Cegah Pelajar Ikut Aksi Unjuk Rasa, Polres Berau Gelar Rapat Koordinasi dengan Dinas Pendidikan

Untuk mengantisipasi keterlibatan para pelajar, seperti yang terjadi di daerah lain, Polres Berau menggelar pertemuan dengan Dinas Pendidikan.

Editor: Budi Susilo
TribunKaltim.Co/Geafry Necolsen
Hari Jumat (27/9/2019) Polres Berau menggelar rapat koordinasi dengan Dinas Pendidikan. Rapat ini untuk melakukan pencegahan, agar para pelajar tidak ikut aksi unjuk rasa, sehingga aktivitas belajar-mengajar tidak terganggu. 

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB - Para mahasiswa bersama pelajar dan masyarakat di sejumlah daerah di Indonesia melakukan aksi unjuk rasa ke jalan-jalan dan mendatangi instansi pemerintah dan DPR untuk menyuarakan keresahan mereka terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tanpa melibatkan rakyat ketika merumuskan dan menetapkan undang-undang.

Aksi serupa juga sempat digelar oleh para mahasisa di Kabupaten Berau pada hari Rabu (25/9/2019) kemarin. Mahasiswa menggelar aksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemkab Berau.

Informasi yang dihimpun Tribunkaltim.co, para mahasiswa rencananya akan kembali melakukan aksi unjuk rasa pekan depan.

Untuk mengantisipasi keterlibatan para pelajar, seperti yang terjadi di daerah lain, Polres Berau menggelar pertemuan dengan Dinas Pendidikan serta sejumlah kepala sekolah dari tingkat SMA, SMK dan MA pada hari Jumat (27/9/2019).

Pertemuan yang dipimpin langsung oleh Kapolres Berau, AKBP Pramuja Sigit Wahono ini, untuk memastikan, tidak ada pelajar yang ikut turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa.

Pasalnya, para pelajar umumnya masih di bawah umur dan kurang memahami dinamika politik yang sebenarnya.

Selain itu, dikhawatirkan para pelajar yang masih berusia remaja ini mudah diprovokasi dan dimanfaatkan oleh pihak tertentu. Apalagi jika sampai memicu tindak kekerasan.

Menurut Kapolres Berau, rapat koordinasi ini dilakukan untuk memastikan pihal sekolah mencegah hal tersebut terjadi.

"Kami ingin menyamakan persepsi (dengan pemangku kepentingan di bidang pendidikan) agar tidak ada anak-anak sekolah yang ikut-ikutan seperti itu (unjuk rasa)," kata AKBP Pramuja Sigit Wahono.

Kapolres menegaskan, pihaknya tidak ingin peristiwa perusakan dan anarkis yang terjadi seperti di banyak daerah lain di Indonesia, terjadi juga di Kabupaten Berau.

"Harus diantisipasi, jangan sampai terjadi di wilayah kita," imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Berau, Murjani juga mengarahkan agar seluruh kepala sekolah melakukan tindakan antisipasi, dengan melarang siswanya ikut aksi, sehingga aktivitas belajar-mengajar tidak terganggu.

"Sekolah juga sudah melakukan antisipasi, dan kami pastikan tidak ada pelajar yang ikut aksi," kata Kapolres. Hari Rabu (25/9/2019) lalu, mahasiswa sempat mendatangi Kanyor Bupati Berau.

Mereka melakukan aksi yang sama dengan tuntutan yang sama dengan mahasiswa di kota-kota besar. Yakni menolk revisi undang-undang tentang korupsi dan dan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Aksi itu berjalan damai dan singkat, setelah Wakil Bupati Berau, Agus Tantomo menandatangani pernyataan sikap yang intinya mendukung mahasiswa.

Setelah itu, mahasiswa bergerak ke kantor DPRD Berau yang berada di Jalan Gatot Subroto, di sana, mahasiswa sempat saling dorong dengan aparat kepolisian yang melarang mereka masuk ke dalam gedung DPRD.

Terkait ditahannya ratusan Anak-anak di berbagai kantor kepolisian di Jakarta terkait aksi unjuk rasa dan kerusuhan pada tanggal 25 dan dinihari 26 September 2019 di seputaran gedung DPR RI, saat ini sejumlah pelajar di Kaltim pun turut aksi unjuk rasa di gedung DPRD Kaltim.

Mendengar hal itu Aktivis Anak di Indonesia minta pelajar untuk tidak diprovokasi ikut aksi.

 Anak-anak STM Ikut Demo dan Terlihat Lebih Beringas Guru Besar UGM Ini Ungkap Sesuatu di Baliknya

 Video Viral Anak STM Ikut Demo di Depan Gedung DPR RI, Tagar #STMmelawan Trending Topic Twitter

 Video Viral Detik-detik Polisi Tendang Pelajar, Lalu Langsung Dikejar dan Dikeroyok Siswa Lainnya

 Detik-detik Pelajar Serang Polisi di Pinggir Jalan, Terungkap Penyebab Amarah Tersulut

Helga Inneke Worotitjan, aktivis perempuan, pendamping korban kekerasan anak-perempuan mengatakan, anak memiliki kebutuhan untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran sebagai bagian dari proses menemukan jati diri.

Untuk itu, semua anak membutuhkan lingkungan yang ramah agar anak dapat tumbuh dan berkembang optimal serta memiliki karakter tangguh dan welas asih untuk menghadapi tantangan hidupnya.

Ia menambahkan, anak juga baik terlibat dalam kegiatan penyampaian pendapat, agar memiliki pengalaman dan mampu menghayati dirinya sebagai warga suatu masyarakat, asalkan sepanjang kegiatan ada jaminan situasi selalu ramah untuk Anak.

"Saya dan kawan-kawan lagi proses pendampingan anak-anak yang ditahan. Meski kami gak setuju mereka ikut aksi, tapi sesuai amanah UU SPPA, anak bermasalah hukum itu harus ada pendamping saat diperiksa," Kata Helga, Kamis (26/9/2019) saat dihubungi Tribunkaltim.co melalui sambungan telpon selulernya.

Kendati anak memiliki hak untuk berpartisipasi, namun Helga menjelaska , bila suatu kegiatan penyampaian aspirasi berpotensi menimbulkan konflik, apalagi pempertontonkan kekerasan dalam kata, apalagi perbuatan, sebaiknya anak dijauhkan dari kegiatan yang dimaksud, karena akan menjadi pembelajaran yang mendatangkan ingatan buruk. 

"Sebenarnya anak punya hak partisipasi, tapi melihat kondisinya dilapangan, khususnya di Indonesia ini, kalo aksi ada kemungkinan potensi kejadian yang bermuatan kekerasan saat berhadapan dengan aparat cukup besar.

Ini yang kami khawatirkan. Dan ada amanah juga, di UU juga untuk tidak melibatkan anak dalam aksi demonstrasi," jelasnya.

Dirinya mengimbau, kepada orang tua, penyelenggara sekolah, aparat keamanan dan seluruh warga masyarakat untuk menghindari adanya pelajar atau anak, yang berniat ikut dalam aksi unjuk rasa yang situasinya jelas membahayakan.

Karena adanya pro kotra yang sangat kuat pada beberapa level masyarakat, malah sudah sempat terjadi benturan antar elemen.

Keterlibatan anak pada unjuk rasa kali ini, disebutkan Helga dapat membahayakan fisik dan dapat menimbulkan trauma serta berjatuhan korban, khususnya anak.

"Kami dari aktivis perempuan, pendamping korban kekerasan anak-perempuan, untuk itu menghimbau kepada para orang tua, penyelenggara sekolah, Aparat keamanan dan seluruh warga masyarakat untuk mencegah  keterlibatan anak dalam aksi unjuk rasa yang di dalamnya berpotensi terjadi kekerasan," himbau Helga 

"Batasan usia anak yang boleh turun aksi. Sepertinyang tertuang di UU perlindungan anak di bawah 18 tahun, sangat dilarang ikut aksi demonstrasi. Sekarang saja banyak yang menyandingkan urusan aksi anak di luar negeri yang diketahui tertib sekali.

Sementara kita tau sendri kan di kita kalo aksi bagaimana, ada penumpang gelap dan provokator selalu ikutan.

Mereka ini yang menyebabkan adanya kericuhan. Akhirnya aksi untuk menyuarakan demokrasi jadi tercoreng.

Nah, inilah sebabnya mengapa berbahaya melibatkan anak dalam aksi dan demonstrasi," tutupnya menjelaskan.

Aliansi Kita Bersama Anak Indonesia menyampaikan beberapa point, sebagai sikap sebagai berikut:

1. Anak dihindarkan dari kegiatan politik praktis. Orang tua, Guru, Ustadz, Sekolah punya kewajiban menjaga Anak-anak terhindar dari kegiatan politik praktis.

2. Meminta Kepolisian menyelidiki pihak-pihak yang bertanggung jawab atas provokasi pengerahan massa anak anak ke gedung DPR RI, 25 September 2019.

3. Meminta pihak kepolisian untuk tetap mengedepankan tindakan tanpa kekerasan, persuasif dan memperhatikan Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam menjalankan tugas.

4. Anak bisa menyampaikan pendapat di ruang yang aman. Karena memperhatikan tingkat pemahaman (kognitif), tumbuh kembang dan perkembangan emosional anak.

5. Penyampaian pendapat wajib memperhatikan kepentingan dan keselamatan semua pihak, termasuk Anak.

6. Mengecam keras  provokasi pengerahan massa berusia anak, dalam kegiatan unjuk rasa di seputaran gedung DPR RI 25 September 2019, yang kemudian menjadi kerusuhan.

Karena pengerahan massa berusia Anak, justru menempatkan Anak dalam posisi beresiko dan berbahaya.

7. Tindakan ini bertentangan dengan Undang Undang Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak yang diratifikasi Indonesia

8.  Meminta semua pihak ikut aktif melindungi anak.

(Tribunkaltim.co)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved