Ibu Kota Baru
Inilah Sederet Objek Wisata di Kaltim Lokasi Ibu Kota Baru, Ada yang Tak Kalah dengan Raja Ampat
Kaltim yang kini ditetapkan sebagai lokasi ibu kota baru memiliki sejumlah objek wisata yang tak kalah dengan daerah-daerah lainnya.
Penulis: Doan Pardede | Editor: Rita Noor Shobah
"Seperti Derawan itu bagus banget sebenarnya. Namun karena aksesibilitasnya rendah, jadi nggak terlalu mem-booming. Ini tugas pertama yang diberikan DPP ASPPI kepada DPD Kaltim, kembangkan Derawan setara dengan Raja Ampat," ujar Titin Emboen Ketua DPD ASPPI Kaltim di acara Musyawarah Daerah (Musda) I Dewan Pimpinan Daerah (DPD) ASPPI Kaltim di Hotel Kartika, Jalan Khalid, Samarinda, Jumat (11/5/2018).
4. Pulau Kumala

Pulau Kumala adalah tempat wisata di Sungai Mahakam yang memanjang hingga ke sebelah barat Kota Tenggarong, Kutai Kartanegara.
Lokasi Pulau Kumala terletak di tengah Sungai Mahakam yang menjadi taman rekreasi favorit wisatawan.
Saat ini, Pulau Kumala menyediakan fasilitas umum berupa sky tower setinggi 100 meter untuk menikmati keindahan kota dari ketinggian.
Tak hanya itu, masih ada kereta api mini, area permainan anak-anak, dan kereta gantung yang menghubungkan dengan daratan.
5. Taman Kota Raja Tenggarong

Lokasi Taman Kota Raja berada di Jalan Wolter Monginsidi nomor 16, Timbau, Tenggarong, Kutai Negara, Kalimantan Timur.
Taman Kota Raja Tenggarong ini bisa dikunjungi setiap hari selama 24 jam.
Harga tiket masuk Taman Kota Raja Tenggarong mulai dari Rp 10.000 per orang.
Kamu bisa berfoto di jembatan unik berwarna kuning yang tepat di atas sungai.
Taman Kota Raja Tenggarong juga dilengkapi dengan fasilitas mirip dengan menara payung seperti di Arab.
6. Museum Mulawarman

Museum Mulawarman berlokasi di Jalan Tepian Pandan, Panji, Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Museum Mulawarman lokasinya juga dekat dengan Sungai Mahakam yang bisa kamu kunjungi.
Museum Mulawarman berisi patung-patung dan benda-benda bersejarah, perabotan kuno, kamar tidur dengan hiasan kain 'doyo' tenunan tangan, dan barang-barang dari dinasti Ming, Qing, dan Yuan.
Tak hanya itu, di Museum Mulawarman juga menyimpan teater boneka Bali yang disumbangkan oleh Sultan Yogyakarta.
7. Islamic Center Samarinda

Masjid Islamic Center Samarinda adalah masjid yang terletak di kelurahan Teluk Lerong Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia, yang merupakan masjid termegah dan terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Masjid Istiqlal.
Dengan latar depan berupa tepian sungai Mahakam, masjid ini memiliki menara dan kubah besar yang berdiri tegak.
Masjid ini memiliki luas bangunan utama 43.500 meter persegi. Untuk luas bangunan penunjang adalah 7.115 meter persegi dan luas lantai basement 10.235 meter persegi.
Sementara lantai dasar masjid seluas 10.270 meter persegi dan lantai utama seluas 8.185 meter persegi. Sedangkan luas lantai mezanin (balkon) adalah 5.290 meter persegi.
Lokasi ini sebelumnya merupakan lahan bekas areal penggergajian kayu milik PT Inhutani I yang kemudian dihibahkan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Bangunan masjid ini memiliki sebanyak 7 menara di mana menara utama setinggi 99 meter yang bermakna asmaul husna atau nama-nama Allah yang jumlahnya 99.
Menara utama itu terdiri atas bangunan 15 lantai masing-masing lantai setinggi rata-rata 6 meter. Sementara itu, anak tangga dari lantai dasar menuju lantai utama masjid jumlahnya sebanyak 33 anak tangga. Jumlah ini sengaja disamakan dengan sepertiga jumlah biji tasbih.
Selain menara utama, bangunan ini juga memiliki 6 menara di bagian sisi masjid. Masing-masing 4 di setiap sudut masjid setinggi 70 meter dan 2 menara di bagian pintu gerbang setinggi 57 meter. Enam menara ini juga bermakna sebagai 6 rukun.
8. Kampung tenun

Kain tenun saat ini sudah sangat lekat dengan Kota Samarinda.
Bahkan, di kawasan Samarinda Seberang, tepatnya di jalan P Bendahara, Gang Pertenunan dijadikan sebagai Kampung Tenun.
Kampung Tenun Samarinda merupakan sentra pengerajin sarung Samarinda.
Kampung tenun juga merupakan representasi keragaman budaya yang keadaannya tidak terlepas dari sejarah panjang terbentuknya kota Samarinda.
9. Karst Sangkulirang

Kawasan Karst Sangkulirang di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) belakangan ini menjadi sorotan karena berkaitan dengan rencana pembangunan pabrik semen di Kaltim.
Pendirian pabrik semen di Kaltim yang kabarnya akan berlokasi di Karst Sangkulirang ini sendiri masih terus menjadi perdebatan berbagai pihak.
Meski pemerintah, baik dari Provinsi Kaltim maupun Pemerintah Kabupaten Kutai Timur serta masyarakat setempat setuju soal rencana pembangunan pabrik semen di Kaltim yang berlokasi di Karst Sangkulirang tersebut, namun kalangan aktivis dan mahasiswa masih terus menggelorakan semangat penolakan.
Baru-baru ini, Wabup Kutim Kasmidi Bulang mengatakan bahwa area yang diusulkan menjadi kawasan pabrik semen di Kaltim dan ditambang, tidak masuk dalam area hasil delineasi Kawasan Cagar Budaya Karst Sangkulirang – Mangkalihat.
Kata Wabup Kasmidi, luasan cagar budaya hanya sekitar 14.000 hektar, terdiri dari 2.000 hektar merupakan zona inti dan 12.000 hektar sebagai zona penyangga.
Jumlah itu bagian dari total luasan Karts Sangkulirang –Mangkalihat yang mencapai 105.000 hektar.
“Usulan pabrik semen sudah keluar izinnya sejak 2003 lalu. Lokasinya, berada di luar cagar budaya tersebut. Karena di situ masih ada sekitar 1.071, 14 hektar dari 8.000 hektar luasan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK), yang merupakan kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) yang bisa dimanfaatkan untuk usaha,” kata Kasmidi Bulang.
Meski belakangan, terbit Peraturan Gubernur Kaltim nomor 67 tahun 2012 yang menyatakan seluruh kawasan Sekerat, masuk dalam KBAK, seluas 8.000 hektar, bukan 7.000 hektar.
“Saat ini untuk Peraturan Gubernur Kaltim tersebut sedang kita tinjau kembali. Karena hal ini berbeda dengan RTRWK Kutai Timur,” ujarnya.
Pemkab Kutim, menurut Kasmidi, pada dasarnya mendorong investasi yang masuk. Tapi tetap memikirkan dampak lingkungan.
Kalau dilihat di peta, kawasan yang 1.071,14 hektar, berada di kaki gunung tepi pantai Sekerat, bukan di bukit karst yang tinggi.
“Investor juga berjanji melakukan eksploitasi dengan pola ramah lingkungan. Mengunakan surface mining machine dan tidak membuat ledakan dalam melakukan operasionalnya. Termasuk menyisakan bukit karst minimal 82 meter di atas permukaan laut,” ujarnya.
Selain itu, dirinya pribadi juga melihat kawasan Karst di Sulawesi Selatan yang berdampingan antara pabrik semen dan kawasan wisata Bantimurung.
“Dulu, desa di sekitar kawasan wisata Bantimurung, tidak semaju sekarang. Sejak berdiri pabrik semen, jalan desa mereka jadi bagus.
Pembangunan meningkat, masyarakat sekitar pun merasakan imbasnya. Tak hanya dari sektor lapangan pekerjaan di pabrik, tapi geliat pasar di sekitar pemukiman juga tumbuh,” ungkapnya.
Ia menambahkan, ada kawasan wisata yang bisa memberi pemasukan bagi daerah. Masyarakat yang tadinya hanya di rumah saja, menurut Kasmidi, sekarang ada yang membuka warung klontong, warung makan serta membuka jasa pariwisata.
“Kita di Kutim, terutama di kawasan Desa Sekerat Kecamatan Bengalon dan Desa Selangkau Kecamatan Kaliorang juga bisa begitu. Kebutuhan semen untuk perbaikan jalan, pembangunan fasilitas publik dan lainnya akan mudah terpenuhi,” kata Kasmidi.
Pantai Sekerat dan pantai Jepu Jepu yang selama ini hanya dikunjungi warga sekitar atau wisatawan dari Sangatta dan sekitarnya, karena keterbatasan akses jalan, kemungkinan bisa ramai ke depannya.
Melalui komitmen CSR-nya perusahan semen pasti mau membantu pembangunan jalan menuju lokasi wisata Pantai Sekerat hingga Pantai Jepu Jepu. Kalau sudah begitu, warga sekitar lagi yang akan diuntungkan.

