Gunung Merapi Kembali Meletus Setinggi 1 Km, Ini Rekomendasi BPPTKG Yogyakarta, Steril dari Manusia
Gunung Merapi kembali meletus setinggi 1 Km, ini rekomendasi BPPTKG Yogyakarta, steril dari manusia
Gunung Merapi kembali mengeluarkan awan panas.
Semburan awan panas atau yang biasa disebut wedhus gembel itu terpantau oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi atau BPPTKG Yogyakarta.
Pada Senin (14/10/2019) sore pukul 16.31 WIB, Gunung Merapi menyemburkan awan panas dengan tinggi kolom sekitar 3.000 meter dari Puncak.
Berdasarkan data dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, semburan awan panas tersebut terekam di seismogram dengan durasi 270 detik dan amplitudo 75 mm.
Sementara itu, Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi atau PVMBG Kasbani, mengimbau warga untuk mengantisipasi gangguan abu vulkanik pasca-letusan tersebut.
Menurut informasi yang berhasil dihimpun, sejumlah warga di Stabelan, Boyolali, mengaku mengalami hujan abu tipis dan tidak sampai mengganggu aktivitas warga.
Baca fakta lengkapnya berikut ini:
1. Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Hanik Humaida menjelaskan, awan panas letusan Gunung Merapi pada Senin (14/10/2019) pukul 16.31 WIB tersebut disebabkan karena akumulasi gas.
"Tadi sore pukul 16.31 WIB terjadi awan panas letusan Gunung Merapi, dengan tinggi kolom 3.000 meter," ujar Hanik saat ditemui, Senin (14/10/2019). Untuk status Gunung Merapi, BPPTKG Yogyakarta masih menetapkan pada level II (Waspada).
2. Lontaran letusan ke segala arah
Menurut Hanik, lontaran letusan ke segala arah. Sedangkan untuk arah awan panas tidak terlihat secara visual.
Namun, jika dilihat dari durasinya, jarak luncur awan panas tidak lebih dari 3 kilometer.
"Ini adalah lontaran ke segala arah, tapi untuk abu teridentifikasi adanya letusan abu sampai jarak sekitar maksimal 25 kilometer dengan intensitas tipis," ucapnya.
3. Karakter awan panas mirip letusan di bulan September
Selain itu, Hanik menambahkan, karakter awan panas letusan sama dengan tanggal 22 September 2019 lalu.