Pemilu 2019

Ketua dan 4 Anggota PPK di Samarinda Dipenjara, Terbukti Buat Suara 6 Caleg Pemilu 2019 Berkurang

Lima PPK di Kota Samarinda, yakni Ketua PPK Loa Janan Ilir Ahmad Noval, serta empat anggotanya, Joharuddin, Adi Sutrisno, Hardiansyah, dan Abdul Afif.

Penulis: Ilo | Editor: Mathias Masan Ola
tribunkaltim.co/fachmi rachman
ILUSTRASI - Suasana di ruang pertemuan Kelurahan Gunung Samarinda Baru yang jadi tempat pemusatan kotak suara dari 485 TPS di Balikpapan Utara, Kamis (18/4/2019) dini hari. 

TRIBUNKALTIM.CO, Namun ada yang janggal di pemilihan calon legislatif ini, atau caleg. Kejadian ini di Kota Samarinda, Kalimantan Timur yang akhirnya dibawa ke meja hukum. Pengadilan pun sudah memberikan putusan, sang hakim menghadiahi vonis hukuman pidana.

Penyelenggaraan hajatan Pemilu 2019 di Kalimantan Timur saat itu terkena noda, ada cedera demokrasi. 

Hal ini dilakukan secara langsung oleh PPK, yang notabene panitia penyelenggara dalam proses demokrasi. 

Kejadian ini berlangsung di Kota Samarinda, Kalimantan Timur

Secara resmi Kejaksaan Negeri atau Kejari Samarinda menjebloskan lima Panitia Pemilihan Kecamatan atau PPK Loa Janan Ilir ke Lapas Klas II A, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Lima PPK tersebut, yakni Ketua PPK Loa Janan Ilir Ahmad Noval, serta empat anggotanya, Joharuddin, Adi Sutrisno, Hardiansyah, dan Abdul Afif. 

Kelimanya diganjar hukuman pidana beragam. Ketua PPK diganjar 8 bulan penjara, sedangkan empat anggotanya divonis 6 bulan kurungan.

Mereka dijebloskan ke tahanan berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim, terkait tindak pidana Pemilu. Dengan adanya putusan tersebut, menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Samarinda yang telah ditetapkan.

Saat eksekusi dilakukan, terdakwa tergolong kooperatif dengan datang sekitar pukul 09.00 Wita ke Kejari, Senin (12/8/2019).

Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Samarinda, Winro Haro menyampaikan, eksekusi dilakukan setelah keluar putusan banding lima PPK di Pengadilan Tinggi Kaltim pada 17 Juli lalu. "Banding mereka ditolak," kata Winro kepada Tribun, Senin (12/8/2019).

Winro menyebut, kelima PPK bersikap kooperatif. Jaksa mengirimkan surat eksekusi hampir sebulan setelah putusan.

"Mereka minta waktu. Kami berikan waktu, karena mereka kooperatif. Setelah datang ke Kejari, langsung kami eksekusi ke Lapas II A Samarinda," kata Winro.

Dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi Kaltim, lima PPK masing-masing mendapatkan vonis beragam. Ketua PPK Ahmad Noval divonis 8 bulan penjara.

Sementara, empat anggota PPK lainnya, Joharuddin, Adi Sutrisno, Hardiansyah dan Abdul Afif diganjar pidana kurungan 6 bulan. Vonis tersebut sama dengan putusan di Pengadilan Negeri Samarinda pada awal Juli 2019 lalu. 

Kasus dugaan penggelembungan suara di PPK Loa Janan Ilir berawal saat Pleno Rekapitulasi tingkat Kecamatan 1 April 2019.

Tak lama setelah pengumuman hasil pleno rekapitulasi kecamatan, saksi caleg DPRD Kota Samarinda nomor urut 5 dari Partai Gerindra, Elnathan Pasambe protes.

Pasalnya, ada ketidaksesuaian perolehan suaranya di formulir rekapitulasi suara tingkat kelurahan (DAA1) dan kecamatan (DA1).

Elnathan menyampaikan protes, namun PPK Loa Janan Ili menolak pleno ulang. Berkat surat rekomendasi Panwaslucam Loa Janan Ilir diputuskan pleno ulang berdasarkan kelurahan.

Setelah pleno ulang ternyata ditemukan perbedaan data perolehan suara beberapa caleg sesama partai di tingkat kelurahan dan kecamatan. 

Suara enam caleg berkurang, sementara dua caleg mengalami penambahan suara.

Suara yang hilang itu, diduga dialihkan ke caleg lain. Saat pleno rekapitulasi ulang, merevisi dan mengembalikan hasil semula sesuai hasil pleno kelurahan.

