Moeldoko Nyatakan Pensiun dari Kantor Staf Presiden, Eks Panglima TNI : Untung Saya Jenderal Sabar

Moeldoko Nyatakan Pensiun dari Kantor Staf Presiden, Eks Panglima TNI : Untung Saya Jenderal yang Sabar.

Seno Tri Sulistiyono/Tribunnews.com
Moeldoko Nyatakan Pensiun dari Kantor Staf Presiden, Eks Panglima TNI : Untung Saya Jenderal Sabar 

TRIBUNKALTIM.CO - Moeldoko Nyatakan Pensiun dari Kantor Staf Presiden, Eks Panglima TNI : Untung Saya Jenderal Sabar.

Setelah mengemban tugas sejak 2018, Moeldoko pensiun sebagai Kepala Kantor staf Presiden ( KSP ).

Hal tersebut seiring dibubarkannya KSP yang juga menjadi akhir pemerintahan Jokowi - Jusuf Kalla.

Tenggat 3 Bulan Kapolri Soal Novel Baswedan Habis Besok, Moeldoko Ungkap yang Akan Dilakukan Jokowi 

Hari Terakhir Bekerja di Kantor Staf Presiden, Pengakuan Moeldoko: Kadang Saya Dipaksa Kanan Kiri

Kondisi Terkini Wiranto, Dijenguk Moeldoko dan Budi Karya Sumadi, akan Ada Penjelasan dr Terawan

Tetap Ada Moeldoko dan Mahfud MD Masuk, Ini 33 Menteri Jokowi yang Mengemuka Jelang Pelantikan

Hari Jumat (18/10/2019) ini adalah hari terakhir bagi Jenderal TNI (Purn) Moeldoko bertugas sebagai Kepala Kantor Staf Presiden.

Pada Sabtu (19/10/2019), KSP resmi dibubarkan seiring dengan akan berakhirnya pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Mengakhiri masa tugasnya, Moeldoko pun menggelar acara perpisahan dengan para deputi dan staf di KSP, termasuk jurnalis yang biasa meliput di Istana Kepresidenan.

"Saya izin mau pensiun karena ini adalah hari terakhir di KSP," kata dia.

Sejak menjabat Kepala KSP menggantikan Teten Masduki pada Januari 2018, Moeldoko mempunyai kesan yang tidak bisa ia lupakan.

Salah satunya adalah ketika menjadi salah satu pusat informasi wartawan mengenai urusan dinamika pemerintahan.

Mantan Panglima TNI itu mengaku sering "ditodong" wartawan untuk dimintai keterangannya terkait berbagai hal. Isu yang ditanyakan, mulai dari politik, pertahanan dan keamanan, hingga masalah ekonomi.

"Kadang saya dipaksa kanan kiri. Untung saya jenderal yang sabar," kata mantan Panglima TNI ini disambut tawa para awak media yang hadir.

Moeldoko mengaku, awalnya ia sempat kesulitan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan oleh wartawan.

Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan itu, serumit apa pun pertanyaannya.

"Dua-tiga bulan saya mulai agak lancar," kata dia.

Moeldoko juga mengakui bahwa selama komunikasi itu berlangsung, pasti ada sesuatu hal yang tidak berkenan.

Moeldoko ungkap Sikap Jokowi terhadap Kasus Novel Baswedan

Presiden Joko Widodo akan menagih Kapolri Jenderal Tito Karnavian terkait pengusutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Sebab, tenggat tiga bulan yang diberikan Jokowi akan jatuh pada Sabtu (19/10/2019).

"Pasti nanti akan dilihat, ditanyakan perkembangannya (ke Kapolri)," kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (18/10/2019) seperti dilansir Kompas.com.

Moeldoko mengatakan, selama ini Jokowi selalu memantau pekerjaan yang dilakukan anak buahnya.

 Kabar Buruk Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Orang Nomor 1 di Polisi Ditimpa Musibah, di Palembang

 Setelah Pukul Anggota TNI Yonzipur Hingga Berdarah, Preman Tantang Polisi Tembak Kepalanya

 Akui Prabowo Cerdas, Rocky Gerung: Masuk Kabinet, Jadi Orang Kedua di Pemerintahan Secara Politik

 Harta Kekayaan Mulan Jameela Ternyata Rp 15 M, Lebih Besar dari Desy Ratnasari, Ini Rinciannya

Apalagi jika sudah memberi tenggat, Presiden ingin pekerjaan itu harus selesai sesuai yang telah ditargetkan.

"Kebiasaan yang dilakukan Pak Jokowi begitu, selalu mengecek perkembangan pekerjaan yang beliau perintahkan," kata Moeldoko.

Moeldoko sendiri tidak mengetahui sejauh mana perkembangan penyidikan kasus Novel yang telah dilakukan kepolisian saat ini.

Ia meminta wartawan bertanya langsung kepada Kapolri.

Presiden Jokowi sebelumnya meminta tim teknis yang dibentuk kepolisian menuntaskan kasus Novel dalam 3 bulan.

Hal itu disampaikan Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (19/7/2019).

"Kalau Kapolri kemarin sampaikan meminta waktu 6 bulan, saya sampaikan 3 bulan tim teknis ini harus bisa menyelesaikan apa yang kemarin disampaikan (TGPF)," kata Jokowi.

Namun, Jokowi enggan berandai-andai apakah ia akan membentuk tim independen jika dalam waktu tiga bulan ke depan penyerang Novel belum juga terungkap.

Desakan agar Jokowi membentuk tim ini sendiri disuarakan oleh pihak Novel hingga para aktivis antikorupsi.

"Saya beri waktu tiga bulan. Saya lihat nanti setelah tiga bulan hasilnya kayak apa," kata Jokowi.

Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tak dikenal pada 11 April 2017.

Saat itu, Novel baru saja menunaikan shalat subuh di Masjid Al Ihsan, dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Akibat penyiraman air keras ini, mata Novel terluka parah.

Diketahui, Tim Gabungan Pencari Fakta yang dibentuk Kapolri sebelumnya telah gagal mengungkap pelaku penyerangan.

Kapolri pun membentuk tim teknis untuk menindaklanjuti temuan yang telah didapat oleh TGPF. 

Perjalanan kasus Novel Baswedan

Perjalanan kasus Novel Baswedan belum menemui titik temu hingga saat ini.

Bahkan, perbincangan tentang kasusnya masih ramai diperbincangkan terutama akhir-akhir ini.

Penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan, membuat publik begitu geram.

Tidak hanya itu, fotonya yang tengah mengantre di sebuah bandar udara beredar luas di media sosial Twitter.

Fotonya tersebut diunggah salah satu akun di Twitter dengan diikuti narasi bahwa Novel disebut mau jalan-jalan.

Dilansir dari Tribun Batam, namun hal tersebut dibantah pihak KPK, dan dijelaskan Novel berangkat ke Singapura untuk melakukan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kesehatannya.

Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo menilai terpaan isu miring di media sosial, terutama terkiat Novel mencerminkan jalan pemberantasan korupsi tidak mudah.

Yudi memandang terpaan isu miring itu tak lepas dari peran Novel dalam menangani kasus-kasus besar.

Novel diketahui menangani sejumlah kasus besar, mulai dari kasus e-KTP, suap hakim MK Akil Mochtar, suap wisma atlet SEA Games, kasus Simulator SIM hingga kasus cek pelawat yang melibatkan Nunun Nurbaeti.

Puncaknya adalah saat Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal pada 11 April 2017 silam.

Namun hingga kini pengusutan kasusnya masih gelap.

Belum ada satu pun pelaku lapangan yang terungkap.

Berikut catatan panjang kasus Novel Baswedan dilansir dari Tribun Batam:

Kasus sarang burung walet

Melansir pemberitaan Kompas.com (23/01/2015), pada 5 Oktober 2012, petugas Kepolisian Daerah Bengkulu dan jajaran perwira Polda Metro Jaya menggeruduk Kantor KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.

Kepolisian menangkap Novel dengan status tersangka atas penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet ketika bertugas di Polrestra Bengkulu pada 2004.

