Citra Satelit dan Data Intelejen Jadi Alasan AS Tuduh Iran Dalang Serangan Drone di Aramco
Tuduhan Pemerintah Amerika Serikat bahwa Iran berada di balik serangan drone di pabrik minyak Arab Saudi, Aramco.
TRIBUNKALTIM.CO,WASHINGTON DC-Tuduhan Pemerintah Amerika Serikat bahwa Iran berada di balik serangan drone di pabrik minyak Arab Saudi, Aramco.
Tuduhan Amerika Serikat ini mulai dibuktikan dengan menyuguhkan citra satelit dan data intelijen untuk mendukung klaim bahwa Iran dalang serangan drone tersebut
Sebelumnya, dalam serangan yang berlangsung Sabtu pekan lalu (14/9/2019), kelompok pemberontak asal Yaman, Houthi, mengklaim sebagai yang bertanggung jawab.
8
Namun sumber dari pejabat AS kepada media internasional mengatakan, kecil kemungkinan serangan drone pabrik minyak Aramco didalangi Houthi.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyalahkan Iran atas serangan terhadap fasilitas yang dikelola oleh pemerintah Saudi tersebut.
Namun dikutip BBC Senin (16/9/2019), Pompeo tak memberikan bukti serangan, dan membuat Teheran menuduh AS sudah membuat kebohongan.
Kemudian dalam kicauan Minggu (15/9/2019), Presiden Donald Trump mengisyaratkan bakal mengerahkan militer jika pelakunya telah diketahui.
"Kami yakin sudah tahu pelakunya. Kami siap untuk menembak begitu sudah ada verifikasi," kata presiden berusia 73 tahun itu di Twitter.
Pejabat anonim AS itu menuturkan ada 19 titik pada target, dan serangan drone ke Aramco itu berasal dari wilayah barat-utara-barat.
Menurut sumber intelijen, wilayah itu bukan dikuasai Houthi di Yaman, yang berlokasi di sebelah barat daya pabrik minyak Aramco yang jadi lokasi serangan.
Si pejabat anonim kemudian menjelaskan berdasarkan kerusakan di Abqaiq maupun Khurais, serangan nampaknya berasal dari utara Teluk, antara Irak atau Iran.
Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi membantah dan menyatakan bahwa Pompeo dalam percakapan telepon menjamin AS yang mendukung Baghdad.
Pejabat itu melanjutkan, campuran antara drone dengan misil penjelajah dikerahkan untuk menyerang kilang Aramco. Namun tak semuanya mencapai target.
Media Australia ABC mengutip keterangan sumber lain seperti dilansir Kompas.Com, yang menerangkan bahwa Trump sudah diberi tahu ada kemungkinan Iran menjadi dalangnya.
Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengatakan tidak jelas siapa yang menyerang. Namun jelas perbuatan itu melanggar hukum internasional.
Irak melalui juru bicara kementerian luar negeri Abbas Mousavi menuding intelijen maupun pemerintah AS ingin membenarkan aksi mereka.
Sementara salah satu komandan Garda Revolusi Iran menyebut negaranya siap untuk terlibat perang skala besar jika konflik dengan AS muncul.
Komandan Amir Ali Hajizadeh memperingatkan mereka punya yang bisa meluluhlantakkan pangkalan maupun kapal perang AS dalam jarak 2.000 kilometer.
Senator Lindsey Graham, politisi Republik yang dekat dengan Presiden Donald Trump mendesak adanya serangan ke kilang minyak Iran sebagai balasan.
"Iran tak akan menghentikan perilaku ngawur mereka hingga kita memberi konsekuensi, seperti menyerang fasilitas mereka, untuk menghancurkan rezim itu," kata Graham di Twitter.
Hajizadeh kemudian menanggapi dengan mengancam mereka bisa menyerang balik jika Gedung Putih sampai menggunakan militer untuk membalas mereka.
Dia kemudian menyebut Pangkalan Al Udeid di Qatar, maupun Pangkalan Al Dhafra di Abu Dhabi, belum lagi kapal perang di Teluk dan Laut Arab sebagai target rudal mereka. (*)
Baca Juga
• Pusat Pabrik Minyak Saudi Aramco Terbakar Diserang Drone, Kelompok Pemberontak Akui Lakukan Serangan
• Pabrik Minyak Terbesar Arab Saudi Aramco Meledak Diserang Drone, Milisi Houthi Klaim Kirim 10 Drone
• Tak Terima Dituduh Serang Pabrik Minyak di Arab Saudi, Iran Nyatakan Siap Perang
• Jatuhkan 36 Ton Bom di Pulau Qanus, Cara Milter Amerika Serikat Basmi Anggota Isis