Satu Mahasiswa Universitas Haluoleo Tewas Saat Demonstrasi di DPRD Sultra
Tiga mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang hilang saat kerusuhan di sekitar Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
TRIBUNKALTIM.CO, KENDARI - Satu mahasiswa tewas Universitas Haluoleo (UHO), Kendari, Sulawesi Tenggara, tewas saat demo di DPRD Sultra, Kamis (26/9/2019).
Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Golden Hart mengatakan, terdapat luka di dada korban.
"Ada bekas luka di dada sebelah kanan. Kita belum memastikna luka tersebut karena apa," ujar Harry saat diwawancarai Kompas TV, Kamis.
Saat ini jenazah mahasiswa itu akan dibawa dari Rumah Sakit Korem ke RS Kendari.
Tiga mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang hilang saat kerusuhan di sekitar Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019), ternyata ditangkap polisi.
Ketiganya atas nama Iqbal Fadli dari Fakultas Tarbiyah, Firman Irsan Mawardi jurusan Ilmu Politik, dan Dodi Kurniawan jurusan Sosiologi.
Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sultan Rivandi mengatakan, Firman sudah dipulangkan polisi pada Kamis (26/9/2019) pagi.
Sementara Iqbal dan Dodi masih ditahan, saat momen unjuk rasa tolak revisi UU KPK dan RKUHP.
Dema UIN Syarif Hidayatullah Jakarta didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta masih berupaya agar Iqbal dan Dodi juga segera dibebaskan.
"Satu orang tadi pagi sudah dikeluarkan.
Nah, dua lagi belum ada kabar.
Tim kita sedang ada di Polda untuk memastikan agar semuanya bisa keluar hari ini," ujar Sultan saat dihubungi Kompas.com, Kamis sore.
Sultan menuturkan, Iqbal ditangkap karena terjebak kerusuhan di sekitar Palmerah.
Sementara Firman dan Dodi ditangkap saat menyisir teman-temannya di sekitar Senayan City.
Mereka ditangkap sekitar pukul 23.30 WIB.
Sultan menjelaskan, kejadian itu bermula saat aksi unjuk rasa mahasiswa di sekitar Gedung DPR/MPR mulai ricuh.
Sultan langsung menarik mundur seluruh mahasiswa UIN Jakarta.
Namun, Sultan menugaskan Firman dan Dodi untuk menyisir teman-temannya agar tidak ada yang ketinggalan di lokasi kerusuhan. Saat itulah Firman dan Dodi ditangkap polisi.
"Mereka pulang agak sedikit larut dan pada saat di depan Senayan City, dia ketahuan sama polisi menggunakan (jaket) almamater, padahal memang saya tugaskan untuk menyisir dan membeli makanan untuk anak-anak yang ada di Ciputat.
Dan satu lagi, Iqbal, dia terjebak di Palmerah," kata dia.
Saat Demo di DPR Sultan menegaskan, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak berniat merusuh saat aksi unjuk rasa pada Selasa lalu.
Dia bahkan menarik mundur seluruh mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta saat mulai rusuh.
"Tidak ada upaya untuk membuat kerusuhan, anarkis, dan sebagainya.
Justru mereka (Firman dan Dodi) memang saya tugaskan untuk menyelamatkan dan menyisir agar tidak ada yang ketinggalan," ucap Sultan.
Jika ada mahasiswa UIN Jakarta yang merusuh, lanjut Sultan, mereka adalah oknum.
"Kalau ada keterlibatan UIN Jakarta yang merusuh, saya katakan itu oknum yang tidak ikut instruksi," tuturnya.
Gelombang protes unjuk rasa tolak revisi UU KPK dan RKUHP oleh kalangan mahasiswa di Kota Bontang Kalimantan Timur kali ini bergulir di gedung DPRD Bontang.
Sekitar ratusan mahasiswa Bontang yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa September Berdarah (Ampera) menggelar aksi unjuk rasa di tiga lokasi berbeda di Kota Bontang, Kalimantan Timur pada Kamis (26/9/2019).
Titik aksi pertama dimulai di simpang empat jalan Mulawarman (Ramayana).
Setelah cukup berorasi kemudian massa bergeser ke depan Makopolres Bontang, di jalan Bhayangkara, Kecamatan Bontang Utara.
Para demonstran dalam orasinya mendesak pemerintah segera menolak UU KPK sebab dianggap sebagai upaya pelemahan lembaga anti rasuah.
Mereka juga membawa poster-poster menolak sejumlah pasal kontroversial di Rancangan Undang-Undah KUHP.
“Cabut aturan pelemahan KPK,” seru orator saat berorasi dengan pengawalan ketat dari 180 petugas.
Ada 7 poin tuntutan mahasiswa kepada pemerintah.
Di antaranya, menolak RUU Pertambangan, RUU SDA dan RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan. Serta mendesak pembatalan revisi UU KPK.
Kemudian, para demonstran juga mendesak agar pimpinan KPK yang bermasalah dibatalkan. Serta menolak unsur militer mengisi posisi jabatan sipil.
“Hentikan militerisme di Tanah Papua dan bebaskan Tahanan Politik Papua segera,” seru para demonstran.
Titik terakhir aksi mereka digelar di kantor DPRD Bontang, di jalan Moh Roem, Kecamatan Bontang Selatan.
Di gedung DPRD mereka mulanya berorasi di halaman kantor dewan Bontang.
Setelah cukup lama.
Massa mendesak masuk ke dalam gedung untuk menyampaikan tuntutan mereka. Ketegangan sempat memanas.
Aksi dorong terjadi kala mahasiswa berusaha merangsek masuk ke dalam ruangan.
Ketua DPRD Bontang definitif, Andi Faisal Sofyan Hasdam dan Wakil Ketua DPRD Bontang, Agus Haris terjepit dan segera masuk ke dalam gedung.
Namun, ketenggangan tak berlangsung lama.
Selang beberapa saat bernegosiasi akhirnya seluruh demonstran dipersilahkan masuk ke dalam ruangan untuk berdialog dengan 14 Anggota DPRD Bontang yang hadir.
Dialog ditutup dengam pernyataan sikap seluruh anggota dewan yang hadir mengakomodasi aspirasi para pendemo.
Pimpinan rapat, Agus Haris menyatakan dirinya bersama seluruh anggota DPRD yang hadir bakal menyampaikan tuntutan mahasiswa kepada pemerintah pusat dan DPR RI.
“Kami sepakat untuk mendukung aksi teman-teman menolak sejumlah pasal kontroversial,” pungkasnya.
Kali ini ada pelajar ikut demonstrasi bersama mahasiswa di Depan DPRD Kaltim, isu yang digulirkan unjuk rasa tolak revisi UU KPK dan RKUHP.
Ribuan massa dari aliansi Kaltim Bersatu telah tiba di depan DPRD Kaltim, Kamis (26/9/2019), sekitar pukul 11.15 Wita.
Di antara massa demonstrasi itu, ada pelajar yang mengenakan seragam sekolah.
Saat Tribunkaltim.co bersua ke beberapa pelajar yang ikut demonstrasi, menyatakan, ikut unjuk rasa karena kemauan sendiri.
"Ini kemauan kami, siswa juga ingin berjuang bersama dengan kakak mahasiswa," ucap salah satu siswa, Kamis (26/9/2019).
Sebelum tiba di depan gedung wakil rakyat tersebut, massa aksi terlebih dahulu melakukan long march dengan titik kumpul di Islamic Center, Jalan Slamet Riyadi.
Mahasiswa menjadi pelopor aksi, tapi tidak hanya mahasiswa yang ikut serta, namun juga terdapat LSM, hingga siswa SMA/STM.
Diantara ribuan mahasiswa yang menggunakan almamater dari masing-masing perguruan tinggi, juga terdapat diantaranya siswa yang masih lengkap menggunakan seragam sekolah.
Saat ini, massa telah memenuhi sepenuhnya Jalan Teuku Umar, tepat di depan gedung DPRD Kaltim.
Orasi telah berlangsung yang berisi seputar penolakan sejumlah UU KPK yang telah direvisi, serta UU lainnya yang dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.
Pada aksi kali ini, massa terlihat lebih banyak dibandingkan dengan jumlah massa sebelumnya, pada Senin (23/9) lalu.
Sementara massa menggelar orasi, Kepolisian telah siap di dalam sekitar gedung DPRD Kaltim.
Guna antisipasi massa masuk ke dalam lingkungan DPRD Kaltim, Kepolisian telah memasang kawat berduri, serta melumuri pagar dengan menggunakan pelumas.
Salah satu siswa ditemui di lokasi aksi mengatakan, dirinya dan teman-temannya sengaja ikut serta untuk unjukrasa guna memberikan dukungan mahasiswa serta aksi itu sendiri.
Diawal kedatangan massa aksi telah berlangsung panas. Massa aksi yang merupakan siswa sekolah sempat tidak terkontrol dengan melepari botol air mineral ke arah dalam lingkungan DPRD Kaltim.
Kendati sempat berhasil diredam, kericuhan tidak terhindarkan, massa pun berhasil membuka dan merobohkan barikade kawat berduri.
Aldo, Humas aliansi Kaltim Bersatu menjelaskan, pihaknya tidak mau berkompromi dengan audiensi dari pihak DPRD Kaltim.
"Tidak ada terget kami untuk menemui anggota dewan, mereka yang harusnya mendatangi kami. Tidak ada kompromi untuk audiensi dan semacamnya," jelas Aldo.
"Saat ini kondisi kita semua resah, risih dengan kondisi saat ini," sambungnya.
Ditanya mengenai kedatangan siswa pada aksi kali ini, dirinya menyangkal ada mobilisasi terhadap siswa.
Menurutnya, kehadiran siswa di tengah-tengah massa karena siswa memiliki pemikiran yang sama dengan mahasiswa atas kondisi yang meresahkan saat ini.
"Tidak ada mobilisasi massa, mereka dengan sadar ikut serta, mereka punya pemikiran yang sama," tegasnya.
Untuk diketahui, aksi unjukrasa hari ini merupakan aksi lanjutan yang sebelumnya dilakukan Senin (23/9) lalu. Pada aksi unjukrasa hari ini, terdapat sejumlah tuntutan untuk Pemerintah dan juga DPR, diantaranya :
1. Mendesak Presiden mengeluarkan Perpu terkait UU KPK
2. Tolak segala UU yang melemahkan demokrasi
3. Tolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil
4. Bebaskan aktivitis Pro demokrasi
5. Hentikan militerisme di tanah Papua
6. Tuntaskan pelanggaran HAM, adili penjahat HAM, termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan.
(Tribunkaltim.co)