Kejati Kaltim Prioritas Kasus Korupsi Tambang Ilegal Narkotika, Indeks Persepsi Korupsi Masih Rendah

Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur atau Kajati Kaltim, Chairul Amir menegaskan, tidak akan mentoleransi tiga perkara Pidana.

Editor: Budi Susilo
Tribunkaltim.co/Budhi Hartono
Kepala Kejati Kaltim Chairul Amir serah terima jabatan tiga Kepala Kejaksaan Negeri, di Aula Gedung Kejati Kaltim, Jalan Bung Tomo, Samarinda Seberang, Jumat (8/11/2019). 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur atau Kajati Kaltim, Chairul Amir menegaskan, tidak akan mentoleransi tiga perkara Pidana.

Ketiga perkara itu, narkotika, ilegal mining (tambang ilegal) dan korupsi menjadi target prioritas dalam penegakan hukum.

Pernyataan ini, ia sampaikan disela-sela melantik sekaligus serah terima pejabat Kepala Kejari Sangatta, Tarakan dan Bulungan. 

"Saya meminta untuk tidak mentolerir tindak Pidana narkotika, illegal mining atau pelanggaran pertambangan dan juga korupsi yang juga menjadi tugas jaksa sebagai penegak hukum," pesan Cahirul dihadapan pejabat Kejaksaan se Kaltim di Aula Gedung Kejati Kaltim, Jalan Bung Tomo, Samarinda Seberang, Jumat (8/11/2019).

Alasannya, lanjut Kajati, saat ini indeks persepsi korupsi di Indonesia masih jauh jika dibandingkan dari negara-negara di Asia.

"Oleh karena itu, Kejaksaan akan tetap menjadikan (tiga perkara) itu sebagai prioritas," jelasnya.

Tetapi dalam setiap menangani ketiga perkara prioritas itu, mantan Kajati Aceh berpesan, harus mempertimbangkan secara cermat, untuk mengambil suatu kebijakan dan keputusan penegakkan hukum. 

Mantan Direktur Ekonomi dan Keuangan Jaksa Agung Intelijen, kembali mengingatkan kepada para jaksa untuk tetap memperhatikan lingkungan, masyarakat dan kultur.

"Dan mengedepankan rasa keadilan dalam melakukan penegakkan hukum," ucapnya.

Disinggung mutasi tiga pejabat Kepala Kejari, Chairul mengatakan, hal biasa dalam melakukan penyegaran organisasi terhadap kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) di wilayah Kaltim.

Ia berharap, agar pejabat yang baru dilantik dapat beradaptasi cepat ditempat kerja yang baru.

"Ini adalah hal yang rutin dilakukan sebuah organisasi dalam rangka untuk menambah wawasan pejabat, melaksanakan tugas ditempat kerjanya yang baru," ujarnya.

Selain itu, kata Chairul, serah terima jabatan jaksa untuk memberikan penyegaran organisasi.

"Agar pejabat yang baru bisa lebih semangat, punya motivasi untuk menegakkan hukum di masing-masing daerahnya," pungkasnya.

Untuk diketahui, sejumlah pejabat kejaksaan yang dimutasi antara lain, Kajari Bulungan, Kajari Tarakan, Kajari Kutim, Asisten Pembina Kejati Kaltim, Kepala Bagian Tata Usaha Kejati Kaltim dan Koordinator Kejati Kaltim

Kepala Kejati Kaltim, Chairul Amir melantik dan dirangkai bersama prosesi pengambilan sumpah dan serah terima jabatan (sertijab).

Serah Terima Jabatan Pejabat Kejaksaan di wilayah Kaltim dan Kaltara : 

1. Asisten Pembinaan pada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur yang sebelumnya dijabat oleh Abdullah, digantikan oleh Agung Sumarno (Kajari Kabupaten Madiun).

2. Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kutai Timur yang sebelumnya dijabat oleh Mulyadi, digantikan oleh Setiyowati (Kepala Bagian Tata Usaha Kejati Kaltim)

3. Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bulungan yang sebelumnya dijabat oleh Eric Folanda, digantikan oleh Ricky Tommy Hasiholan yang sebelumnya menjabat sebagai Jaksa Fungsional pada Jaksa Agung Pembinaan (Jaksa yang dipekerjakan pada KPK).

4. Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Tarakan yang sebelumnya dijabat oleh Rachmad Vidianto, digantikan oleh Fathkuri (Kajari Kabupaten Bengkulu).

