Unjuk Rasa Tolak Revisi UU KPK dan RKUHP Rusuh, Anggota DPRD Kaltim Ini Jelaskan Kronologisnya

Perwakilan DPRD Kaltim Rusman Yakub menjelaskan, terjadinya kericuhan hanya persoalan berbeda pemahaman teknis saja.

Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM/CHRISTOPER D
TOLAK REVISI UU KPK - Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Kaltim Bersatu menggelar aksi tolak RUU KPK di depan DPRD Kaltim, Senin (23/9/2019). 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Aksi yang dilakukan oleh 3500 mahasiswa gabungan, dari masing-masing civitas perguruan tinggi yang berlangsung didepan Gedung DPRD Kaltim atau Provinsi Kalimantan Timur, pada Senin (23/9/2019), yang dimulai sejak pukul 09.00 Wita hingga sore hari ini terus berlanjut.

Aksi unjuk rasa tolak revisi UU KPK dan RKUHP yang berlangsung ricuh tersebut, dikarenakan adanya perbedaan pemahaman antara massa aksi, aparat dan anggota DPRD Kaltim.

Perwakilan DPRD Kaltim Rusman Yakub menjelaskan, terjadinya kericuhan hanya persoalan berbeda pemahaman teknis saja. 

"Bagaimana mau bertemu, belum ada pertemuan dengan mahasiswa saja seperti tadi kan di pertama, dia minta kita keluar oke kita keluar, eh malah begitu. Kita sudah sampaikan bahwa kita sesungguhnya siap menerima aspirasi mahasiswa, cobalah didengar dulu seharusnya," ujar Rusman, Senin (23/9/2019).

"Kita minta perwakilan, karena tidak mungkin kita layani seribuan orang di situ kan, efektivitas nya dari mana, kan begitu tapi tapi dia enggak mau," tambahnya.

Rusman menjelaskan, pihaknya tidak akan memahami apa yang diaspirasikan mahasiswa, bila massa terus beraspirasi sambil bersahut-sahutan.

"Kita belum tahu ini, hanya baru dalam bentuk tulisan aspirasi mereka, kita belum tau yang sesungguhnya apa mau mereka, oleh karena itu kami berinisiatif dari delapan fraksi keluar karena kami ingin merasakan sama seperti yang mereka rasakan, tapi mereka tidak mau ditemui, dan maunya harus masuk semua," lanjutnya menjelaskan.

Ia mengatakan, dengan mewakili 8 Fraksi mengaku siap megawal aspirasi rakyat, asal mahasiswa mau mengikuti aturan yang disampaikan.

"saya kira kalau soal aspirasinya, kita juga sudah sangat setuju ya, artinya itu wajar mahasiswa kalau tidak menyampaikan aspirasi itu bukan mahasiswa," tandasnya.

"Jadi Ayo kita berdiskusi dengan baik, dengan tenang apa yang menjadi masalah misalnya menginginkan supaya ke pengesahan revisi undang undang KPK itu di ditinjau ulang oleh pak jokowi oke kita sampaikan ke pusat kita siap sampaikan ke pusat gitu loh. Jangan sampai seperti ini, sampai banyak yang ikit terluka," sampainya.

ratusan mahasiswa dari beberapa civitas pendidikan Negeri di Samarinda, terus berdatangan memenuhi massa aksi yang berada di depan gedung DPRD Kaltim, Provinsi Kalimantan Timur, di Jl. Teuku Umar, Samarinda, Kalimantan Timur pada Senin (23/9/2019).

Kehadiran mahasiswa yang terus menambah jumlah massa semakin membuat suasana aksi memanas. Hal tersebut membuat kericuhan tak terindahkan, antara massa aksi dan aparat Kepolisian dalam aksi unjuk rasa tolak revisi UU KPK dan RKUHP di Samarinda. 

kericuhan terjadi, usai beberapa mahasiswa yang berorasi diatas kendaraan tak memberi kesempatan anggota DPRD Rusman Yakupbdan beberapa anggota DPRD Kaltim lainnya, untuk memberikan tanggapan.

"Kami mahasiswa indonesia bersumpah berbahasa satu bahasa tanpa kebohongan tanpa memperhatikan. Kita berkumpul di depan kantor DPR kali ini, ialah untuk satu kepentingan politik yang sama jangan ada penumpangan terhadap aksi ini itu," tegas Sayid Ferhat Hasyim, Kordinator Aksi Sayid Mahasiswa Untag Samarinda, Senin (23/9/2019).

"Kami menyatakan sikap ketika ini terindikasi ataupun terbukti ada kepentingan kepentingan politik mohon maaf kawan kawan, jadi jangan halangi teriakan aspirasi kami," teriaknya.

Usai teriakan mereka tersebut, beberapa mahasiswa sontak berteriak untuk maju dan memaksa aparat untuk menahan aksi mereka.

Namun tindakan aparat semakin membuat massa semakin membabi buta melakukan aksinya dengan mendorong aparat, yang akhirnya bentrokan pun tak dapat dihindari.

Di tempat terpisah, Jalan Jenderal Sudirman, gedung DPRD Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur rampai dipadati orang. 

Pengamatan Tribunkaltim.co, sekitar pukul 09.00 Wita, mereka ini adalah para mahasiswa yang berunjuk rasa terkait isu sosial hukum. 

Ini terpantau dalam video Live Streaming Facebook Tribunkaltim.co.

Mereka adalah para mahasiswa asal Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, berdemonstrasi ke kantor DPRD Balikpapan.

Isu unjuk rasa yang mereka sampaikan ke DPRD Balikpapan ialah tolak revisi UU KPK dan Rancangan KUPHP, Senin (23/9/2019).

Di lokasi unjuk rasa, pelataran gedung DPRD Balikpapan nampak ramai juga dijaga oleh aparat Kepolisian, polwan bertubuh tambun. 

Di antara para mahasiswa yang berunjuk rasa, ada yang membawa spanduk yang bertuliskan sebelumnya KPK adalah Komisi Pemberantasan Korupsi dan setelah itu KPK sekarang dianggap menjadi Komisi Penyelamat Koruptor. 

Sejauh ini, aksi unjuk rasa yang dilakukan para mahasiswa di gedung DPRD Balikpapan berlangsung tertib, aman terkendali. 

Sebelumnya juga ramai mengenai revisi UU KPK ini. 

Pernyataan Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 atau Untag Samarinda, Kalimantan Timur, mendukung revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau revisi UU KPK memicu aktivis mahasiswa menggelar aksi.

Nah, di Kota Samarinda ada aksi gabungan mahasiswa di depan Kampus Untag sekaligus membuat petisi penolakan Undang Undang KPK

Pengamatan Tribunkaltim.co, puluhan mahasiswa yang tergabung  dalam Aliansi Mahasiswa Kampus Perjuangan (AMKP) Untag 1945 Samarinda, membentangkan spanduk petisi dukung penolakan revisi UU KPK di Jalan Juanda, Samarinda, Jumat (20/9/2019).

Koordinator Lapangan AMKP Claudius Vico Harijono mengatakan, aksi yang digelar kali ini, merupakan bentuk kecaman serta penolakan revii UU KPK yang sudah ditetapkan beberapa waktu lalu. 

Menurutnya, pengesahan tersebut bukan suatu solusi yang baik terhadap penegakan hukum, khususnya untuk pelaku- pelaku koruptor di Negara Indonesia.

Ia menyebutkan, berdasarkan Pasal 45 ayat (1) Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang undangan mengatur bahwa penyusunan RUU dilakukan berdasarkan Prolegnas.

"Pengesahan itu melanggar hukum karena tidak termasuk dalam RUU prioritas dalam Program Legislasi Nasional 2019, yang sudah disepakati bersama antara DPR dan Pemerintah," Sebut Claudius, disela-sela aksi di Jalan Juanda, Samarinda, Jumat (20/9/2019).

Disinggung adanya sikap dosen kampus Untag yang mendukung UU Revisi KPK tersebut, Claudius menyatakan, bila ada dosen yang Pro atas UU Revisi KPK tersebut, sama saja mendukung pelaku korupsi (koruptor).

"bahkan menurut kami, dosen Untag dan dosen kampus lain yang mendukung pengesahan UU KPK ini, kami katakan mereka pendukung cikal bakal koruptor untuk bisa bebas," tutupnya.

Dosen Fakultas Hukum Untag Samarinda, Roy Hendrayanto tidak masalah jika dituding sebagai pendukung koruptor kerana pro revisi UU KPK.

"Nggak masalah. Saya ini juga laywer (pengacara/penasihat hukum). Kalau membela klien yang berperkara kasus korupsi, saya selalu mengedepankan pro yustisia artinya azas praduga tidak beesalah. Sebelum ada putusan inkracht di pengadilan," jawab Roy menanggapi tudingan mahasiswa, Jumat (20/9/2019) malam.

Roy menjelaskan, bahwa apa yang disampaikan mahasiswa terkait usulan revisi UU KPK dinilai melanggar hukum, tidak tepat. 

Menurut dia, revisi UU KPK tidak harus disampaikan melalui prolegnas. Karena hanya merevisi tiga pasal. "Mereka tahu tidak DIM (Daftar Inventaris Masalah) dari legislatif itu banyak, tetapi dari pemerintah hanya tiga pasal yang disetujui," ungkapnya.

Ia menambahkan, soal dewan pengawas menurut dia justru memperkuat posisi KPK. "Kalau itu dianggap melemahkan, pasal mana yang melemahkan KPK. Mereka inikan tidak bisa menunjukkan pasal mana yang melemahkan," kritik Roy.

Dengan adanya revisi UU KPK yang sudah disahkan justru memperkuat dan menjaga norma hukum di Indonesia. "Dari tiga pasal itu, ada yang tujuannya menerapkan hak azasi manusia. Jadi kalau dianggap melemahkan, sebutkan pasal mana?" tegasnya.

Beberapa gas air mata dan kendaraan water cannon pun terpaksa ditembakan, yang dibalas dengan lemparan batu oleh mahasiswa aksi.

Sebelumnya, lewat Surat Presiden (Surpres) yang ditandatangani oleh Presiden pada 11 september, dan disusul pengesahan revisi UU KPK oleh DPRD RI pada 17 September.

Dalam hal ini, Mahasiswa Untag yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kampus Perjuangan dengan ini menolak pengesahan UU KPK yang telah disahkan. Diantaranya: 

1. Meminta MK mengabulkan judicial review terkait UU KPK yang dirancang sembarangan

2. Meminta DPRD provinsi Kalimantan Timur menolak UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK secara lisan maupun tertulis (MOU)

3. Meminta presiden menerbitkan Perppu terkait UU yang melemahkan KPK dan telah di sahkan

4. Meminta ketua DPRD dan jajaran provinsi Kaltim untuk bersikap dan bertindak terkait UU yang melemahkan KPK

5. Menuntut presiden dan DPR RI untuk segera mencabut UU KPK yang pro koruptor serta melemahkan

 Gerak Cepat Obib Nahrawi, Istri Menpora Imam Nahrawi Saat Suaminya Jadi Tersangka KPK

 Keluarga Imam Nahrawi Sangat Terpukul Setelah Penetapan Tersangka oleh KPK, Ini Risiko Jabatan

"Kami akan terus lakukan Aksi sikap penolakan ini. Menurut kami UU KPK itu disahkan sama saja mendukung hidupnya koruptor di negara," katanya..

Kemudian saat disinggung terkait adanya salah satu Dosen di Kampus Untag yang mendukung UU Revisi KPK tersebut, Claudius menyatakan bila ada dosen yang Pro atas UU Revisi KPK tersebut, sama saja dirinya juga mendukung pelaku korupsi.

"Bahkan menurut kami, dosen Untag dan dosen kampus lain yang mendukung pengesahan UU KPK ini kami katakan mereka pendukung cikal bakal pelaku Koruptor untuk bisa bebas," tutupnya.

(Tribunkaltim.co)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved