Ibu Kota Baru
Pemindahan Ibu Kota Baru, Tim BPN/ATR Mulai Lakukan Identifikasi Lapangan di Kecamatan Sepaku PPU
Tim BPN/ATR Mulai Lakukan Identifikasi Lapangan di Kecamatan Sepaku Penajam Paser Utara terkait pemindahan ibu kota negara.
Penulis: Heriani AM | Editor: Rita Noor Shobah
"Syaratnya, tanah harus dibangun dalam dua tahun, jika tidak dibangun, sertifikatnya akan dicabut. Rumah tidak boleh satu lantai, minimum 2 lantai. Tidak boleh juga tinggi-tinggi, maksimum 6 lantai," ujar Jokowi.
Rencana menjual tanah tersebut menjawab kritik sejumlah kalangan karena mempertanyakan sumber pendanaan pembangunan ibu kota baru.
Sebagai mana diketahui, pemerintah telah mengumumkan ibu kota baru berlokasi di Kalimantan Timur, tepatnya di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Jakarta, Senin (26/8).
Pemerintah pun menyebutkan, anggaran yang dibutuhkan untuk membangun ibu kota baru mencapai Rp 466 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, hanya 19,2 persen sumber pendanaan menggunakan APBN.
Sementara porsi terbesar bersumber dari Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) sebesar 54,6 persen dari keseluruhan dana yang dibutuhkan. Adapun 26,2 persen sisanya bakal mengandalkan investasi swasta.
"Sebenarnya saya sudah tanya Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani. Bu, ini menurut Bappenas, dana yang dari APBN sekitar 19 persen, bagaimana?
'Lalu ibu Sri Mulyani bilang, wah itu kecil pak. Silakan lanjut.' Jadi saya lanjutkan," kata Jokowi sembari berseloroh "Biasanya ibu Menkeu, kalau minta dana, langsung keluar 10 kalkulator. Tapi ini, tidak."
"Kalau harga Rp 2 juta per meter (kali 30 ribu hektare = 300 juta meter, Red), maka pemerintah akan mendapat Rp 600 triliun.
Apalagi kalau dijual Rp 3 juta per meter, kita sudah mendapat Rp 900 triliun. Tapi kita tidak untuk mencari untung. Ingat tanah ibu kota ini, tanah negara, jadi tidak perlu membeli," ujar Presiden Jokowi. (*)