Lingkungan Hidup
Kebakaran Hutan dan Lahan di Berau Semakin Meluas, Api Sudah Melahap 180 Hektare
Kepala BPBD Berau, Thamrin mengungkapkan tantangan yang harus dihadapi untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Berau Kalimantan Timur.
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB – Kebakaran hutan dan lahan masih terus terjadi di Kabupaten Berau. Bahkan berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau, luas lahan yang mengalami kebkaran meningkat tiga kali lipat.
Sebelumnya, BPBD Berau menyebut, hingga bulan Juli 2019, jumlah luas hutan dan lahan yang terbakar hanya 55 hektare.
Di akhir bulan Agustus 2019 ini, luas kebakaran hutan dan lahan mencapai lebih dari 180 hektare.
Kebakaran terluas terjadi di Kecamatan Teluk Bayur yang mencapai lebih dari 100 hektare, kemudian di Kecamatan Pulau Derawan seluas 36 hektare.
Sementara Kecamatan Talisayan 30 hektare hutan dan lahan yang terbakar.
Kebakaran hutan dan lahan juga terjadi di Kecamatan Sambaliung yang mencapai 13 hektare.
Kepala BPBD Berau, Thamrin mengungkapkan tantangan yang harus dihadapi untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan ini.
Mayoritas kebakaran hutan dan lahan itu terjadi di tempat-tempat yang tidak ada akses jalan.
Sehingga unit-unit pemadam kebakaran tidak bisa menjangkau lokasi,” ungkapnya.
Selain tidak ada akses jalan, BPBD yang dibantu aparat TNI dan anggota polisi dari Polres Berau ini juga kesulitan mencari sumber air untuk memadamkan api.
Sementara jika menggunakan unit water supply, kapasitas air tidak sebanding dengan luas api yang menghanguskan semak-semak dan pepohonan yang mengering.
Akibatnya, kebakaran hutan dan lahan ini semakin sulit dikendalikan. Bahkan tidak jarang BPBD, TNI dan Polres Berau beserta Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur harus membangun posko di tengah hutan, lantaran luasnya area kebakaran sehingga proses pemadaman memerlukan waktu yang cukup panjang.
Untuk lokasi yang sulit dijangkau biasanya tidak sampai berlarut-larut, paling tidak satu malam itu sudah bisa padam,” ujarnya.
Untuk mengatasi dan mencegah kebakaran hutan dan lahan ini, BPBD Berau berencana menambah 13 unit mobil slip on.
Mobil pemadam berjenis Sport Utility Vehicle (SUV) ini dianggap lebih mudah menjangkau lokasi jika dibanding mobil pemadam kebakaran reguler yang biasanya berukuran besar.
Sebelumnya, Wakil Bupati Berau Agus Tantomo Agus Tantomo mengatakan, Pemkab Berau memiliki unit pemadam kebakaran yang cukup lengkap.
Namun karena kebakaran lahan biasanya terjadi di tempat yang jauh dan tidak ada akses jalan, pemadaman api tidak optimal.
“Ternyata itu tidak efektif. Karena lokasi kebakaran biasanya jauh dari sumber air, kondisi jalan yang tidak bisa ditembus dengan kendaraan darat. Saya sudah ngobrol dengan Skadron 13, mereka kan punya helikopter. Kami akan minta bantuan kepada mereka, ini juga sudah saya sampai ke pak bupati,” ungkapnya.
Namun menggunakan helikopter untuk memadamkan api, ternyata ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan.
“Kendalanya, harus ada alat khusus di helikopter untuk memadamkan api. Katanya harganya sangat mahal. Tapi menurut saya, membeli alat tambahan ini lebih murah jika dibanding dengan kerugian yang kita alami akibat kebakaran lahan ini,” tegasnya.
Selain alat tambahan yang diperlukan untuk memadamkan api dari helikopter, Agus Tantomo mengatakan, pihaknya juga harus menentukan, material apa yang akan digunakan untuk memadamkan api dari helikopter milik TNI Angkatan Darat ini.
Titik Terparah di Teluk Bayur
Sebagian besar wilayah Kabupaten Berau mulai diselimuti kabut asap dalam beberapa hari terakhir.
Kondisi ini bisa dilihat secara kasat mata.
Langit yang biasanya tampak biru, berubah menjadi abu-abu.
Kepala Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) Berau, Tekad Sumardi, membenarkan, wilayah Berau hingga Senin (12/8/2019) ini diselimuti oleh kabut asap.
“Kabut asap ini sudah terjadi sejak minggu lalu. Jarak pandang menurun karena kabut asap,” kata Tekad Sumardi kepada Tribunkaltim.co.
Sumardi mengungkapkan, saat ini jarak pandang sekitar 5 sampai 7 kilometer.
“Tapi jarak pandang ini belum menganggu aktivitas penerbangan. Dengan catatan, ketebalan kabut asap ini tidak meningkat,” jelasnya.
Meski demikian, Tekad Sumardi, mengatakan kabut asap ini dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat, terutama yang beraktivitas di luar rumah.
“Memang tidak berpengaruh terhadap aktivitas penerbangan. Tapi sangat berpengaruh terhadap isu nasional, termasuk dampak kesehatan kepada masyarakat,” imbuhnya.
Sumardi juga mengungkapkan, kabut asap terparah terjadi di Kecamatan Teluk Bayur yakni di Kampung Labanan dan di Kecamatan Kelay.
“Terparah memang ada di bagian barat Kabupaten Berau,” ungkapnya.
Kabut asap ini juga diperparah oleh asap kiriman dari wilayah selatan.
Karena sepanjang bulan Agustus 2019 ini, kata Sumardi, angin bertiup dari selatan ke utara.
“Ada juga asap kiriman dari daerah selatan, dari Samarinda dan sekitarnya. Angin selatan ini membawa asap ke utara, untuk bagian utara (kabut asapanya) malah sedikit,” paparnya.
Sementara, titik panas yang terpantau oleh satelit BMKG, menurut Sumardi mecapai 40 persen dari luas wilayah Berau.
Titik panas ini selain disebabkan oleh musim kemarau, juga disebabkan banyaknya lahan yang terbakar.
Karena itu, BMKG mengimbau masyarakat dan para pemangku kepentingan, untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan mengatasi kebakaran lahan.
Kebakaran lahan di Kampung Labanan Makarti, Kecamatan Teluk Bayur sudah terjadi sejak 10 Agustus 2019 kemarin.
Petugas pemadam kebakaran masih kesulitan mengatasi api yang terus meluas karena tidak ada akses jalan masuk di lokasi kebakaran .
Kontur lokasi yang tidak rata, semak belukar, dan api yang membara membuat mobil pemadam kebakaran sulit mencapai lokasi.
Para petugas harus memadamkan api secara manual dengan mendatangi langsung sumber api.
Meminta Bantuan Pengadaan Armada Helikopter
Untuk mengatasi kebakaran hutan lahan yang terjadi di musim kemarau tahun 2019 ini, Pemkab Berau akan menggelar rapat secara khusus, untuk melakukan pencegahan dan penangananya.
Wakil Bupati Berau, Agus Tantomo mengatakan, kebakaran lahan memang harus ditangani secara serius.
Jika tidak, selain api akan semakin meluas, juga akan membahayakan kesehatan masyarakat, termasuk berdampak terhadap perekonomian, apalagi jika kabut asap semakin parah seperti yang terjadi tahun 2015 lalu.
“Saya sudah menyarankan ke Bupati untuk melakukan rapat lengkap, mengundang Jajaran Polres dan Kodim. Saya juga sudah berkoordinasi dengan beberapa kepala kampung yang daerahnya rawan kebakaran hutan dan lahan,” kata Agus Tantomo kepada Tribunkaltim.co.
Agus Tantomo mengatakan, Pemkab Berau memiliki unit pemadam kebakaran yang cukup lengkap. Namun karena kebakaran lahan biasanya terjadi di tempat yang jauh dan tidak ada akses jalan, pemadaman api tidak optimal.
“Ternyata itu tidak efektif. Karena lokasi kebakaran biasanya jauh dari sumber air, kondisi jalan yang tidak bisa ditembus dengan kendaraan darat.
Saya sudah ngobrol dengan Skadron 13, mereka kan punya helikopter. Kami akan minta bantuan kepada mereka, ini juga sudah saya sampai ke pak bupati,” ungkapnya.
Namun menggunakan helikopter untuk memadamkan api, ternyata ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan. “Kendalanya, harus ada alat khusus di helikopter untuk memadamkan api.
Katanya harganya sangat mahal. Tapi menurut saya, membeli alat tambahan ini lebih murah jika dibanding dengan kerugian yang kita alami akibat kebakaran lahan ini,” tegasnya.
Seperti diketahui, kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 lalu, sempat melumpuhkan aktivitas penerbangan.
Akibatnya, jumlah wisatawan yang datang menurun dan memberikan efek domino, hotel dan penginapan sepi pengunjung dan bisa ditebak, berakibat pada roda perekonomian wilayah ini.
Selain alat tambahan yang diperlukan untuk memadamkan api dari helikopter, Agus Tantomo mengatakan, pihaknya juga harus menentukan, material apa yang akan digunakan untuk memadamkan api dari helikopter milik TNI Angkatan Darat ini.
“Tinggal kita tentukan, apakah pemadaman api ini menggunakan air, atau bahan kimia,” tandasnya.