Pelajar dalam Unjuk Rasa Tolak Revisi UU KPK dan RKUHP di Samarinda, Akui Ini Kemauan Kami
Mahasiswa menjadi pelopor aksi, tapi tidak hanya mahasiswa yang ikut serta, namun juga terdapat LSM, hingga siswa SMA/STM.
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Kali ini ada pelajar ikut demonstrasi bersama mahasiswa di Depan DPRD Kaltim, isu yang digulirkan unjuk rasa tolak revisi UU KPK dan RKUHP.
Ribuan massa dari aliansi Kaltim Bersatu telah tiba di depan DPRD Kaltim, Kamis (26/9/2019), sekitar pukul 11.15 Wita.
Di antara massa demonstrasi itu, ada pelajar yang mengenakan seragam sekolah.
Saat Tribunkaltim.co bersua ke beberapa pelajar yang ikut demonstrasi, menyatakan, ikut unjuk rasa karena kemauan sendiri.
"Ini kemauan kami, siswa juga ingin berjuang bersama dengan kakak mahasiswa," ucap salah satu siswa, Kamis (26/9/2019).
Sebelum tiba di depan gedung wakil rakyat tersebut, massa aksi terlebih dahulu melakukan long march dengan titik kumpul di Islamic Center, Jalan Slamet Riyadi.
Mahasiswa menjadi pelopor aksi, tapi tidak hanya mahasiswa yang ikut serta, namun juga terdapat LSM, hingga siswa SMA/STM.
Diantara ribuan mahasiswa yang menggunakan almamater dari masing-masing perguruan tinggi, juga terdapat diantaranya siswa yang masih lengkap menggunakan seragam sekolah.
Saat ini, massa telah memenuhi sepenuhnya Jalan Teuku Umar, tepat di depan gedung DPRD Kaltim.
Orasi telah berlangsung yang berisi seputar penolakan sejumlah UU KPK yang telah direvisi, serta UU lainnya yang dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.
Pada aksi kali ini, massa terlihat lebih banyak dibandingkan dengan jumlah massa sebelumnya, pada Senin (23/9) lalu.
Sementara massa menggelar orasi, Kepolisian telah siap di dalam sekitar gedung DPRD Kaltim. Guna antisipasi massa masuk ke dalam lingkungan DPRD Kaltim, Kepolisian telah memasang kawat berduri, serta melumuri pagar dengan menggunakan pelumas.
Salah satu siswa ditemui di lokasi aksi mengatakan, dirinya dan teman-temannya sengaja ikut serta untuk unjukrasa guna memberikan dukungan mahasiswa serta aksi itu sendiri.
Diawal kedatangan massa aksi telah berlangsung panas. Massa aksi yang merupakan siswa sekolah sempat tidak terkontrol dengan melepari botol air mineral ke arah dalam lingkungan DPRD Kaltim.
Kendati sempat berhasil diredam, kericuhan tidak terhindarkan, massa pun berhasil membuka dan merobohkan barikade kawat berduri.
Aldo, Humas aliansi Kaltim Bersatu menjelaskan, pihaknya tidak mau berkompromi dengan audiensi dari pihak DPRD Kaltim.
"Tidak ada terget kami untuk menemui anggota dewan, mereka yang harusnya mendatangi kami. Tidak ada kompromi untuk audiensi dan semacamnya," jelas Aldo.
"Saat ini kondisi kita semua resah, risih dengan kondisi saat ini," sambungnya.
Ditanya mengenai kedatangan siswa pada aksi kali ini, dirinya menyangkal ada mobilisasi terhadap siswa. Menurutnya, kehadiran siswa di tengah-tengah massa karena siswa memiliki pemikiran yang sama dengan mahasiswa atas kondisi yang meresahkan saat ini.
"Tidak ada mobilisasi massa, mereka dengan sadar ikut serta, mereka punya pemikiran yang sama," tegasnya.
Untuk diketahui, aksi unjukrasa hari ini merupakan aksi lanjutan yang sebelumnya dilakukan Senin (23/9) lalu. Pada aksi unjukrasa hari ini, terdapat sejumlah tuntutan untuk Pemerintah dan juga DPR, diantaranya :
1. Mendesak Presiden mengeluarkan Perpu terkait UU KPK
2. Tolak segala UU yang melemahkan demokrasi
3. Tolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil
4. Bebaskan aktivitis Pro demokrasi
5. Hentikan militerisme di tanah Papua
6. Tuntaskan pelanggaran HAM, adili penjahat HAM, termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan.
Aliansi Kita Bersama Anak Indonesia Imbau Anak di Bawah Usia 18 Tahun Tidak Ikut Unjuk Rasa
Terkait ditahannya ratusan Anak-anak di berbagai kantor kepolisian di Jakarta terkait aksi unjuk rasa dan kerusuhan pada tanggal 25 dan dinihari 26 September 2019 di seputaran gedung DPR RI, saat ini sejumlah pelajar di Kaltim pun turut aksi unjuk rasa di gedung DPRD Kaltim.
Mendengar hal itu Aktivis Anak di Indonesia minta pelajar untuk tidak diprovokasi ikut aksi.
