Kebijakan Diskon Harga Rokok Disorot, Dianggap Merusak Mental Masa Depan Bangsa

Ketentuan diskon rokok tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau

Editor: Syaiful Syafar
ISTIMEWA
Peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan; Pengurus Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Muhammad Joni; Pegiat Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) yang juga Koordinator Solidaritas Advokasi Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia (SAPTA) Tubagus Haryo Karbyanto dalam diskusi dengan tema "Ironi Diskon Rokok Di Tengah Visi Jokowi Membangun Manusia Indonesia", Selasa (20/8/2019) di Jakarta. Para pegiat anti tembakau ini mendesak Kementerian Keuangan untuk mencabut aturan diskon rokok yang akan menghambat visi Presiden dalam membangun manusia Indonesia yang unggul. 

Pegiat Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Tubagus Haryo Karbyanto menilai, pemerintah gagal menekan prevalensi perokok, terutama pada anak-anak.

"Kalau SDM mau maju, seluruh kementerian terkait seharusnya turut mendukung kebijakan ini," tuturnya.

Baca juga:

Dulu Surga Para Perokok, Agustus Ini Jepang Terapkan Larangan Merokok di Kampus, Restoran dan Sekolah

Terekam Scan 4 Dimensi, Ini Reaksi Janin Saat Ibunya Mengisap Rokok

Pemkot Balikpapan Terbitkan Perwali Kawasan Sehat Tanpa Rokok

Ilustrasi dilarang merokok.
Ilustrasi dilarang merokok. (SHUTTERSTOCK)

Sementara, peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan mengatakan kebijakan diskon rokok ini telah mengurangi efektivitas upaya pengendalian konsumsi rokok dalam rangka menciptakan masyarakat yang sehat.

Terutama anak-anak yang dikategorikan sebagai kelompok yang harusnya dilindungi dari dampak rokok tersebut.

"Kami mengapresiasi rencana Presiden Joko Widodo dengan visinya yang ingin meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Tapi kebijakan diskon rokok ini justru akan menciptakan petaka demografi, bukan sebaliknya memberikan bonus demografi pada 2030-2040," katanya.

Menurut dia, aturan pemerintah yang benar itu tidak berusaha mengakomodir kepentingan banyak pihak, melainkan fokus pada pengendalian konsumsi rokok.

Abdillah menilai pemerintah hanya memikirkan kenaikan penerimaan cukai negara, tanpa mau menaikkan harga rokok yang notabene merupakan salah satu instrumen untuk mengendalikan prevalensi perokok.

Oleh karenanya, pemerintah seharusnya tidak membiarkan industri ini mensubsidi konsumennya dengan memberikan diskon rokok, tapi menegakkan kebijakan bahwa konsumen membayar sesuai dengan harga yang tercantum pada pita cukai rokok.

"Kebijakan cukai yang efektif adalah yang mampu meningkatkan harga. Kalau ada harga beli yang di bawah banderol, hal itu akan melemahkan kebijakan, sehingga (aturan) tidak bisa berjalan baik. Harga beli konsumen seharusnya sesuai dengan harga cukai yang tertera di bungkus rokok," imbuhnya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved