Diduga Beri Miras kepada Mahasiswa Papua di Bandung, Sikap Seorang Oknum Polisi Tuai Kecaman
Himpunan mahasiswa Papua di Bandung mengecam sikap oknum polisi di Kota Bandung yang mengirimkan dua kardus minuman keras, Kamis (22/8/2019) kemarin.
TRIBUNKALTIM.CO, BANDUNG - Himpunan mahasiswa Papua di Bandung mengecam sikap oknum polisi di Kota Bandung yang mengirimkan dua kardus minuman keras, Kamis (22/8/2019) kemarin.
Miles, salah seorang mahasiswa asal Papua, menuturkan, kronologi bermula sewaktu ia tengah menyiapkan kebutuhan konsumsi bersama beberapa rekannya di Asrama Papua, Jalan Cilaki, Kota Bandung, Kamis (22/9/2019) siang.
Saat itu, kata Miles, ia tengah memasak untuk teman-temannya yang tengah melakukan aksi solidaritas di Gedung Sate, Jalan Diponegoro.
Sekitar pukul 13.00 WIB, ada seorang polisi wanita berseragam lengkap ditemani rekannya seorang pria berpakaian sipil.
Mereka datang dengan membawa sejumlah bahan makanan dan dua dus berwarna cokelat yang belakangan diketahui berisi minuman keras merek Topi Koboi berkadar alkohol 19 persen.
"Jam 13.22 WIB datang ibu Christi dan ada (rekannya) yang mengenakan pakaian biasa mungkin anak buahnya. Mereka bawa miras dua karton ke asrama laki-laki di taruh ke dalam. Bu Christi bilang ini kalian punya minum untuk malam, jangan kasih tahu siapa pun," ujar Miles, saat dihubungi, Jumat (23/8/2019).
Mendapat kiriman itu, Miles mengaku tersinggung dan segera melaporkan hal tersebut ke rekan-rekannya yang tengah menggelar aksi di Gedung Sate.
"Setelah keluar dari pintu gerbang saya buka karton. Dia kasih minuman, saya enggak terima. Saya bawa motor ke Gedung Sate, saya kasih di tempat aksi," ungkap dia.
Di lokasi aksi, para mahasiswa Papua langsung melayangkan sikap protes atas tindakan tersebut.
Mereka pun mengembalikan miras tersebut.
"Dia seorang polisi kenapa pasok minuman. Dari situ kami mengambil sikap protes," ujar dia.
Wali Kota Surakarta jamin keamanan mahasiswa Papua di Solo
Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo alias Rudy menjamin keamanan mahasiswa Papua di Solo, Jawa Tengah.
Jaminan keamanan itu diberikan pasca ditemukannya vandalisme berbau provokatif tentang Papua, di Solo.
"Mahasiswa-mahasiswi, bahkan masyarakat Papua yang ada di Solo, kami jamin aman dan tidak ada istilah yang mendiskreditkan saudara-saudara kita yang ada di Papua," terang Rudy, di Solo, Jawa Tengah, Jumat (23/8/2019).
Rudy meminta kepada pihak berwajib untuk mencari dan menangkap oknum pelaku yang secara sengaja membuat vadalisme tersebut.
Pihaknya tidak ingin masyarakat Solo dipecah belah dengan munculnya aksi vandalisme provokatif tersebut.
Baca juga :
Rusuh di Papua, Ridwan Kamil Beberkan Desain Arsitekturnya untuk Alun-alun Sorong, Karena Kita NKRI
Jika Papua Maju, Kelompok Bersenjata dan Politik Ini Tak Punya Jualan Lagi ke Luar Negeri
"Solo tidak boleh dipecah belah oleh siapapun dengan berbagai cara apapun, Solo tetap bersama rakyat, kondusif, aman. Apabila ada yang ingin memecah belah harus kita hadapi bersama," ujar dia.
Selama ini, Pemkot Surakarta telah menjalin komunikasi dengan paguyuban masyarakat Papua di Solo.
Upaya tersebut dalam rangka untuk menciptakan iklim kondusif di Solo. "Kami sudah berkomunikasi dengan teman-teman kita di Papua, dengan adanya isu atau vandalisme itu mereka merasa tidak nyaman," tambah Kapolresta Surakarta AKBP Andy Rifai.
Menurut Andy, vandalisme tentang Papua yang dilaporkannya tersebut ditemukan di tiga titik lokasi di Solo.
Vandalisme tersebut semuanya telah dihapus menggunakan cat.
Andy mengajak masyarakat Solo untuk ikut berperan aktif dalam menjaga keamanan dan ketenteraman di Solo.
Jika ada hal yang mencurigakan atau aksi vandalisme berbau provokatif bisa dilaporkan ke pihak berwajib atau aparat setempat.
Baca juga :
Soroti Pidato, Politisi Ini Menilai Presiden Jokowi Tak Serius Tangani Akar Masalah di Papua
Kondisi Papua Dikabarkan Sudah Kondusif, Tapi Polri Justru Tambah 1.200 Brimob, Ini Alasannya
Polda Jatim periksa 60 saksi
Kepolisian Daerah Jawa Timur telah memeriksa 60 saksi terkait dugaan tindakan diskriminasi dan lontaran kalimat rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.
"Sebanyak 54 (orang). Hari ini tambah 6 (orang)," ujar Kepala Bidang Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).
Barung mengatakan, polisi hanya berwenang memeriksa masyarakat sipil. Polri hanya melakukan langkah hukum sesuai wewenangnya. "Yang oknum TNI diperiksa internal TNI," ucap dia.
Di antara saksi tersebut, Barung menuturkan, pihaknya turut memeriksa Tri Susanti.
Tri merupakan salah satu anggota ormas yang ikut mendatangi asrama mahasiswa Papua di Surabaya tersebut. Sebelumnya, ormas di Surabaya yang menuding mahasiswa asal Papua merusak bendera Merah Putih, meminta maaf.
Sebab, kedatangan mereka ke Asrama Mahasiswa Papua, Sabtu (17/8/2019) telah membuat aparat membawa mahasiswa Papua ke kantor polisi dan sempat terlontar kata-kata berbau rasis.
Hal inilah yang menjadi pemicu kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Salah satu anggota ormas, Tri Susanti mengatakan, pihaknya tak berniat mengusik warga Papua yang berada di Surabaya.
"Kami atas nama masyarakat Surabaya dan rekan-rekan ormas menyampaikan permohonan maaf," ujar Tri sebagaimana dikutip dari "Kompas Petang" di Kompas TV, Selasa (20/8/2019).
Kericuhan yang terjadi di Asrama Mahasiswa Papua, Surabaya, berawal dari informasi adanya perusakan bendera Merah Putih.
Sejumlah anggota ormas pun mendatangi asrama mahasiswa Papua dan menuding mereka yang melakukan hal tersebut.
(*)