Pailan di Balikpapan Dituduh Terlibat dalam G30S/PKI, Ditodong Senjata Api dan tak Dapat Gaji Lagi
Bertelanjang dada dan mengenakan celana pendek hitam, Aloysius Pailan (78), duduk bersantai di pelataran depan rumahnya yang berwarna biru.
Penulis: Ilo |
“Katanya mau disediakan rumah, lahan dua hektar, perlengkapan tidur, rumah tangga. Tetapi tidak benar, bohong,” ungkap Pailan.
Soal lahan, Pailan bersama tahan politik lainnya mesti merintis lahan dahulu menjadi kawasan pemukiman.
Masuk ke Amborawang, Kutai Kartanegara masih hutan belantara.
Meratakan tanah pakai tenaga sendiri, menebang pohon dengan menggergaji sendiri, membangun rumah sendiri. Masuk ke hutan masih liar rimba belantara.
“Pernah kami tidak dapat kiriman makan," tuturnya.
Cari sendiri di hutan, ketemu umbut rotan muda, kami olah jadi makanan.
Untungnya kita para tentara sudah biasa menghadapi alam hutan, sudahterlatihhidup di hutan.
"Menanam singkong lalu dimakan babi hutan tetap saja sisanya saya makan,” ujarnya.
Sisi lainnya, Muradi adalah bagian satu di antara tentara Angkatan Darat waktu itu, yang terseret dalam gejolak politik 30 September 1965.
"Saya dituduh ikut Pemuda Rakyatnya PKI. Saya bilang saya tidak pernah ikut Pemuda Rakyat," tuturnya kepada Tribunkaltim.co di Argosari, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, sekitar akhir September 2017 lalu.
Sebagai tentara yang pernah menempuh pendidikan tempur, Muradi pernah ditempatkan bertugas di Batalyon 609 dan menjadi penjaga rumah Panglima Kodam Mulawarman.
Tugas negara ini dia emban sebelum dirinya ditangkap di tahun 1970 sebagai tahanan politik atau tapol PKI.
"Sedih. Saya masih sakit kalau ingat sampai sekarang," ungkapnya.
Dahulu saya sempat mau gila.
"Untung teman-teman saya yang tapol memberi dukungan moril," ujarnya.