“Jadi, tak hanya perusahaan yang diuntungkan, tapi juga masyarakat. Selain itu, perusahaan juga sudah berkomitmen terhadap lingkungan, termasuk menjaga ketersediaan air tetap terpenuhi, meski sebagian tebingnya dieksplorasi,” ungkap Kasmidi.
Begitu juga dengan Karst Sangkulirang-Mangkalihat yang sedang diusulkan menjadi cagar budaya dunia, tidak akan terganggu apalagi sampai diruntuhkan untuk menjadi pabrik semen.
Goa Tapak Tangan akan tetap ada dan menjadi warisan budaya di Kutim.
Keunikan lukisan dinding di karst Sangkulirang
Terlepas dari rencana pembangunan pabrik semen di Kaltim, karst Sangkulirang memang kerap menjadi perhatian publik.
Salah satunya karena lukisan dinding yang ada di karst Sangkulirang ini memiliki keunikan tersendiri.
Laporan yang terbit di jurnal Nature seperti dilansir Kompas.com mengatakan, lukisan dinding gua berupa banteng liar yang ada di Lubang Jeriji Saleh, area karst Sangkulirang-Mangkalihat, Kalimantan Timur berusia 40.000 tahun dan menjadi lukisan dinding gua tertua di dunia.
Gambar cadas yang ada di gua dengan ketinggian 320 meter di atas permukaan laut itu sekaligus merebut predikat gambar cadas tertua, yang sebelumnya dipegang oleh lukisan gua Sulawesi.
Maxime Aubert dari Griffith University, arkeolog yang menganalisis usia gambar dinding gua di Kalimantan dan Sulawesi mengatakan, lukisan figuratif di Kalimantan usianya 5.000 tahun lebih tua dibanding yang ditemukan di Maros, Sulawesi.
Lukisan gua berupa babi rusa itu diprediksi berusia 35.000 tahun. Lantas, apa beda keduanya?
Terkait hal tersebut, Pindi Setiawan yang ahli di bidang gambar cadas sekaligus dosen Institut Teknik Bandung (ITB) berkata pada Kompas.com ada empat persamaan dan perbedaan dari kedua lukisan dinding beda pulau itu.
Berikut rangkumannya:
- Masa pembuatan
Kedua lukisan gua yang ada di Kalimantan dan Sulawesi merupakan hasil karya yang dibuat di zaman es.
- Material pembuatan gambar
Lukisan dinding gua yang ada di Sulawesi dan Kalimantan terbuat dari oker jenis hematit.
- Gaya menggambar
Meski dibuat di masa dan dengan material yang sama, keduanya memiliki gaya penggambaran yang berbeda. Hal ini terlihat jelas pada gambar cap tangan dan gambar hewan.
Menurut Pindi, gambar hewan yang ditemukan di Maros, Sulawesi, tidak diwarnai penuh tetapi diarsir. Hal tersebut berbeda dengan temuan gambar banteng liar di Kalimantan, yang menurut Pindi orang purba di masa lalu mewarnai gambar tersebut penuh dan tidak diarsir.
Kemudian, cap tangan di Kalimantan banyak yang digabungkan dengan bentuk lain. Misalnya, di bagian telapak tangan pada gambar diberi goresan garis, digambari hewan, atau orang. Hal ini berbeda dengan cap telapak tangan Sulawesi yang polos.
"Kemudian yang di Kalimantan, gambar cap tangannya seperti diatur. Telapak tangan (dibuat) berjejer seperti tari kecak, ada yang satu deret (berisi) 30 (cap tangan). Di Maros juga ada yang dikomposisikan seperti itu, tapi jarang," imbuhnya.
"(Lukisan dinding) yang di Kalimantan memang cenderung lebih senang mengkomposisikan cap tangan".
- Bentuk cap tangan
Kalau orang Kalimantan kuno lebih senang menghiasi cap tangannya dengan gambar lain, orang Sulawesi kuno cenderung suka menggambar cap tangan yang runcing di bagian kuku.
"Jadi seperti kuku yang panjang. Di Kalimantan, beberapa cap tangan juga ada yang runcing, tapi tidak sebanyak yang di Maros," ujar Pindi.
- Bentuk hewan
Banyak gambar hewan purba yang ditemukan di lukisan dinding gua Kalimantan dan Sulawesi. Namun, hewan di kedua lokasi berbeda jenis, tergantung pada habitat aslinya.
Misalnya, di Kalimantan lebih banyak ditemukan gambar hewan-hewan besar seperti banteng, beruang, babi hutan, rusa, dan tampir.
Sementara di Maros binatangnya hanya anoa dan babi hutan khas Sulawesi yang bentuknya berbeda dengan di Kalimantan.
- Gambar tumbuhan
"Kemudian kalau di Kalimantan, dia menggambar sarang madu dan sarang lebah, di Maros sampai sekarang kita belum menemukan daun-daunan dan sarang lebah," ujarnya.
Menurut Pindi, perbedaan dan persamaan gambar di kedua tempat tersebut ditentukan oleh lingkungan, budaya, dan kecenderungan masing-masing lokasi.
(TribunKaltim.co/Doan Pardede)