Mahasiswa di Tanjung Selor Unjuk Rasa Tolak Revisi UU KPK dan RKUHP, DPRD Kaltara Menjawab Mendukung
Sejumlah koordinator lapangan aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kaltara Kalimantan Utara itu juga ikut bertandatangan.
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG SELOR - Seratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Tanjung Selor menggelar unjuk rasa tolak revisi UU KPK dan RKUHP di depan kantor DPRD Kaltara atau Kalimantan Utara, Jalan Kolonel Soetadji, Tanjung Selor, Bulungan, Kalimantan Utara, Kamis (26/9/2019).
Mereka menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut mahasiswa dengan revisi tersebut, supremasi pemberantasan korupsi di Tanah Air cenderung bakal melemah.
"Revisi itu lebih kepada menghilangkan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," sebut Zul Aswan, salah satu koordinator lapangan unjuk rasa tersebut.
Terlebih lagi adanya Dewan Pengawas yang mencampuri urusan penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi. Menurut mahasiswa kehadiran Dewan Pengawas juga sangat kental dengan kepentingan yang menggerus tugas dan fungsi KPK untuk memberantas rasuah.
"Yang lebih tragisnya, persetujuan penyadapan harus dengan persetujuan Dewan Pengawas. Semuanya dipantau," ujarnya.
"Kita minta DPRD Kaltara Kalimantan Utara ikut menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2012," tambahnya.
Mahasiswa memberi opsi, agar semua pihak mendorong dilakukannya uji materi atau judicial review Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2012 ke Mahkamah Konstitusi.
"Kita lebih mendorong agar dilakukan judicial review ke MK ketimbang diterbitkan Perppu," ujarnya.
Aksi ini dikawal ketat 150 personel Polda Kalimantan Utara.
Pagar Kantor DPRD Kaltara juga dilapisi kawat berduri.
Dua unit mobil watercanon.
Tidak ada aksi anarkis dalam unjuk rasa ini.
Mereka mahasiswa hanya sempat mendesak anggota DPRD Kaltara untuk turun menemui mereka.
Dalam aksi ini, mahasiswa juga menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan.
RUU ini dianggap kontroversial dan bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
Tuntutan mahasiswa agar DPRD Kaltara, Kalimantan Utara ikut menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dipenuhi lembaga legislatif itu.
Adalah Ketua Sementara DPRD Kaltara, Kalimantan Utara Norhayati Andris yang menandatangani pernyataan sikap aspirasi G26S/Gerakan 26 September.
Bersama tiga anggota DPRD Kaltara lainnya yakni Saleh P Khar, Agung Wahyudianto, dan Najamuddin.
Sejumlah koordinator lapangan aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kaltara Kalimantan Utara itu juga ikut bertandatangan.
"Kita penuhi tuntutan mahasiswa, untuk kami teruskan ke DPR RI dan Presiden," sebut Nurhayati di tengah-tengah aksi mahasiswa.
Pernyataan ini membuat tensi mahasiswa yang menggelar unjuk rasa mereda setelah sempat berdebat panjang dengan aparat Kepolisian untuk meminta anggota DPRD Kaltara turun menemuinya.
Sebagai perwakilan rakyat, Nurhayati menganggap aspirasi mahasiswa perlu diteruskan sampai ke DPR RI dan Presiden.
Lewat secarik kertas pernyataan sikap itu, Nurhayati mengungkapkan tiga poin.
Pertama, DPRD Provinsi Kalimantan Utara menolak hasil revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
Kedua, DPRD Kalimantan Utara menolak hasil Rancangan Undang-Undang Pertanahan.
Di poin ketiga, DPRD mengajak seluruh elemen lembaga di Kalimantan Utara menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dan RUU Pertanahan.
"Pernyataan sikap ini akan kami sampaikan ke DPR RI dan Presiden sebagaimana tuntutan mahasiswa," ujarnya.
Nurhayati bersyukur tidak ada aksi anarkis yang terjadi dalam unjuk rasa ini. Ia mengapresiasi sikap mahasiswa dan langkah kepolisian dalam unjuk rasa ini.
"Alhamdulillah, kita tidak ada gesekan seperti di daerah lain," sebutnya.
Sisi lainnya di tempat terpisah, kali ini ada pelajar ikut demonstrasi bersama mahasiswa di Depan DPRD Kaltim, isu yang digulirkan unjuk rasa tolak revisi UU KPK dan RKUHP.
Ribuan massa dari aliansi Kaltim Bersatu telah tiba di depan DPRD Kaltim, Kamis (26/9/2019), sekitar pukul 11.15 Wita.
