Tidak Jelas Higienitas dan Kehalalannya, Disperindag Berau Juga Larang Penjualan Minyak Goreng Curah
minyak curah adalah minyak bekas yang sudah pernah digunakan untuk berbagai keperluan tentu tidak lagi terjamin kualitas, higieinitas dan kehalalannya
rusak dan mengontaminasi produk,” tegas Kadisperindagkop Wiyati.
Selain kontaminasi dari luar kemasan, risiko lain yang mungkin muncul adalah zat-zat karsinogen yang
membahayakan kesehatan. Karena itu, kata Kadisperindagkop Wiyati, pihaknya sangat mendukung kebijakan Menteri Perdagangan itu.
“Karena di Indonesia sendiri ada upaya-upaya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
Kalau produk-produk curah dijual, tidak diketahui komposisi bahan bakunya, tidak ada label BPOM,
tidak ada label halal, siapa yang akan bertanggung jawab kalau konsumen merasa dirugikan,” ujarnya.
Peredaran minyak curah di pasar dan penggunaan di masyarakat harus menjadi perhatian serius.
Pasalnya kualitas minyak goreng itu tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak melewati pengawasan BPOM.
Kenyataannya, hingga sekarang masih banyak masyarakat menggunakan minyak curah kebutuhan pangan sehari-hari.
Tidak sedikit pula pedagang kaki lima yang menggunakan minyak curah karena terjangkau dari segi harga.
Data Kementerian Perdagangan mencatat setidaknya total produksi minyak goreng di dalam negeri
mencapai 14 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, hanya 5,1 juta ton yang dipasarkan di dalam negeri,
sisanya diekspor. Namun dari 5,1 juta ton itu, hampir 50 persennya dalam bentuk minyak goreng curah.
Minyak curah adalah minyak bekas pakai, seperti restoran dan warung makan besar yang kemudian dijual kepada pengumpul.
Minyak tersebut kemudian didistribusikan ke pedagang pasar secara grosir dan kemudian dijual kembali secara eceran.