• Anak-anak STM Ikut Demo dan Terlihat Lebih Beringas Guru Besar UGM Ini Ungkap Sesuatu di Baliknya
• Video Viral Anak STM Ikut Demo di Depan Gedung DPR RI, Tagar #STMmelawan Trending Topic Twitter
• Video Viral Detik-detik Polisi Tendang Pelajar, Lalu Langsung Dikejar dan Dikeroyok Siswa Lainnya
• Detik-detik Pelajar Serang Polisi di Pinggir Jalan, Terungkap Penyebab Amarah Tersulut
Helga Inneke Worotitjan, aktivis perempuan, pendamping korban kekerasan anak-perempuan mengatakan, anak memiliki kebutuhan untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran sebagai bagian dari proses menemukan jati diri.
Untuk itu, semua anak membutuhkan lingkungan yang ramah agar anak dapat tumbuh dan berkembang optimal serta memiliki karakter tangguh dan welas asih untuk menghadapi tantangan hidupnya.
Ia menambahkan, anak juga baik terlibat dalam kegiatan penyampaian pendapat, agar memiliki pengalaman dan mampu menghayati dirinya sebagai warga suatu masyarakat, asalkan sepanjang kegiatan ada jaminan situasi selalu ramah untuk Anak.
"Saya dan kawan-kawan lagi proses pendampingan anak-anak yang ditahan. Meski kami gak setuju mereka ikut aksi, tapi sesuai amanah UU SPPA, anak bermasalah hukum itu harus ada pendamping saat diperiksa," Kata Helga, Kamis (26/9/2019) saat dihubungi Tribunkaltim.co melalui sambungan telpon selulernya.
Kendati anak memiliki hak untuk berpartisipasi, namun Helga menjelaska , bila suatu kegiatan penyampaian aspirasi berpotensi menimbulkan konflik, apalagi pempertontonkan kekerasan dalam kata, apalagi perbuatan, sebaiknya anak dijauhkan dari kegiatan yang dimaksud, karena akan menjadi pembelajaran yang mendatangkan ingatan buruk.
"Sebenarnya anak punya hak partisipasi, tapi melihat kondisinya dilapangan, khususnya di Indonesia ini, kalo aksi ada kemungkinan potensi kejadian yang bermuatan kekerasan saat berhadapan dengan aparat cukup besar.
Ini yang kami khawatirkan. Dan ada amanah juga, di UU juga untuk tidak melibatkan anak dalam aksi demonstrasi," jelasnya.
Dirinya mengimbau, kepada orang tua, penyelenggara sekolah, aparat keamanan dan seluruh warga masyarakat untuk menghindari adanya pelajar atau anak, yang berniat ikut dalam aksi unjuk rasa yang situasinya jelas membahayakan.
Karena adanya pro kotra yang sangat kuat pada beberapa level masyarakat, malah sudah sempat terjadi benturan antar elemen.
Keterlibatan anak pada unjuk rasa kali ini, disebutkan Helga dapat membahayakan fisik dan dapat menimbulkan trauma serta berjatuhan korban, khususnya anak.
"Kami dari aktivis perempuan, pendamping korban kekerasan anak-perempuan, untuk itu menghimbau kepada para orang tua, penyelenggara sekolah, Aparat keamanan dan seluruh warga masyarakat untuk mencegah keterlibatan anak dalam aksi unjuk rasa yang di dalamnya berpotensi terjadi kekerasan," himbau Helga
"Batasan usia anak yang boleh turun aksi. Sepertinyang tertuang di UU perlindungan anak di bawah 18 tahun, sangat dilarang ikut aksi demonstrasi. Sekarang saja banyak yang menyandingkan urusan aksi anak di luar negeri yang diketahui tertib sekali.
Sementara kita tau sendri kan di kita kalo aksi bagaimana, ada penumpang gelap dan provokator selalu ikutan.
Mereka ini yang menyebabkan adanya kericuhan. Akhirnya aksi untuk menyuarakan demokrasi jadi tercoreng.
Nah, inilah sebabnya mengapa berbahaya melibatkan anak dalam aksi dan demonstrasi," tutupnya menjelaskan.
Aliansi Kita Bersama Anak Indonesia menyampaikan beberapa point, sebagai sikap sebagai berikut:
1. Anak dihindarkan dari kegiatan politik praktis. Orang tua, Guru, Ustadz, Sekolah punya kewajiban menjaga Anak-anak terhindar dari kegiatan politik praktis.
2. Meminta Kepolisian menyelidiki pihak-pihak yang bertanggung jawab atas provokasi pengerahan massa anak anak ke gedung DPR RI, 25 September 2019.
3. Meminta pihak kepolisian untuk tetap mengedepankan tindakan tanpa kekerasan, persuasif dan memperhatikan Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam menjalankan tugas.
4. Anak bisa menyampaikan pendapat di ruang yang aman. Karena memperhatikan tingkat pemahaman (kognitif), tumbuh kembang dan perkembangan emosional anak.
5. Penyampaian pendapat wajib memperhatikan kepentingan dan keselamatan semua pihak, termasuk Anak.
6. Mengecam keras provokasi pengerahan massa berusia anak, dalam kegiatan unjuk rasa di seputaran gedung DPR RI 25 September 2019, yang kemudian menjadi kerusuhan.
Karena pengerahan massa berusia Anak, justru menempatkan Anak dalam posisi beresiko dan berbahaya.
7. Tindakan ini bertentangan dengan Undang Undang Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak yang diratifikasi Indonesia
8. Meminta semua pihak ikut aktif melindungi anak. (*)