Di antara massa demonstrasi itu, ada pelajar yang mengenakan seragam sekolah.
Saat Tribunkaltim.co bersua ke beberapa pelajar yang ikut demonstrasi, menyatakan, ikut unjuk rasa karena kemauan sendiri.
"Ini kemauan kami, siswa juga ingin berjuang bersama dengan kakak mahasiswa," ucap salah satu siswa, Kamis (26/9/2019).
Sebelum tiba di depan gedung wakil rakyat tersebut, massa aksi terlebih dahulu melakukan long march dengan titik kumpul di Islamic Center, Jalan Slamet Riyadi.
Mahasiswa menjadi pelopor aksi, tapi tidak hanya mahasiswa yang ikut serta, namun juga terdapat LSM, hingga siswa SMA/STM.
Diantara ribuan mahasiswa yang menggunakan almamater dari masing-masing perguruan tinggi, juga terdapat diantaranya siswa yang masih lengkap menggunakan seragam sekolah.
Saat ini, massa telah memenuhi sepenuhnya Jalan Teuku Umar, tepat di depan gedung DPRD Kaltim.
Orasi telah berlangsung yang berisi seputar penolakan sejumlah UU KPK yang telah direvisi, serta UU lainnya yang dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.
Pada aksi kali ini, massa terlihat lebih banyak dibandingkan dengan jumlah massa sebelumnya, pada Senin (23/9) lalu.
Sementara massa menggelar orasi, Kepolisian telah siap di dalam sekitar gedung DPRD Kaltim.
Guna antisipasi massa masuk ke dalam lingkungan DPRD Kalimantan Timur, Kepolisian telah memasang kawat berduri, serta melumuri pagar dengan menggunakan pelumas.
Salah satu siswa ditemui di lokasi aksi mengatakan, dirinya dan teman-temannya sengaja ikut serta untuk unjukrasa guna memberikan dukungan mahasiswa serta aksi itu sendiri.
Diawal kedatangan massa aksi telah berlangsung panas.
Massa aksi yang merupakan siswa sekolah sempat tidak terkontrol dengan melepari botol air mineral ke arah dalam lingkungan DPRD Kaltim.
Kendati sempat berhasil diredam, kericuhan tidak terhindarkan, massa pun berhasil membuka dan merobohkan barikade kawat berduri.
Aldo, Humas aliansi Kaltim Bersatu menjelaskan, pihaknya tidak mau berkompromi dengan audiensi dari pihak DPRD Kaltim.
"Tidak ada terget kami untuk menemui anggota dewan, mereka yang harusnya mendatangi kami. Tidak ada kompromi untuk audiensi dan semacamnya," jelas Aldo.
"Saat ini kondisi kita semua resah, risih dengan kondisi saat ini," sambungnya.
Ditanya mengenai kedatangan siswa pada aksi kali ini, dirinya menyangkal ada mobilisasi terhadap siswa.
Menurutnya, kehadiran siswa di tengah-tengah massa karena siswa memiliki pemikiran yang sama dengan mahasiswa atas kondisi yang meresahkan saat ini.
"Tidak ada mobilisasi massa, mereka dengan sadar ikut serta, mereka punya pemikiran yang sama," tegasnya.
Untuk diketahui, aksi unjukrasa hari ini merupakan aksi lanjutan yang sebelumnya dilakukan Senin (23/9) lalu.
Pada aksi unjukrasa hari ini, terdapat sejumlah tuntutan untuk Pemerintah dan juga DPR, diantaranya :
1. Mendesak Presiden mengeluarkan Perpu terkait UU KPK
2. Tolak segala UU yang melemahkan demokrasi
3. Tolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil
4. Bebaskan aktivitis Pro demokrasi
5. Hentikan militerisme di tanah Papua
6. Tuntaskan pelanggaran HAM, adili penjahat HAM, termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan.
Aliansi Kita Bersama Anak Indonesia Imbau Anak di Bawah Usia 18 Tahun Tidak Ikut Unjuk Rasa
Terkait ditahannya ratusan Anak-anak di berbagai kantor kepolisian di Jakarta terkait aksi unjuk rasa dan kerusuhan pada tanggal 25 dan dinihari 26 September 2019 di seputaran Gedung DPR RI, saat ini sejumlah pelajar di Kaltim pun turut aksi unjuk rasa di gedung DPRD Kaltim.
Mendengar hal itu Aktivis Anak di Indonesia minta pelajar untuk tidak diprovokasi ikut aksi.
(Tribunkaltim.co)