Darurat Kabut Asap

Jarak Pandang Sudah di Atas 5 Kilometer, BMKG Berau Mengakhiri Peringatan Dini Kabut Asap

BMKG Berau, Tekad Sumardi menjelaskan, masa darurat kabut asap ini diakhiri setelah dua hari berturut-turut, kabut asap berkurang dan jarak pandang.

Editor: Budi Susilo
TribunKaltim.Co/Geafry Necolsen
Tugboat penarik tongkang batu bara di Berau Kalimantan Timur pada Senin (23/9/2019) pagi. Kabut asap yang sejak bulan Agustus 2019 lalu menyelimuti wilayah Berau, akhirnya berangsur normal. Jatak pandang punencapai 5 kilometer dan masyarakat kembali melakukan aktivitasnya seperti biasa. 

Meski kabut asap pada hari Rabu (18/9/2019) sudah mulai berkurang, namun pihaknya tetap belum mencabut status cuaca ekstrem kabut asap, dan mengatakan layanan penerbangan masih belum beroperasi.

"Karena jarak pandang masih 1.500 meter," ujarnya.

Kemudian pada 20 September 2019, BMKG Berau kembali memperpanjang peringatan dini kabut asap hingga 24 September namun masa darurat kabut asap ini berakhir lebih awal.

Di tempat terpisah, fenomena perubahan warna langit merah di Desa Pulau Mentaro, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi yang terjadi pada Sabtu (21/9/2019) mulai pukul 10.42 WIB menjadi viral.

Perubahan warna ini bahkan sempat membuat warga setempat tidak berani keluar rumah, di samping karena kondisi udara masih berasap.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG), Siswanto mengungkapkan bahwa warna merah yang tampak di langit Jambi merupakan adanya sejumlah titik panas dan sebaran asap yang sangat tebal.

"Hasil analisis citra satelit Himawari-8 tanggal 12 September di sekitar Muaro Jambi, tampak terdapat banyak titik panas dan sebaran asap yang sangat tebal," ujar Siswanto dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com pada Minggu (22/9/2019).

Menurutya, asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Muaro Jambi berbeda dari daerah lain yang juga mengalami kebakaran.

Sebab, daerah lain yang mengalami kebakaran pada nampak berwarna cokelat, sementara kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Muaro Jambi berwarna putih saat dilihat melalui satelit.

Warna putih ini mengindikasikan bahwa lapisan asap di Muaro Jambi sangat tebal. Hal ini dimungkinkan karena di daerah tersebut ada karhutla, terutama pada lahan-lahan gambut.

Selain itu, Siswanto menjelaskan bahwa tebalnya asap juga didukung oleh tingginya konsentras debu partikulat polutan berukuran kurang dari 10 mikron atau PM10.

"Hari ini, Sabtu (21/9/2019), tengah malam di Jambi, pengukuran konsentrasi PM10 = 373,9 ug/m3, menunjukkan kondisi tidak sehat," ujar Siswanto.

Sementara itu, kondisi polutan udara di Pekanbaru, Riau dilaporkan lebih parah, yakni konsentrasi debu polutan PM10 sebesar 406,4 ug/m3 yang termasuk kategori berbahaya.

Mengenal hamburan mie

Tak hanya itu, penyebab langit di Muaro Jambi menjadi kemerahan, karena adanya hamburan sinar matahari yang berukuran kecil atau dikenal dengan istilah hamburan mie.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved