Menangis, Eks Caleg Gerindra Ini Ceritakan Kisah Dipecat Sehari Sebelum Dilantik, Sempat Ikut Geladi
Satu hari jelang pelantikan, Misriyani mendapatkan kiriman surat dari Gerindra yang menyatakan dirinya diberhentikan dari partai
TRIBUNKALTIM.CO - Mantan calon legislatif terpilih Gerindra Misriyani Ilyas menangis sambil menceritakan kisahnya yang dipecat partai satu hari sebelum pelantikan anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.
"Saya sudah melaksanakan geladi, tanggal 23 (September) itulah yang saya mendapat kabar bahwa ada surat dari DPP yang ditujukan kepada DPD Gerindra Sulawesi Selatan," kata Misriyani di acara diskusi kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2019).
Misriyani berkata-kata sambil terisak dan meneteskan air mata.
• Kisah Selingkuh Ibu Kepala Sekolah dengan Wakil, Lebih Muda 8 Tahun, Ekspresi Suami Ngamuk di Hotel
• Minum Air Mentimun Setiap Hari, Jangan Kaget, Inilah 9 Manfaat yang Akan Terjadi di Tubuh Anda!
• Jadi Menteri Kaya, Ganteng, Inilah Foto - foto Rumah Gista Putri Istri Wishnutama yang Sangat Mewah
• Kabar Buruk Santri yang 3 Tahun Lalu Ramal Prabowo Jadi Menteri Jokowi, Begini Nasibnya Sekarang
Misriyani merupakan caleg Gerindra yang maju dalam Pemilu DPRD daerah pemilihan Sulawesi Selatan II.
Oleh KPU Provinsi Sulsel, Misriyani telah ditetapkan sebagai caleg terpilih karena meraih suara terbanyak sebesar 10.057.
Namun, satu hari jelang pelantikan, yaitu 23 September 2019, Misriyani mendapatkan kiriman surat dari Gerindra yang menyatakan dirinya diberhentikan dari partai.
Atas pemberhentian itu, Misriyani pun batal dilantik sebagai anggota DPRD.
"Saya mendapatkan empat surat yang isinya tentang pemberhentian saya, penundaan pelantikan yang ditujukan ke KPU dan langkah administrasi yang dilakukan atas nama DPP terhadap pemberhentian saya dan penggantian nama caleg terpilih," lanjut dia.
Misriyani terkejut dengan keputusan Gerindra.
Sebab, sejak 13 Agustus 2019, dirinya sudah mengantongi surat keputusan (SK) KPU yang memuat namanya sebagai caleg terpilih.
Nama Misriyani sebagai caleg terpilih pun sudah diserahkan KPU kepada Menteri Dalam Negeri.
Tetapi, adanya surat pemecatan dari Gerindra membuat Misriyani tak bisa melakukan apa-apa.
Terlebih lagi, surat itu dikirim satu hari jelang pelantikan.
Namun demikian, Misriyani mengatakan, dalam surat pemberitahuan dirinya tercantum bahwa surat dibuat bulan Agustus 2019.
"Jam 23.00 WIB malam, 23 September, saya mendapatkan kabar bahwa Mendagri tidak memasukkan nama saya sebagai calon yang akan dilantik pada 24 September," ujar Misriyani.
"Di situlah saya sangat shock sekali dan tidak tahu harus bagaimana kecuali menerima kenyataan besoknya saya tidak hadir dalam pelantikan," lanjut dia.
Meskipun tidak ikut pelantikan, Misriyani tetap berusaha untuk meminta klarifikasi dari Gerindra atas pemecatan dirinya.
Saat bertanya ke Ketua DPD Gerindra, Misriyani tidak mendapat jawaban.
Sebab, Ketua DPD Gerindra pun mengaku, tidak dimintai klarifikasi atas pemberhentian Misriyani.
Misriyani lantas berusaha melakukan klarifikasi ke DPP Gerindra.
Ia juga meminta DPP mencabut pemberhentian dirinya.
Namun, hingga saat ini, upayanya belum membuahkan apapun.
Misriyani percaya bahwa peristiwa ini bukan ulah Gerindra.
Ia meyakini bahwa ada oknum yang mengatasnamakan partai yang ingin menjegal dirinya.
"Jadi tolong digarisbawahi, ini bukan partai Gerindra yang melakukan. Tapi saya yakin yang melakukan ini adalah oknum yang menginginkan kelompoknya yang berada di sini," kata Misriyani sambil menangis lagi.
Berita lain:
Berkaca Kasus Mulan Jameela, Parpol Dinilai Seenaknya Ganti Caleg Terpilih
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) mengkritisi fenomena penggantian calon anggota legislatif terpilih oleh partai politik sebelum pelantikan.
Berangkat dari kasus penggantian caleg terpilih oleh PDI-Perjuangan dan Gerindra pada akhir Agustus lalu, Perludem menilai, ada yang keliru dengan mekanisme penggantian ini.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, seharusnya, caleg yang dinyatakan terpilih adalah yang mendapat suara terbanyak di Pemilu.
Partai politik, kata Titi, tidak berwenang mengganti dan menentukan siapa saja caleg yang melenggang ke DPR dan DPRD.
"Kalau berdasarkan ketentuan yang ada, baik menurut undang-undang maupun putusan MK dan juga Peraturan KPU, penentuan calon terpilih sepenuhnya berdasarkan suara terbanyak yang diperoleh oleh caleg," kata Titi dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2019).
"Namun dalam praktiknya, partai politik mengambil langkah untuk memberhentikan caleg dengan suara terbanyak agar caleg yang dikehendaki bisa menduduki kursi DPR ataupun DPRD," sambung dia.
Kasus penggantian caleg PDI-P terjadi pada saat KPU menetapkan hasil Pemilu Legislatif 2019, 31 Agustus.
Saat itu, PDI-P meminta pergantian tiga calegnya yang mendapat suara terbanyak di Pemilu DPR RI.
Satu anggota DPR terpilih di daerah pemilihan Sumatera Selatan I diganti karena meninggal dunia.
Sedangkan dua caleg lainnya yang berasal dari dapil Kalimantan Barat I diganti karena dipecat dan mengundurkan diri dari partai. Titi mengatakan, untuk kasus caleg terpilih meninggal dunia, relevan jika partai meminta pergantian caleg.
Sebab, satu dari empat syarat caleg terpilih dapat diganti adalah apabila caleg meningal dunia.
Tiga syarat lainnya menurut Pasal 426 Undang-undang Pemilu adalah, jika caleg terpilih mengundurkan diri, jika caleg tidak memenuhi syarat, dan atau jika caleg terbukti melakukan tindak pidana.
"Dan untuk kasus pemecatan dan pengunduran diri, harusnya dilakukan setelah proses pelantikan selesai, karena mekanisme pergantian ini harus dilakukan dengan pembuktian di dalam proses persidangan yang fair," ujar Titi.
Sementara itu, penggantian caleg terpilih Gerindra dilakukan karena ada gugatan dari sejumlah caleg kepada Gerindra ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Salah satu yang menggugat ialah penyanyi Mulan Jameela.
Namun, setelah mencermati putusan PN Jaksel terkait perkara itu, Titi mengatakan, pertimbangannya justru bertentangan dengan sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
PN Jaksel mengabulkan gugatan Mulan Jameela cs karena dalam pertimbangannya, suara Gerindra di daerah pemilihan Jabar XI lebih besar daripada suara caleg terpilih.
Sehingga, diputuskan bahwa Gerindra punya kewenangan dalam menentukan caleg terpilihnya.
"Sebenarnya sangat jelas bahwa untuk menentukan calon terpilih adalah calon yang mendapatkan suara terbanyak," ujar Titi.
"Sehingga apa yang disampaikan dalam pertimbangan PN Jaksel tersebut adalah sesuatu yang keliru karena bertentangan dengan penerapan sistem pemilu proporsional daftar terbuka," lanjut dia.
Atas putusan PN Jaksel itu, Gerindra lantas melakukan pemecatan terhadap sejumlah kadernya yang sebenarnya menjadi caleg terpilih.
Kursi caleg itu kemudian diberikan kepada Mulan Jameela Cs yang dinyatakan menang di pengadilan.
Namun demikian, menurut Titi, tindakan pemecatan itu bukan perintah putusan pengadilan.
Sebab, tak ada satupun putusan pengadilan yang memerintahkan partai melakukan pemecatan.
Sekalipun partai ingin mengganti caleg terpilihnya karena alasan organisasi partai, kata Titi, harus melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW).
PAW sendiri pun hanya bisa dilakukan setelah caleg terpilih dilantik lebih dulu.
Oleh karena fenomena tersebut, Perludem memandang, partai telah sewenang-wenang.
"Tindakan yang sewenang-wenng memberhentikan caleg terpilih adalah sangat mencederai rasa keadilan dan sngat bertentangan dengan konstitusi kita," kata Titi.
• Bagian Pemerintah, Adian Napitupulu Tak Yakin Gerindra Tetap Kritis, Langsung Dibantah Arief Poyuono
• Desmond J Mahesa Gerindra Anggap Wahyu Sakti Trenggono Kurang Pas jadi Wamen Prabowo Subianto
• Wahyu Sakti Trenggono jadi Wakil Prabowo di Menhan, Politisi Gerindra Malah Berkata Begini
• Alasan Gerindra Tak Suka Wahyu Sakti Trenggono Diminta Jokowi Jadi Wakil Menhan Prabowo Subianto
(*)