Dari hasil penyelidikan tim Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu), salah satunya unsur Kejari Samarinda menemukan ada perubahan suara di lima kelurahan daerah pemilihan 2, Loa Janan Ilir. 

Di Kelurahan Harapan Baru, suara caleg Partai Gerindra Kota Samarinda, Ahmadan berkurang 10 disusul Asmaul Chusna 4 dan Afif Mukhayan berkurang 50. Sementara, suara caleg sesama partai, Mujianto bertambah 64, setara suara yang hilang. 

Di Kelurahan Rapak Dalam, masing-masing suara caleg berkurang, Mujianto 7 suara, Elnathan Pasambe 293 suara, Ahmadan 80 dan Afif Mukhayan 50 suara. Adapun suara Mujianto bertambah 430 suara. 

Kelurahan Sengkotek, suara Mujianto bertambah 50. Sementara, suara Elnathan berkurang 10, dan Afif Mukhayan berkurang 40.

Bergeser ke Kelurahan Simpang Tiga, suara Mujianto bertambah 170, sementara suara caleg lain, Elnathan berkurang 100 suara, disusul Ahmadan 10 dan Afif 60 suara.

Di Kelurahan Tani Aman, gantian suara Mujianto berkurang 10, dan suara Asmaul Chusna bertambah 10 suara. 

Dari penyidikan, lanjut Winro, kelima tersangka dikenakan pasal 505 dan 551 UU Pemilu 7/2017 Junto Pasal 55 ayat 1 KHUP subsider Pasal 505 dan 551 UU Pemilu 7/2017 Junto pasal 53 KHUP. Pasal yang dikenakan unsur kelalaian dengan ancaman hukumuman 1 tahun dan unsur kesengajaan ancaman 2 tahun. 

Saat diperiksa penyidik, ketua dan anggota PPK Loa Janan Ilir tetap bersikukuh bahwa ini bukan pemindahan suara, tapi karena kelelahan yang menyebabkan kesalahan input data perhitungan. 

"Tapi, kelalaian tetap masuk unsur Undang-undang Pemilu," kata pria yang sebelumnya menjabat Kepala Cabang Kejaksaan di Kepulauan Riau ini seraya menambahkan belum menemukan apakah ada titipan pemindahan suara. 

"Unsur kelalaian dan kesengajaan, baiknya nanti dilihat di fakta persidangan saja," ucapnya Senin (18/6) lalu. 

Komisioner Bawaslu Kota Samarinda, Imam Santoso apresiasi proses hukum yang kini berjalan.

Proses ini, dikatakan menunjukkan penyidik telah melengkapi semua keterangan yang diperlukan mengungkap kasus itu. 

"Bawaslu bersyukur kasus ini bisa dilimpahkan ke tahap 2, kami terus akan pantau," ujar Komisioner Bawaslu Samarinda, Imam Sutanto.

Saat dilakukan eksekusi terhadap ketua dan anggota PPK Loa Janan Ilir, Samarinda tergolong kooperatif dengan datang langsung ke Kejari Samarinda, Senin (12/8/2019) pagi.

Namun demikian, Ketua PPK Loa Janan Ilir Ahmad Noval belum mempersiapkan kelengkapannya untuk menjalani masa pidana, dengan dalih dirinya sedang mempersiapkan kegiatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia.

"Kalau empat terdakwa lainnya sudah siap dengan kelengkapan menjalani pidana, tapi ketuanya belum. Yang bersangkutan minta eksekusi dapat diundur, dengan dalih dirinya sedang menyiapkan kegiatan 17-an. Tapi tetap kita lakukan eksekusi terhadap semua terdakwa," kata Jaksa Penuntut Umum, Dwinanto Agung Wibowo, Senin (12/8/2019).

Lanjut dirinya menjelaskan, terdakwa tidak lagi dapat melakukan upaya hukum untuk terlepas dari jerat pidana, pasalnya putusan dari PT Kaltim merupakan putusan yang sifatnya akhir.

"Tidak ada upaya hukum lainnya, kasasi tidak mungkin lagi dilakukan, kalau PK (Peninjauan Kembali) itu dilakukan jika ada hal yang belum terungkap di persidangan," imbuhnya.

Kelima terdakwa berurusan dengan hukum setelah kelimanya tidak melakukan tugas dan fungsinya sebagaimana aturan yang berlaku dalam melakukan rekapitulasi suara.

Kelimanya pun terbukti melakukan tindak pidana dengan mengubah hasil rekapitulasi perhitungan suara, dengan didakwa Pasal 551 atau Pasal 505 UU Nomor 7 tahun tentang Pemilu Jo Pasal 55 KUHP, karena melakukan perubahan berita acara dalam penghitungan suara. 

(Tribunkaltim.co)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved