G30S/PKI, Dugaan Kudeta Merangkak Mayjend Soeharto dan Pembangkangan Perintah Soekarno
Peristiwa G30S/PKI sarat dengan kontroversi. Termasuk dugaan Kudeta Merangkak yang dilakukan Mayjend Soeharto terhadap Presiden Soekarno
Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Rita Noor Shobah
Kudeta Merangkak yang dilakukan Mayjen Soeharto dan kawan-kawannya dilalui dengan empat tahap.
• Kisah Kiriman Patung dari Sosok Misterius Kepada Soeharto Sebelum Pecahnya G30S/PKI
• Kesaksian Dokter Pemeriksa Para Jenderal Korban G30S, Tak Seperti Cerita di Film dan Berita Media
Tahap I: 1 Oktober 1965
Terjadinya suatu aksi penculikan dan pembunuhan beberapa Jenderal TNI AD oleh kelompok G30S yang dipimpin oleh Letkol Untung dengan pasukan AD (berseragam Cakrabirawa/pasukan pengawal presiden).
Pada hari itu juga melalui kantor penyiaran Radio Republik Indonesia (RRI), Letkol Untung mengumumkan tentang dibentuknya Dewan Revolusi dan juga tentang Kabinet Dwikora demisioner.
Demisioner adalah sebuah keadaan dimana seseorang tidak memiliki kekuasaan lagi
Padahal hanya presidenlah yang berwenang mendemisioner kabinetnya.
Tahap II : 12 Maret 1966
Letjen Soeharto sebagai pengemban Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret, membubarkan PKI.
Padahal Presiden dan pimpinan parpol lah yang berwenang membubarkan partai politik.
Tahap III: 18 Maret 1966
Letjen Soeharto memerintahkan penangkapan 16 Menteri Kabinet Dwikora, yang merupakan kelanjutan aksi mendemisionerkan kabinet.
Tahap IV: 7 Maret 1967
Pencabutan kekuasaan Presiden RI, mandataris MPRS, Panglima ABRI, PBR (Panglima Besar Revolusi) Dr Ir Soekarno oleh MPRS dengan Tap MPRS XXXIII/1967 yang diketuai oleh Jenderal AH Nasution.
Sedangkan Tap MPRS XXXIII/1967 tersebut jelas inskonstitusional karena hanya MPR hasil Pemilu yang berwenang memberhentikan Presiden.
"Kesimpulan saya, G30S adalah nama grup atau kelompok yang kenyataannya adalah bagian dari Dewan Jenderal (Soeharto dkk).
Merekalah kelompok G30S yang mengawali gerakan atau aksi dari Kudeta Merangkak tersebut," tulis Sukmawati Soekarnoputri.
Dalam situasi dan kondisi mendesak, maka Presiden Soekarno pada waktu itu mengkaji, menganalisis, dan menyimpulkan bahwa G30S terjadi karena tiga sebab.
Tiga sebab tersebut yaitu keblingernya pimpinan PKI, kelihaian Nekolim, dan adanya oknum-oknum yang tidak benar.
Sukmawati Soekarnoputri pun meneliti dan mempelajari referensi dan buku tentang peristiwa itu, baik di dalam maupun luar negeri.
Presiden Soekarno pada waktu itu menyebutkan Gestok (Gerakan Satu Oktober) untuk gerakan aksi penculikan dan pembunuhan yang dilanjutkan dengan pengumuman terbentuknya Dewan Revolusi sekaligus mendemisionerkan Kabinet Dwikora.
Ketua Umum PNI & Marhaenisme ini menambahkan, seharusnya Presiden Soekarno menyatakan bahwa Kudeta G30S/PKI terjadi karena 3 sebab.
Sukmawati Soekarnoputri menggarisbawahi pidato Soekarno dalam sidang Kabinet Dwikora di Istana Bogor 6 Oktober 1965.
"G30S itu salah dan yang dituju adalah saya.
Dengan terjadinya peristiwa itu maka revolusi Indonesia mundur 20 tahun."
Apakah Soekarno tahu dengan apa yang sebenarnya terjadi?
Soekarno menyinggung soal apa yang telah dan sedang terjadi dengan mengatakan 'Saya dulu pernah membaca bukunya Hitler "Mein Kampf" dan disitu termuat ada 200 cara untuk menggulingkan pemerintah yang sah"
Letkol Untung yang sudah divonis hukuman mati oleh Mahkamah militer luar biasa dan sudah dieksekusi tetap pada pendiriannya.
Menolak tuduhan berniat menggulingkan pemerintahan dan melakukan pemberontakan senjata.
Letkol Untung tidak menyadari bahwa yang telah dilakukannya dengan kelompok G30S/PKI suatu awal kudeta.
"Bahkan agaknya dia tidak paham dengan arti kata demisioner," tulis Sukmawati Soekarnoputri.
Menurut Subandrio, Letkol Untung pernah mengungkapkan kekecewaannya pada peristiwa 1 Oktober 1965 karena Mayjend Soeharto (Pangkostrad waktu itu) telah ingkar janji untuk membantu aksi kudeta awal dari G30S/PKI.
Keblingernya pimpinan PKI dapat ditujukan pada Ketua Umum PKI Dipa Nusantara Aidit atau Ketua Biro Khusus, Syam.
Syam, menurut komentar dari beberapa penulis merupakan sosok misterius.
Dia yang tadinya dikenal sebagai informan Angkatan Darat tiba-tiba memposisikan sebagai Ketua biro khusus.
Supersemar yang dimandatkan kepada Letjen Soeharto, merupakan 'surat tes' kesetiaan dan kepatuhan Jenderalnya kepada Presiden.
Tanpa Supersemar Letjen Soeharto sudah didukung pemerintah Amerika Serikat untuk menggantikan Soekarno dengan ditodong oleh rudal armada VII.
Soekarno dianggap musuh no.1 bagi Amerika karena suka marah pada Amerika atas terjadinya perang Vietnam dan sangat menentang.
Amerika sangat benci itu karena Soekarno dianggap bersekutu dengan pimpinan Vietnam Ho Chi Minh.
Dengan segala kelihaian, mereka mengadakan kudeta di beberapa negara non blok.
Hingga sampai Indonesia (1965-1967) dengan sukses melaksanakan Neo Kolonialisme Imperialisme (Neokolim). (*)
(TribunKaltim.co/Rafan A Dwinanto)