Kebijakan Diskon Harga Rokok Disorot, Dianggap Merusak Mental Masa Depan Bangsa
Ketentuan diskon rokok tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau
TRIBUNKALTIM.CO - Ketua Indonesia Lawyer Association on Tobacco Control (ILATC) Muhammad Joni menilai pemerintah terkesan hanya memikirkan soal penerimaan negara yang sebesar-besarnya dari industri hasil tembakau tanpa memikirkan kelangsungan masa depan penerus bangsa.
Hal itu diungkapkan Joni pada diskusi media yang mengangkat tema "Ironi Diskon Rokok di Tengah Visi Jokowi Membangun Manusia Indonesia".
"Kebijakan diskon rokok ini menjadi bagian sistematis untuk merusak mental masa depan generasi selanjutnya. Harus diambil langkah-langkah hukum untuk merevisi kebijakan diskon rokok yang pada dasarnya justru mendorong lebih banyak orang yang merokok. Jadi revisi aturannya dan tegakkan larangan promosi rokok," kata Joni (20/8/2019) di Jakarta.
Joni menengarai adanya benturan kebijakan yang menandakan pemerintah belum bersungguh-sungguh dalam mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul.
Untuk itu, perlu ada revisi kebijakan mengenai diskon rokok karena bertentangan PP No. 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Baca juga:
Tipu Muslihat Calon Jemaah Haji Bawa Rokok ke Tanah Suci, Begitu Ketahuan Reaksinya Macam-macam
Aksi Damai Aliansi Mahasiswa Kesehatan Samarinda, Imbau Pemerintah Lebih Tegas Tegakkan Aturan Rokok
Gubernur: Jika Merokok di Ruangan, Ditegur Tidak Mau, Suruh Keluar Saja

Ketentuan diskon rokok tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Peraturan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Saat PMK Nomor 146/2017 direvisi menjadi PMK 156/2018, ketentuan mengenai diskon rokok tidak diubah.
Dalam aturan tersebut, harga transaksi pasar (HTP) yang merupakan harga jual akhir rokok ke konsumen boleh 85 persen dari harga jual eceran (HJE) atau banderol yang tercantum dalam pita cukai.
Artinya, konsumen mendapatkan keringanan harga sampai 15 persen dari tarif yang tertera dalam banderol.
Bahkan, produsen dapat menjual di bawah 85 persen dari banderol asalkan dilakukan tidak lebih dari 40 kota yang disurvei Kantor Bea Cukai.