Saat masih menjadi Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bengkulu, anak buah Novel dituduh menganiaya pencuri sarang burung walet. Saat itu, Novel tidak ada di tempat kejadian perkara. Akan tetapi, ia disalahkan karena dianggap bertanggungjawab atas tindakan anak buahnya.

Novel pernah menjalani pemeriksaan kode etik oleh Mapolres Bengkulu dan Polda Bengkulu atas kasus ini. Ia pun telah memperoleh sanksi berupa teguran.

Novel kemudian bergabung dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penyidik pada 2006.

Namun kasus sarang burung walet ini kembali mencuat pada tahun 2012.

Penetapan tersangka atas Novel di tahun 2012 tidak lama jaraknya dengan penetapan Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo sebagai tersangka oleh KPK.

Djoko dijadikan tersangka dalam kasus korupsi dan pencucian uang proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM).

Sejumlah dugaan muncul terkait tindakan polisi yang mengusut kembali kasus Novel telah tuntas pada 2004.

Penetapan Novel dan Djoko sebagai tersangka menimbulkan ketegangan antara Kepolisian dan KPK.

Ketegangan tersebut mereda dengan turun tangannya SBY kala itu selaku Presiden.

Dalam pidatonya, SBY menyatakan bahwa penetapan Novel sebagai tersangka tidak tepat dalam hal waktu dan cara.

Namun demikian, kasus tersebut masih berlanjut hingga Novel ditangkap di kediamannya di Jakarta pada Jumat, 1 Mei 2015.

Penangkapan Novel dilakukan berdasarkan surat perintah penangkapan dengan nomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum.

Dalam penangkapan ini, Presiden Joko Widodo pun memerintahkan Kapolri untuk melepaskan Novel.

Jokowi meminta agar KPK dan Polri bersinergi.

Kasus Novel ini akhirnya berakhir setelah Kejaksaan Agung mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2).

Langkah ini diambil karena dinilai tidak cukup bukti serta durasi penanganan waktu yang telah kadaluarsa.

Disiram air keras

Pada 11 April 2017, wajah Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal seusai shalat subuh di masjid dekat kediamannya.

Kasus ini mencuri perhatian publik.

Pasalnya, Novel tengah menjadi Kepala Satuan Tugas yang menangani beberapa perkara besar yang sedang ditangani KPK.

Salah satunya adalah kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Selain itu, melansir pemberitaan Kompas.com (27/07/2017), Novel juga terlibat persoalan internal KPK.

Ia mewakili Wadah Pegawai KPK menolak secara tegas rencana agar Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) diangkat langsung dari Polri yang belum pernah bertugas di KPK sebelumnya.

Polri pun membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengusut kasus penyiraman air keras tersebut dan menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM menjelang dua tahun kasus Novel.

Tim gabungan tersebut memiliki masa kerja mulai 8 Januari 2019 sampai dengan 7 Juli 2019.

Di akhir masa jabatan, TGPF mengungkapkan enam kasus yang diduga berkaitan dengan penyerangan Novel.

Enam kasus tersebut terdiri atas kasus korupsi e-KTP, kasus mantan Ketua MK Akil Mochtar, kasus mantan Sekjen MA Nurhadi, kasus mantan Bupati Buol, Amran Batalipu, kasus korupsi wisma atlet, dan kasus sarang burung walet.

Ada pula kasus yang diduga terlupa, yaitu korupsi suap impor daging dengan tersangka Basuki Hariman.

Akan tetapi, kasus ini menjadi "buku merah" karena ada catatan yang ditemukan berisi daftar penerima suap.

Namun, hingga masa tugas berakhir, tim tersebut belum menemukan titik terang pelaku penyerang Novel.

Polri kemudian mendapat rekomendasi dari TGPF untuk menindaklanjuti sejumlah temuan dan membentuk tim teknis.

Melansir pemberitaan Kompas.com (1/08/2019), tim teknis berjumlah 120 anggota.

Tim tersebut terbagi atas penyelidik, penyidik, interogator, surveillance, siber, inafis, laboratorium forensik, serta analisis dan evaluasi.

Untuk tahap pertama, tim bekerja selama tiga bulan, yaitu 1 Agustus hingga 31 Oktober 2019. Masa kerja tersebut dapat diperpanjang selama tiga bulan berikutnya dan dievaluasi.

Menerima berbagai tudingan miring

Dengan kasus penyiraman air keras atas dirinya yang belum terungkap, Novel juga menerima berbagai tudingan miring di media sosial hingga saat ini.

Berdasarkan pemberitaan Kompas.com (4/10/2019), menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, ada tiga informasi yang patut diklarifikasi:

Foto Novel dan Anies Baswedan

Beredarnya foto hitam putih Novel dan Anies Baswedan yang duduk bersama usai shalat di sebuah masjid dikaitkan dengan implikasi terhadap sebuah lembaran yang tertulis "Tanda Bukti Penerimaan Laporan/Informasi Dugaan TPK".

Setelah pengecekan, peristiwa di dalam foto tersebut terjadi di awal Juni 2017. Novel masih dalam proses perawatan mata setelah operasi di Singapura kala itu.

Adanya foto hitam putih dan foto laporan pengaduan masyarakat, muncul kesan hubungan saudara antara Novel dan Anies yang mempengaruhi penanganan perkara di KPK.

Febri pun memastikan bahwa hal tersebut tidak akan terjadi di KPK lantaran ada aturan tegas soal konflik kepentingan.

Foto Novel di Bandara

Kemudian, foto Novel yang berada di bandara.

Dalam narasi yang beredar, Novel disebut mau jalan-jalan.

Faktanya, Novel sedang mengantre di bandara untuk berobat ke Singapura.

Novel disebut tukar guling perkara

Narasi lain yang baru-baru ini muncul adalah saat Pansus Angket KPK berjalan yang kembali muncul di media sosial.

Kata Febri dalam pemberitaan Kompas.com (4/10/2019), ada keterangan tersangka di KPK yang terkait kasus suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi bahwa seolah-olah ada orang yang menyerahkan indekos 50 kamar di Bandung sebagai tukar guling perkara.

KPK pun sudah menepis narasi tersebut.

##

Sebelumnya, TPF Polri gagal mengungkap pelaku maupun dalang di balik penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang terjadi pada 11 April 2017 silam.

Sepanjang pemaparan hasil laporan di Mabes Polri, kemarin, tim sama sekali tidak menyebut nama pelaku atau dalang penyerangan.

Anggota TPF Polri Nur Kholis, dalam paparannya hanya merekomendasikan pada Polri untuk menyelidiki lebih lanjut tiga orang tak dikenal yang diduga kuat terlibat kasus itu.

Tiga orang tersebut adalah satu orang yang mendatangi kediaman Novel Baswedan pada April 2017, dan dua orang yang ada di Masjid Al Ikhsan dekat kediaman Novel Baswedan pada 10 April 2017.

"TPF rekomendasikan kepada Polri untuk mendalami fakta keberadaan satu orang tidak dikenal yang mendatangi kediaman korban pada tanggal 5 April 2017."

"Dan dua orang tidak dikenal yang duduk di dekat masjid," ujar Nur Kholis di Mabes Polri, Rabu (17/7/2019).

Sebelumnya Wartakotalive memberitakan, tim gabungan ini dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian lewat Surat Keputusan nomor: Sgas/ 3/I/HUK.6.6/2019.

Tim yang beranggotakan 65 orang itu memiliki masa tugas selama enam bulan dan sudah habis pada 7 Juli 2019.

Tim pakar gabungan investigasi kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, bakal mengumumkan hasil rekomendasi pada Rabu (17/7/2019) hari ini.

"Akan menyampaikan hasilnya secara komprehensif. Nanti akan didampingi dari Divisi Humas dan Bareskrim," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019).

Hasil rekomendasi tersebut akan dipakai tim teknis yang khusus dibentuk oleh Bareskrim Polri.

Meski begitu, hasil rekomendasi itu belum akan mengumumkan sosok tersangka.

Namun, kata Dedi Prasetyo, hasil investigasi selama enam bulan itu akan berguna bagi langkah lanjut penyidikan di Polri.

"Tentunya masih belum (ada tersangka), masih dalam proses penyidikan yang lebih mendalam lagi," tutur Dedi Prasetyo.

Menurut Dedi Prasetyo, hasil tim gabungan pakar hanya bersifat rekomendasi yang sifatnya terbuka.

Sebelumnya, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang dibentuk Kapolri, telah selesai melakukan tugasnya.

Hasil investigasi TGPF selama enam bulan, diserahkan ke Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Selasa (9/7/2019) malam.

Anggota TGPF Hermawan Kiki Sulistyo menyebut, ada tiga jenderal aktif yang turut diperiksa selama masa investigasi pihaknya.

Namun, ia tak membeberkan siapa jenderal tersebut serta asal institusinya, apakah Polri atau TNI.

Menurutnya, semua hasil investigasi akan dibeberkan pihaknya pekan depan, setelah hasil dibaca dan diterima Kapolri, Selasa malam.

"Pada kasus ini, ada tiga jenderal aktif yang diperiksa. Juga ada jenderal bintang tiga," kata Hermawan di Mabes Polri, Selasa (9/7/2019).

Hermawan mengatakan, tiga jenderal tersebut diperiksa merujuk pada penyelidikan yang telah dilakukan.

Ia memastikan TGPF bekerja secara independen.

“Semua kami periksa lagi sesuai dari hasil penyelidikan yang lama. Kami bekerja independen. Berdasar penyelidikan yang dilakukan tim dahulu."

"Kami ada dari Polri, Polda Metro, Ombudsman, Komnas HAM, kan ada laporannya,” ujarnya.

Sementara, anggota TGPF Nurcholis mengatakan, hasil investigasi pihaknya akan disampaikan ke publik pekan depan.

Ia memastikan laporan investigasi yang disusun telah lengkap.

"Saya pastikan laporan sudah lengkap. Tim teknis akan menyiapkan," ucap Nurkholis di Mabes Polri, Selasa (9/7/2019).

Nurkholis menyebut, laporan tersebut telah disampaikan pada Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

"Karena setelah diskusi hari ini tentu kami sangat menghargai masukan dari Pak Kapolri."

"Dan juga walaupun secara substansi menurut kami tidak banyak berubah, tetapi layaknya sebagai sebuah laporan, tentu harus ada perbaikan di sana-sini," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Hendardi yang juga anggota TGPF menyebut hasil investigasi tersebut merujuk pada sebagian penyelidikan Polri sebelumnya.

Tim kemudian melakukan pengembangan seperti memeriksa saksi, dan reka ulang tempat kejadian perkara.

"Itu yang kami coba uji kembali, termasuk adalah kegiatan reka ulang TKP, penjelajahan saksi-saksi terhadap alibi-alibi, termasuk mengembangkan saksi-saksi."

"Kenapa kami ke Ambon, ke Malang, dan lainnya, itu dalam rangka pengembangan saksi-saksi, bukan pelesiran," ungkap Hendardi.

 Miryam Bersitegang dengan Novel Baswedan di Depan Hakim Saya Dibikin Mabok Duren

 Soal Pengawasan KPK, Novel Baswedan: Ada Kelompok yang Dapat Uang Banyak dan Takut Ditangkap

 Pimpinan KPK Saut Situmorang Mundur, Ada Permintaan Maaf dan Singgung Novel Baswedan di Suratnya

 Setelah Diresmikan, Ini yang Telah Dilakukan Tim Teknis Polri untuk Pecahkan Kasus Novel Baswedan

(*)

Ia pun meminta maaf atas hal tersebut.

Dia berharap, komunikasi ke depan masih tetap bisa berlanjut.

Ketika ditanya mengenai masa depan di pemerintahan periode kedua Jokowi bersama Ma'ruf Amin, Moeldoko belum mau buka-bukaan kepada media.

"Saya habis ini mau liburan dulu, mau pulang kampung," kata Moeldoko.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved