Singgung Alasan Dibentuk, Ahok Pernah Sebut KPK Bisa Saja Dibubarkan, Berarti 2 Institusi Sudah Baik

Terkait revisi UU KPK, sebagian pihak menilai revisi UU KPK ini dianggap akan melemahkan bahwa bisa 'membunuh' KPK. Begini pendapat Ahok

Penulis: Doan Pardede | Editor: Cornel Dimas Satrio Kusbiananto
Kolase YouTube
Saat masih menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau juga dikenal dengan panggilan Ahok juga pernah menyoroti Komisi-Komisi yang ada di Indonesia, termasuk KPK. 

TRIBUNKALTIM.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) kini tengah menjadi sorotan publik.

Setidaknya ada dua isu yang membuat KPK kini menjadi perhatian, yakni seputar pimpinan KPK yang baru saja terpilih dan revisi UU KPK.

Terkait revisi UU KPK, sebagian pihak menilai revisi UU KPK ini dianggap akan melemahkan bahwa bisa 'membunuh' KPK.

Setelah Presiden Jokowi menyatakan sikapnya tentang revisi UU KPK, komentar yang datang juga semakin tajam.

Diketahui, sebelumnya Badan Legislasi (Baleg) DPR menyusun beberapa poin untuk merevisi UU KPK yang oleh sebagian orang melemahkan fungsi KPK.

Dikutip dari kpk.go.id, Jumat (13/9/2019), revisi dari DPR disebut menimbulkan persoalan sebagai berikut:

1. Independensi KPK terancam

2. Penyadapan dipersulit dan dibatasi

3. Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR

4. Sumber penyelidik dan penyidik dibatasi

5. Penuntutan perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung

6. Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria

7. Kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas

8. Kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan

9. KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan

10. Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dipangkas

Tanggapan Jokowi

Jokowi menyampaikan empat poin penolakan terhadap revisi UU KPK yang diajukan oleh DPR.

Jokowi menyebutkan, KPK harus tetap menjadi lembaga terkuat dalam pemberantasan korupsi.

Hal itu disampaikan Jokowi saat jumpa pers di Istana Kepresidenan, dalam saluran YouTube KOMPASTV, Jumat (13/9/2019).

Menurut Jokowi, substansi revisi UU KPK yang tidak ia setujui berpotensi mengurangi efektivitas kerja KPK.

"Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi RUU (revisi-red) inisiatif DPR ini yang berpontensi mengurangi efektivitas tugas KPK," ucap Jokowi.

Poin pertama revisi UU KPK yang tidak disetujui Jokowi yakni tentang kewajiban KPK memperoleh izin pihak eksternal untuk melakukan penyadapan.

"Yang pertama, saya tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan."

"Misalnya harus izin ke pengadilan, tidak (perlu). KPK cukup memperoleh izin internal dari dewan pengawas untuk menjaga kerahasiaan," ujar Jokowi.

Jokowi lantas menyebutkan poin kedua yang tidak ia setujui dari revisi UU KPK yang diajukan DPR.

"Yang kedua, saya juga tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja," lanjut Jokowi.

Jokowi menyampaikan, penyelidik dan penyidik KPK harus melalui prosedur rekrutmen yang benar.

"Penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN (Aparatur Sipil Negara) yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya."

"Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar," ungkap Jokowi.

Lebih lanjut, Jokowi menyoroti tentang kewajiban KPK yang wajib koordinasi dengan Kejaksaan Agung.

Menurutnya, saat ini sistem penuntutan KPK sudah baik.

"Yang ketiga saya juga tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan kejaksaanjagung dalam penuntutan."

"Karena sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik, sehingga tidak perlu diubah lagi," ucap Jokowi.

Mantan Wali Kota Solo itu lantas menyinggung perihal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

"Yang keempat, saya juga tidak setuju perihal pengolahan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK (dan) diberikan kepada kementrian atau lembaga lain, tidak, saya tidak setuju," tegas Jokowi.

"Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini," lanjutnya.

Simak video selengkapnya berikut ini menit 1.00:

Pimpinan KPK serahkan mandat lembaganya ke Presiden

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menyerahkan mandat pengelolaan lembaga antirasuah itu ke Presiden Joko Widodo.

"Oleh karena itu setelah kami mempertimbangkan situasi yang semakin genting, maka kami pimpinan sebagai penanggung jawab KPK dengan berat hati, kami menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK ke Bapak Presiden," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers, Jumat (13/8/2019).

Agus mengatakan, pimpinan KPK menunggu tanggapan Presiden apakah mereka masih dipercaya memimpin KPK hingga akhir Desember atau tidak.

"Mudah-mudahan kami diajak Bapak Presiden untuk menjawab kegelisahan ini. Jadi demikian yang kami sampaikan semoga bapak Presiden segera mengambil langkah penyelamatan," katanya.

Agus merasa, saat ini KPK diserang dari berbagai sisi, khususnya menyangkut revisi Undang-Undang KPK.

Ia menilai KPK tidak diajak berdiskusi oleh pemerintah dan DPR dalam revisi tersebut.

Busyro Muqqodas sebut sikap Presiden bisa membunuh KPK

Soal Revisi UU KPK, Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas Kritik Pegawai KPK Harus ASN

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M Busyro Muqoddas menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo yang menyetujui adanya revisi UU KPK no 30 tahun 2002 yang dianggap akan melemahkan KPK.

Walaupun Presiden Joko Widodo sudah menyatakan tidak menyetujui beberapa poin draft revisi, namun ada tiga poin yang tidak mendapatkan perhatian dari Presiden Joko Widodo, yang dianggap M Busyro Muqoddas bisa membunuh KPK.

Tiga poin tersebut adalah Pembentukan Dewan Pengawas KPK, kewenangan SP3 untuk menghentikan kasus, dan mengubah status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Pegawai KPK harus ASN, itu pembunuhan. KPK itu dibentuk dengan mempunyai hak sendiri untuk merekrut pegawai yang itu berbasis pada masyarakat. Itu ada UU-nya," ujar M Busyro Muqoddas, Sabtu (14/9/2019).

Pegawai yang diambil dari masyarakat sipil tersebut dilatih untuk menjadi periset, penganalisis, dan penyidik.

"Kita training salah satunya latihan mental dengan Kopassus. Hasilnya bisa independen karena tidak ada nilai-nilai dan budaya ASN di internal KPK," lanjut pria kelahiran Yogyakarta ini.

Bahkan untuk menjaga independensi, beberapa penyidik yang berasal dari Polri pun harus menanggalkan keanggotaannya ketika ingin menjadi pegawai tetap KPK.

"Ada 26 anggota Polri yang menjadi penyidik tetap KPK. Kita berunding dengan Kapolri Timur Pradopo dan setuju. Lalu ada 26 orang yang mencopot keanggotaan Polri-nya," ucapnya.

Untuk itu, M Busyro Muqoddas pun menyayangkan jika saat ini KPK dipimpin oleh Irjen Pol Firli Bahuri yang merupakan polisi aktif.

"Ini pembunuhan KPK secara perlahan seperti menggunakan kursi listrik dan disetrum perlahan-lahan, tapi lama-lama mati juga. Budaya asli sebagai lembaga independen akan hilang," lanjutnya.

M Busyro Muqoddas juga menilai, keberadaan dewan pengawas yang dibentuk oleh presiden tidak mempunyai tujuan pembentukan yang jelas.

"Dewan pengawas itu tidak ada urusannya dengan DPR dan pemerintah. Tapi dewan pengawas ini dibentuk oleh presiden dan siapapun presidennya adalah petugas parpol. Dan elite parpol pasti mempunyai kepentingan bisnis," ucapnya.

Ahok sebut KPK bisa saja dibubarkan

Tahun 2013 lalu, tepatnya saat masih menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau juga dikenal dengan panggilan Ahok juga pernah menyoroti Komisi-Komisi yang ada di Indonesia, termasuk KPK.

Ahok menyebut, KPK dibentuk karena kepercayaan terhadap institusi Polri dan Kejaksaan kurang baik. Maka otomatis, bila kedua institusi tersebut sudah lebih baik maka KPK tah lagi diperlukan.

"Kenapa sih harus ada KPK? karena kita tidak percaya sama Jaksa dan Polisi kan. Setelah reformasi kan. Dibentuklah KPK Kalau Jaksa dan Polisi sudah beres, perlu nggak KPK? tentu nggak perlu. Tapi karena kita yakin supaya lebih baik maka ada KPK," kata Ahok.

Berikut videonya :

(TribunKaltim.co/Doan Pardede)

Tonton juga:

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved