Rencana Tahura Menjadi IKN, Ini Pernyataan Ahli Yang Belum Diketahui Pemerintah Pusat

Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, terdapat 280-300 hektare lahan terbuka dan terlihat tidak produktif di dalam hutan kebanggaan warga Kaltim.

Editor: Samir Paturusi
MONGOBAY/HENDAR
Inilah proyek pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda yang memotong kawasan Tahura Bukit Soeharto 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Sebuah peta didapat Peneliti Fakultas Kehutanan (Fahutan) Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Dr Rustam Fahmy SHut MHut, yang juga merupakan peneliti tetap di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, terdapat 280-300 hektare lahan terbuka dan terlihat tidak produktif di dalam hutan kebanggaan warga Kaltim tersebut.

Setelah diteliti secara detail oleh Rustam, didapati bahwa tidak semua lahan seluas itu merupakan wilayah hutan yang tidak produktif.

Ada sebagian wilayah hutan di area yang masuk dalam kawasan hutan tidak produktif itu yang masih dapat diselamatkan, sehingga, Rustam menyatakan, pemerintah pusat harus memperhatikan hal itu.

“Dalam hal ini yang mewakili pemerintah pusat, adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Nah, pemerintah pusat nantinya tidak boleh langsung membabat habis lokasi tersebut dijadikan lokasi perpindahan ibukota negara (IKN) kalau memang jadi di sana nantinya,

tapi, pemeribtah pusat harus menyelamatkan beberapa kawasan hutan yang masih produktif tersebut,” ujarnya saat ditemui awak Tribunkaltim.co di Kantornya, pada Senin (19/8/2019), siang, di Kampus Fahutan Unmul, Jalan Gunung Kelua, Samarinda.

Rustam  melihat kawasan hutan yang dianggap tidak produktif tersebut masuk dalam radar lokasi rencana perpindahan IKN.

Bahkan, dibeberkan Rustam, di dalam area hutan tersebut masih terdapoat flora fauna yang notabene  berada di dalam Tahura Bukit Soeharto maka harus dilindungi.

“Saat saya cocokkan, ternyata area tersebut berada di lokasi yang sesuai data saya masih ada hutan aktif. Meskipun dalam peta tersebut, terlihat wilayah hutan tersebut sudah tidak produktif lagi.

Maka sesuai dengan aturan perundang-undangan soal Tahura Bukit Soeharto maka flora dan fauna di dalam Tahura harus dilindungi,” tuturnya.

“Saya mengetahui persis masih ada hutan aktif di dalam kawasan tersebut, karena saya juga melakukan penelitian dan pernah masuk ke lokasi tersebut.

Maka, saat diundang kemarin untuk menyusun bahan presentasi Pak Gubernur langsung saya sampaikan hal itu, agar juga diketahui oleh pemerintah pusat,” lanjutnya.

Sebagai Tahura kata  Rustam, Bukit Suharto sebenarnya memang sudah tidak maksimal dari segi ekologis. Bagaimana tidak,  sudah banyak persoalan timbul sepanjang adanya Tahura Bukit Soeharto ini. Berbagai kerusakan dihadapi oleh Tahura Bukit Soeharto dalam menghadapi perkembangan zaman hingga saat ini.

“Sudah tidak dapat terhitung kerusakan selama Tahura Bukit Soeharto ada. Kerusakan itu, diakibatkan oleh banyak aktifitas masyarakat dan perusahaan di sekitar Tahura.

Tahura ini sudah dua kali kebakaran. Kemudian, di dalam tahura ini sangat banyak gangguan. Seperti, gangguan dari perambahan hutan oleh masyarakat yang digunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Dari kerusakan yang ditimbulkan oleh itu semua, sudah cukup membuat tahura itu mengalami kerusakan secara masif," paparnya.

Rustam mengatakan, ada beberapa instansi pemerintahan yang membawahi Tahura Bukit Soeharto dalam menjaga dan mengawasi kelestarian alah pada hutan ini.

Namun, proteksi yang diupayakan oleh instansi tersebut pun, ditegaskan Rustam, tidak berbanding lurus dengan kenyataan kerusakan yang telah terjadi di dalam tahura ini.

"Belum lagi kalau bicara soal pemukiman di sekitaran tahura ini, maka gangguan itu sudah sulit terbendung oleh pihak manapun yang mengatasnamakan negara.

Seperti BKSDA, Dinas Kehutanan dan instansi pemerintah lainnya. Lain lagi, soal adanya perambahan hutan untuk pembangunan area perdagangan di sepanjang tahura. Di sana ada warung singgah dan warung Tahu Sumedang," lanjutnya.

Eksploitasi lainnya terhadap Tahura yang kini tengah dihadapi, disampaikan Rustam, yakni adanya tambang batu bara di dalam area Tahura Bukit Soeharto.

Hal ini menambah pelik persoalan taman kebanggaan rakyat Kaltim ini. Dengan seluruh persoalan itu, ditegaskan Rustam, Tahura Bukit Soeharto sudah tidak maksimal dari segi ekologis.

"Meskipun, Tahura Bukit Soeharto masih dijadikan area untuk pendidikan oleh beberapa universitas negeri di Kaltim. Seperti, Unmul Samarinda dan Politekhnik (Poltek) Negeri Samarinda.

Dan sampai saat ini pun, tahura masih menjadi Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus untuk penelitian dan pendidikan," paparnya.

Konsep Ibukota Hijau, dibeberkan Rustam, dapat menjadi daya jual lebih bagi Tahura. Selain pemerintah dapat melaksanakan pembangunan secara masif, pemerintah juga dapat mengakomodir daerah sekitar untuk dijadikan ruang terbuka hijau yang berada di tengah-tengah ibukota negara.

"Tentunya, dengan diciptakan hal itu akan menjadikan keindahan tersendiri bagi IKN Indonesia di Kaltim nantinya. Bisa kita bayangkan, ada pusat pemerintahan yang begitu padat.

Tapi, di beberapa areanya kita dapat temui hutan lestari yang asli, terjaga dan terawat. Kemudian, ada kekayaan flora dan fauna di dalamnya," jelasnya. 

"Untuk itu saya nyatakan, akan lebih berguna apabila Tahura ini dijadikan lokasi IKN Indonesia. Dengan dicanangkan Ibukota Hijau nantinya, akan ada perpaduan antara keasrian lingkungan dan kemajuan pembangunan.

Kolaborasi itu sangat jarang ada di dunia. Dan Indonesia bisa menjadi negara pencetus untuk model ibukota hijau," lanjutnya lagi. (*)

Baca Juga

Pembangunan Gedung Pusat Pemerintahan Bakal Menyesuaikan Kontur Tanah di Tahura

Jokowi Kembali Pastikan Ibukota RI Pindah ke Kalimantan, TGUP3 Ungkap Fakta Titik Ikat di Tahura

Terungkap Fakta Baru Pemasangan 23 Titik Ikat di Tahura Bukit Soeharto, Ini Penjelasan TGUP3

Tampik Isu Lahan Tahura Diisi Perkebunan, Pertanian, Tambang, dan Hunian, Ini Jawaban Isran Noor

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved