Darurat Kabut Asap
Peran Brimob Polda Kaltim Tangani Karhutla dan Dugaan Pengendara Buang Puntung Rokok di Areal Kering
BKO Polres Penajam Paser Utara dalam satgas Pemadaman karhutla langsung menuju ke lokasi dan bersama anggota Polres PPU serta BPBD Penajam Paser Utara
Penulis: Aris Joni | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, PENAJAM - Kasus kebakaran hutan dan lahan masih terus terjadi di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur.
Kondisi hutan dan lahan yang mengering diperparah angin kencang yang kerap bertiup di wilayah Penajam Paser Utara, memudahkan lahan mudah terbakar.
Kebakaran hutan dan lahan, kembali terjadi di wilayah Desa Giripurwa Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur, Rabu (18/9/2019).
Meski petugas dan masyarakat berupaya memadamkan api dengan peralatan seadanya, api sulit ditaklukan karena kondisi angin kencang yang melanda wilayah itu.
Anggota Batalyon A Pelopor satuan Brimob Polda Kaltim yang dipimpin Bripka Slamet Widodo yang berstatus BKO Polres Penajam Paser Utara dalam satgas Pemadaman karhutla langsung menuju ke lokasi dan bersama anggota Polres PPU serta BPBD PPU bantu masyarakat untuk memadamkan hutan dan lahan yang terbakar.
"Kebakaran di wilayah Giripurwa PPU diduga disebabkan pengendara yang membuang puntung rokok saat melintas di areal kering.
Karena disekitar itu tidak ada petani yang sedang mengerjakan kebun," ujar Danyon A Pelopor Satbrimob Polda Kaltim AKBP Gunawan Tri Laksono kepada Tribunkaltim.co pada Rabu, (18/9/2019)
Sementara itu, Dansat Brimob Polda Kaltim Kombes Pol Mulyadi menanggapi bahwa kecepatan bertindak dan koordinasi yang solid terbukti mampu mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah Giripurwa Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
“Kami berharap agar masyarakat sadar akan pentingnya melestarikan hutan dan lahan, selain itu membakar hutan atau lahan baik sengaja maupun tidak dapat menimbulkan asap dan polusi udara sehingga menyebabkan berbagai penyakit seperti gangguan pernafasan.
Mari kita bersama-sama menjaga dan memelihara lingkungan demi masa depan anak cucu kita agar terhindar dari bencana." ungkap Kombes Mulyadi.
Kali ini kebakaran Hutan dan Lahan atau karhutla di lahan gambut di RT 11 dan RT 12 Kelurahan Petung dan RT 03 Desa Giripurwa.
Ini lokasi di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur ternyata berada ditengah hutan yang aksesnya sulit dijangkau.
Kendaraan pemadam hanya mampu berada di pinggir lokasi lahan yang terbakar.
Sedangkan titik api dan asapnya berada ditengah-tengah lahan dan tidak dapat dimasuki kendaraan roda empat.
Jalan sempit, berpasir dan bergunung menjadi kendala tersendiri dalam hal akses mobilisasi peralatan menuju titik kebakaran.
Hal itu diungkapkan langsung, kasubbid Logistik dan Peralatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Penajam Paser Utara, Nurlaila kepada Tribunkaltim.co, di lokasi kebakaran lahan gambut, Selasa (17/9/2019).
Dikatakan Nurlaila, kendala utama dalam proses penanganan karhutla ini adalah sulitnya akses masuk dan sumber air.
Apalagi mematikan asap di bagian tengah, petugas harus menyalurkan selang hingga sepanjang 500 meter karena tidak dapat dimasuki kendaraan.
"Hampir setengah kilo untuk menarik selang saja, sangking dalamnya," ujar Nurlaila.
Lanjut dia, sedangkan untuk sumber air hanya memanfaatkan saluran primer yang ada di sepanjang lokasi kebarakaran, namun tercukupi, hanya saja jarak air ke titik api yang masih terlalu jauh.
"Disini memang ada saluran primer di sekitar lokasi yang bisa kita manfaatkan," ungkapnya.
Diketahui, dalam penanganan karhutla tersebut, jumlah peralatan yang disediakan, diantaranya, untuk BPBD Penajam Paser Utara menyediakan 16 unit pompa air portable, selang pemadam dan tiga unit motor traill.
Kemudian dari Polres PPU menyediakan satu unit mobil rantis dan 10 unit motor raimas. Selanjutnya, dari Kodim 0913/PPU menyediakan satu unit truk TNI dan lima unit motor traill.
Lalu, dari Dinas Pertanian PPU menyediakan satu unit mobil pemadam.
Sedangkan PMK menyediakan dua unit mobil pemadam. Dan terakhir, Manggala Agni menyediakan tiga unit motor traill.
Sisi lainnya, sudah lima hari ini, sejak Jumat, Bandara Kalimarau, Berau, Kalimantan Timur tidak beroperasi lantaran jarak pandang kurang dari 1 kilometer.
Jarak pandang yang rendah membuat aktivitas penerbangan di Bandara Kalimaru, Berau ini menjadi lumpuh, akibat kabut asap dari karhutla.
Kondisi ini, menurut Kepala Seksi Teknik dan Operasional Bandara Kalimarau, Budi Sarwanto hampir sama seperti yang terjadi di tahun 2015 lalu.
Di mana aktivitas penerbangan yang lumpuh, membuat arus penumpang dari dan menuju Bandara Kalimarau yang biasanya rata-rata mencapai 600 penumpang per hari, dalam empat hari terakhir jadi tidak ada penumpang sama sekali.
“Ini sudah hari kelima, sama seperti kemarin, hari ini masih belum ada perubahan bahkan hari ini, kabut asap semakin pekat dari hari kemarin.
Jarak pandang di Kalimarau masih di bawah 800 meter sehingga operasional bandara belum bisa dijalankan,” kata Budi Sarwanto kepada Tribunkaltim.co, Selasa (17/9/2019).
Budi mengatakan, jarak pandang minimal untuk operasional di Bandara Kalimarau, minimal 3,5 kilometer.
Akibat kabut asap ini, praktis nyaris tidak ada kegiatan di bandara.
“Tapi kami tetap ngantor, avsec (aviation security atau keamanan bandara) tetap berjaga,” ujar Budi.
Diakuinya, selama lima hari ini tidak ada penerbangan, membuat masyarakat yang datang ke bandara merasa kecewa.
Namun pihaknya tidak dapat berbuat banyak, lantaran kabut asap ini merupakan bencana yang di luar prediksi.
Sebagian masyarakat yang bepergian dari Berau menggunakan jasa transportasi darat menuju Samarinda dan Balikpapan.
“Dari Berau, yang paling banyak tujuan ke Balikpapan. Kalau kondisi cuaca begini, jalan darat sekitar 17 jam ke Samarinda,” ungkapnya.
Budi mengatakan, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan bandara lain di Kalimantan Timur.
Seperti Samarinda dan Balikpapan.
“Bandara yang masih beroperasi hanya di Balikpapan,” imbuhnya.
Budi berharap, Satgas Kebakaran Hutan dan Lahan mendapat kemudahan untuk memadamkan api yang membakar hutan dan lahan di sejumlah kecamatan.
“Karena kebakaran hutan dan lahan lumayan banyak, sehingga mereka kewalahan,” tandasnya.
Di terminal keberangkatan penumpang Bandara Kalimarau, sejumlah calon penumpang hanya pasrah, menunggu dan berharap, kabut asap segera berakhir.
Suryani, salah satu calon penumpang pesawat mengatakan, dirinya memang baru membeli tiket pesawat melalui aplikasi di telepon selulernya tiga hari lalu.
“Saya kira dalam dua atau tiga hari lagi, cuaca akan normal. Tapi hari in sepertinya bakalan lama kabut asapnya,” kata Suryani yang berencana menuju Surabaya melalui Balikpapan ini. Kali ini kebakaran Hutan dan Lahan atau karhutla di lahan gambut di RT 11 dan RT 12 Kelurahan Petung dan RT 03 Desa Giripurwa.
Ini lokasi di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur ternyata berada ditengah hutan yang aksesnya sulit dijangkau.
Kendaraan pemadam hanya mampu berada di pinggir lokasi lahan yang terbakar. Sedangkan titik api dan asapnya berada ditengah-tengah lahan dan tidak dapat dimasuki kendaraan roda empat.
Jalan sempit, berpasir dan bergunung menjadi kendala tersendiri dalam hal akses mobilisasi peralatan menuju titik kebakaran.
Hal itu diungkapkan langsung, kasubbid Logistik dan Peralatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Penajam Paser Utara, Nurlaila kepada Tribunkaltim.co, di lokasi kebakaran lahan gambut, Selasa (17/9/2019).
Dikatakan Nurlaila, kendala utama dalam proses penanganan karhutla ini adalah sulitnya akses masuk dan sumber air.
Apalagi mematikan asap di bagian tengah, petugas harus menyalurkan selang hingga sepanjang 500 meter karena tidak dapat dimasuki kendaraan.
"Hampir setengah kilo untuk menarik selang saja, sangking dalamnya," ujar Nurlaila.
Lanjut dia, sedangkan untuk sumber air hanya memanfaatkan saluran primer yang ada di sepanjang lokasi kebarakaran, namun tercukupi, hanya saja jarak air ke titik api yang masih terlalu jauh.
"Disini memang ada saluran primer di sekitar lokasi yang bisa kita manfaatkan," ungkapnya.
Diketahui, dalam penanganan karhutla tersebut, jumlah peralatan yang disediakan, diantaranya, untuk BPBD Penajam Paser Utara menyediakan 16 unit pompa air portable, selang pemadam dan tiga unit motor traill.
Kemudian dari Polres PPU menyediakan satu unit mobil rantis dan 10 unit motor raimas. Selanjutnya, dari Kodim 0913/PPU menyediakan satu unit truk TNI dan lima unit motor traill.
Lalu, dari Dinas Pertanian PPU menyediakan satu unit mobil pemadam.
Sedangkan PMK menyediakan dua unit mobil pemadam. Dan terakhir, Manggala Agni menyediakan tiga unit motor traill.
Sisi lainnya, sudah lima hari ini, sejak Jumat, Bandara Kalimarau, Berau, Kalimantan Timur tidak beroperasi lantaran jarak pandang kurang dari 1 kilometer.
Jarak pandang yang rendah membuat aktivitas penerbangan di Bandara Kalimaru, Berau ini menjadi lumpuh, akibat kabut asap dari karhutla.
Kondisi ini, menurut Kepala Seksi Teknik dan Operasional Bandara Kalimarau, Budi Sarwanto hampir sama seperti yang terjadi di tahun 2015 lalu.
Di mana aktivitas penerbangan yang lumpuh, membuat arus penumpang dari dan menuju Bandara Kalimarau yang biasanya rata-rata mencapai 600 penumpang per hari, dalam empat hari terakhir jadi tidak ada penumpang sama sekali.
“Ini sudah hari kelima, sama seperti kemarin, hari ini masih belum ada perubahan bahkan hari ini, kabut asap semakin pekat dari hari kemarin.
Jarak pandang di Kalimarau masih di bawah 800 meter sehingga operasional bandara belum bisa dijalankan,” kata Budi Sarwanto kepada Tribunkaltim.co, Selasa (17/9/2019).
Budi mengatakan, jarak pandang minimal untuk operasional di Bandara Kalimarau, minimal 3,5 kilometer.
Akibat kabut asap ini, praktis nyaris tidak ada kegiatan di bandara.
“Tapi kami tetap ngantor, avsec (aviation security atau keamanan bandara) tetap berjaga,” ujar Budi.
Diakuinya, selama lima hari ini tidak ada penerbangan, membuat masyarakat yang datang ke bandara merasa kecewa.
Namun pihaknya tidak dapat berbuat banyak, lantaran kabut asap ini merupakan bencana yang di luar prediksi.
Sebagian masyarakat yang bepergian dari Berau menggunakan jasa transportasi darat menuju Samarinda dan Balikpapan.
“Dari Berau, yang paling banyak tujuan ke Balikpapan. Kalau kondisi cuaca begini, jalan darat sekitar 17 jam ke Samarinda,” ungkapnya.
Budi mengatakan, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan bandara lain di Kalimantan Timur.
Seperti Samarinda dan Balikpapan.
“Bandara yang masih beroperasi hanya di Balikpapan,” imbuhnya.
Budi berharap, Satgas Kebakaran Hutan dan Lahan mendapat kemudahan untuk memadamkan api yang membakar hutan dan lahan di sejumlah kecamatan.
“Karena kebakaran hutan dan lahan lumayan banyak, sehingga mereka kewalahan,” tandasnya.
Di terminal keberangkatan penumpang Bandara Kalimarau, sejumlah calon penumpang hanya pasrah, menunggu dan berharap, kabut asap segera berakhir.
Suryani, salah satu calon penumpang pesawat mengatakan, dirinya memang baru membeli tiket pesawat melalui aplikasi di telepon selulernya tiga hari lalu.
“Saya kira dalam dua atau tiga hari lagi, cuaca akan normal. Tapi hari in sepertinya bakalan lama kabut asapnya,” kata Suryani yang berencana menuju Surabaya melalui Balikpapan ini.
(Tribunkaltim.co/Aris Joni)