5. Kepala Bagian Tata Usaha Kejati Kaltim yang sebelumnya dijabat oleh Setiyowati, digantikan oleh Faja Syaputra.

6. Koordinator pada Kejati Kaltim yang sebelumnya dijabat oleh Chandra Purnama, digantikan oleh Fatoni Hatam (sebelumnya bertugas sebagai Jaksa Penuntut Umum KPK).

Sumber Data : Penkum Kejati Kaltim.

Beberapa Penyebab Korupsi Dana Desa

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengadakan acara bertajuk 'Pantauan ICW soal korupsi dana desa', di Kantor ICW, di Jl Kalibata Timur IV D, Jakarta Selatan, Jumat (11/8/2017).

ICW menggelar acara ini sebagai lanjutan dari proses penyikapan OTT korupsi dana desa di Pamekasan oleh KPK beberapa waktu lalu.

Almas Sjafrina, peneliti ICW yang menjadi pembicara dalam acara ini, menuturkan ada empat faktor penyebab terjadinya korupsi dana desa.

"Faktor paling mendasar adalah kurang dilibatkannya masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan dana desa," ujar Almas yang mengenakan kerudung biru dongker dan kemeja pink.

Menurut Almas, akses masyarakat untuk mendapatkan informasi pengelolaan dana desa dan terlibat aktif dibatasi.

Padahal di pasal 68 UU Desa, telah diatur hak dan kewajiban masyarakat desa untuk mendapatkan akses dan dilibatkan dalam pembangunan desa.

"Pelibatan masyarakat menjadi faktor paling dasar karena masyarakat desa lebih mengetahui kebutuhan desa dan secara langsung menyaksikan bagaimana pembangunan desanya. Namun, masyarakat desa seolah kurang peduli," ujar Almas.

Faktor kedua, yang juga dirasa penting adalah terbatasnya kompetensi kepala desa dan perangkat desa.

Keterbatasan ini secara khusus mengarah pada teknis pengelolaan dana desa, pengadaan barang dan jasa, serta penyusunan pertanggungjawaban keuangan desa.

Almas mengaku masih rendahnya latar belakang pendidikan dari kepala desa dan perangkat desa sangat berpengaruh akan faktor ini.

Tidak optimalnya lembaga desa menjadi faktor ketiga. Terutama lembaga yang secara langsung memainkan peran penting dalam pemberdayaan masyarakat dan demokrasi tingkat desa, seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Faktor terakhir yang tak kalah penting adalah fakta mengenai penyakit cost politik yang tinggi akibat kompetitifnya arena pemilihan kepala desa.

"Karena cost yang tinggi harus mereka keluarkan dalam menuju pemilihan kepala desa, mereka kebanyakan akan berusaha mengembalikan defisitnga melalui proses korupsi setelah berhasil menjabat. Bahkan ada kepala desa yang berusaha menghimpun dana desa ketika menjabat untuk maju dalam pemilihan berikutnya," ujar Almas.

Berkaitan pula dengan faktor terakhir, meningkatnya anggaran desa dirasa menjadi alasan banyaknya minat dari berbagai pihak untuk mencalonkan diri sebagai kepala desa meski tanpa komitmen untuk membangun desa.

Diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Komisi antirasuah tersebut mengamankan Bupati Pamekasan, Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Kepala Desa Dassok, serta dua orang aparatur sipil lainnya dalam praktek korupsi dana desa, Rabu (02/08).

Kasus korupsi di Pamekasan tersebut menambah daftar panjang mengenai korupsi dana desa berdasarkan pantauan ICW.

 
Korupsi RPU, Ditkrimsus Polda Kaltim: Lidik Terus Berlanjut, MAKI Sebut Kejati Kaltim Terima SPDP

Mantan Direktur Perusda AUJ Kenakan Rompi Oranye Menuju Kejati Kaltim, Jumpa Pers Siang Ini

Kasi Penkum Kejati Kaltim Sebut Kasus Proyek Taman MLG Samarinda Sudah Dihentikan

Kejati Kaltim Bidik Proyek Fisik di Politeknik Balikpapan yang Bersumber Dari Dana Proyek APBN

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul 4 Faktor Penyebab Adanya Korupsi Dana Desa Versi ICW, https://www.tribunnews.com/nasional/2017/08/11/4-faktor-penyebab-adanya-korupsi-dana-desa-versi-icw?page=all.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved