubang tambang di sekujur bumi etam yang belum ditutup. Sementara, data Jaringan Advokasi Tambang menyebutkan ada 1000an lubang tambang saat pemantauan menggunakan citra satelit terbaru.
Bagi lubang tambang yang ditinggal IUP legal, ia akan maksimalkan kepatuhan perusahaan menutup sesuai kewajibannya. Sementara, lubang bekas galian tambang batubara ilegal ia sebut ada upaya lain.
Salah satunya, bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang memiliki program mereklamasi lahan paska tambang ilegal. Disebutkan, sudah ada tanah milik Pemkot Samarinda yang Bantuas, Palaran dan Makroman yang bakal dijadikan percontohan Oktober tahun ini.
Nantinya, tim reklamasi dari PT Kaltim Prima Coal (KPC) sebagai tenaga ahli reklamasi. Raksasa penambangan emas hitam yang beroperasi di Kutai Timur ini, berpengalaman menjadikan kolam eks tambang batubara jadi sumber air bersih 32 warga di Kutim.
"IUP di bawah binaan kita, belajar model gitu. Kita tangkap peluang ini, walaupun ini inisiatif dari KLHK," ujar Didit.
Ada Perusahaan tak Jelas Rimbanya
Nah, Gubernur Kaltim Isran Noor, memaparkan karena reklamasi dan penutupan lubang paska tambang adalah kewajiban perusahaan pemilik konsesi, membuat anggaran pemerintah tak memungkinkan untuk pemilihan lingkungan. Sebab, itu bisa jadi temuan penyalahgunaan anggaran.
Masalahnya, sebut mantan Bupati Kutai Timur ini, Pemprov kerap kesulitan memastikan perushaan yang tak patuh mereklamasi lahannya bertanggungjawab. Faktor penurunan harga batubara di tahun 2012-2013 ia sebut sebagai dalang.
"Kita undang perusahan yang punya tambang, mereka sudah bangkrut tak bisa lagi berusaha. ada orang ga jelas (perusahaanya). Ada tambang tambang ilegal tapi," ucapnya yang turut prihatin dan berbelasungkawa.
(Tribunkaltim.co/Nalendro Priambodo)