Hari Batik Nasional

Batik Pernah Jadi Pakaian Keluarga Kerajaaan, Mulai Muncul Saat Kerajaan Majapahit

Perjalanan panjang sejarah sehingga batik ini bisa dikenal bukan hanya di Indonesia namun juga mancanegara.

Editor: Samir Paturusi
TabloidNova
Ilustrasi- 

Kita bisa melihat masyarakat di kesehariannya mengenakan batik sebagai busana kerja. Bahkan, pada hari-hari tertentu kita melihat hampir semua pekerja instansi pemerintahan menggunakannya.

Bagi sebagian orang, batik juga menjadi salah satu pilihan busana utama ketika menghadiri acara resmi, seperti pernikahan.

Bentuk busana yang dikenakan pun semakin beragam. Karya sejumlah desainer tanah air mungkin bisa menjadi contoh nyata aplikasi batik menjadi busana kekinian. Koleksi “Er-lum”, misalnya.

Koleksi kolaborasi desainer Mel Ahyar dengan Iwan Tirta Private Collection tersebut mengolah motif-motif batik peninggalan maestro batik Iwan Tirta.

Ribuan motif batik Iwan Tirta yang sarat akan pakem tradisional tersebut mampu diolah oleh Mel Ahyar menjadi koleksi busana kontemporer yang nampak kekinian tanpa menghilangkan ciri khas motif Iwan Tirta itu sendiri.

Karya Mel Ahyar diterjemahkan dalam bentuk potongan dress lurus hingga A-line dan beberapa kreasi outwear.

Ada pula Alleira Batik yang baru saja berkolaborasi dengan desainer asal Malaysia, Michael Ong untuk menampilkan koleksi pakaian batik dengan tema “Batik Now”.

Koleksi tersebut memiliki desain yang muda dan santai karena terinspirasi dari street wear, sport wear dan casual wear.

Motif batik dituangkan dalam busana bersiluet longgar, seperti jaket dan baju tangan panjang. Hasilnya, penggabungan batik tradisional dan gaya milenial dalam koleksi busana tersebut membuat kita semua terkagum.

Selain itu, ada juga Bateeq yang dengan tegas menyebut labelnya konsisten menargetkan pasar anak muda. Konsistensi tersebut diawali dari ketidaksukaan CEO Bateeq Michelle Tjokrosaputro terhadap batik.

Michelle dulu menilai bahwa batik terkesan tua dan tidak modis. Tanpa meninggalkan filosofi batik, Bateeq mengemasnya menjadi busana dengan potongan yang edgy, berani dan kekinian. Seperti setelan celana, jaket atau ponco.

Melestarikan batik adalah tugas kita semua sebagai masyarakat Indonesia. Kontribusi terkecil, misalnya dengan mengenakan pakaian batik, sudah menjadi bagian dari usaha melestarikan batik.

“Dengan semua memakai itu sudah satu cara atau usaha untuk melestarikan batik. Kan kalau tidak dibeli untuk apa orang membuat? Batik dalam bentuk apapun, itu kan style-nya saja.”

Hal itu diungkapkan desainer Denny Wirawan ketika ditemui di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (1/10/2018).

Denny juga mengolah kain batik Kudus sebagai koleksi busana dan sempat membawanya ke sejumlah agenda mode internasional.

Menurutnya, masyarakat Indonesia perlu berbangga dengan perkembangan batik dari waktu ke waktu.

Mulai dari batik yang dulunya terkesan eksklusif bagi kalangan kerajaan, kemudian menjadi busana yang cenderung formal, hingga kini menjadi lebih memasyarakat.

Dengan semakin cairnya batasan-batasan tersebut, maka batik dianggap punya peluang besar untuk lebih terangkat pada skala global.

“Di beberapa daerah mungkin masih ada motif batik yang disakralkan, tapi secara umum sudah tidak ada. Untuk saya, itu suatu kemajuan,” kata Denny.

“Karena batik sebagai warisan budaya, kalau ada terus batasan seperti itu maka akan sulit memajukan atau mengangkat warisan budaya kita.”

Peluang batik untuk mendunia juga tak lepas dari peran para desainer dan pihak-pihak terkait lainnya untuk membawanya ke acara berskala global.

Desainer Oscar Lawalata, misalnya, yang beberapa waktu lalu juga membawa 100 batik ke markas UNESCO di Paris, Prancis.

Di sana, nilai-nilai batik digaungkan bahwa di balik satu produk batik ada proses panjang yang menyertai. Sehingga, seluruh dunia bisa memandang batik sebagai kain tradisional yang sarat akan nilai-nilai budaya.

Oscar menambahkan, batik terus mengalami perkembangan di Indonesia. Mulai dari motif, jenis pembuatannya, hingga aplikasinya. Hal itu membuat seluruh lapisan masyarakat Indonesia bangga mengenakan batik.

“Tapi hanya kita di Indonesia yang tahu. Saya berpikir, apa yang terjadi di Indonesia itu, seluruh dunia harus tahu,” kata Oscar.

Permintaan batik yang semakin tinggi juga membuat persaingan industri batik semakin ketat. Kini, kita bisa melihat banyak sekali batik cetak (printing) beredar di pasaran, bersaing dengan batik-batik tulis dan cap.

Harganya pun jauh di bawah batik tulis karena dicetak menggunakan mesin, tidak dengan tangan. Meski begitu, menjamurnya batik printing tak lantas membuat optimisme para pengrajin batik tulis surut.

Ummu Asiyati, misalnya, meyakini batik tulis masih akan selalu punya tempat di hati masyarakat. Pemilik lokakarya batik Kudus itu menambahkan, hal yang perlu dilakukan adalah terus mengedukasi generasi muda untuk terus ikut melestarikan batik tulis.

“Sangat optimis. Mungkin cara kita saja untuk menyampaikannya. Kalau orang sudah tahu perbedaannya (batik tulis dan printing), mereka justru akan mencarinya,” kata Ummu. Tak hanya lewat bidang mode, batik juga terus diperkenalkan kepada dunia lewat berbagai medium.

Salah satunya film. Salah satunya adalah film “Sekar” yang dipersembangkan dalam rangka perayaan Hari Batik Nasional 2 Oktober.

Film pendek karya Sutradara Kamila Andini tersebut menceritakan tentang seorang perempuan buta bernama Sekar yang dunianya dipenuhi oleh batik buatan ibunya.

Hanya dengan menyentuh permukaan kain batik, Sekar mampu mengenali motifnya dan mencintainya sepenuh hati tanpa pernah melihat fisiknya.

Kamila Andini mengatakan, batik dalam film tersebut digambarkan sebagai sesuatu yang selalu menyimpan nilai dan filosofi hidup.

Selain ditayangkan di kanal YouTube Indonesia Kaya mulai 2 Oktober 2018, versi panjang film tersebut juga akan diikutsertakan ke festival-festival film.

“Menjaga batik adalah menjaga identitas dan menjaga cerita tentang siapa kita,” kata perempuan yang akrab disapa Dini itu. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved