Antasari Azhar Nilai Agus Rahardjo Cs Tak Pantas ke Mahkamah Konstitusi Gegara Perppu KPK Tak Terbit

Antasari Azhar nilai Agus Rahardjo Cs tak pantas ke Mahkamah Konstitusi gegara Perppu KPK tak terbit

Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Budi Susilo
Ambaranie Nadia K.M
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar menyambangi Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (14/2/2017). 

TRIBUNKALTIM.CO - Antasari Azhar nilai Agus Rahardjo Cs tak pantas ke Mahkamah Konstitusi gegara Perppu Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) tak terbit.

Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Antasari Azhar mengomentari langkah Agus Rahardjo, SAut Situmorang dan Laode M Syarif, menjadi pemohon Judicial Review UU KPK, di Mahkamah Konstitusi.

Diketahui, langkah Judicial Review ini  ditempuh Agus  Rahardjo Cs lantaran Presiden Jokowi dan Menkopolhukam Mahfud MD tegas tak akan menerbitkan Perppu KPK.

Dilansir dari Tribunnews.com, tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK), yakni Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang memutuskan untuk turut mengajukan Judicial Review (JR) atas UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (20/11/2019).

Merespons sikap tiga pimpinan itu, mantan Ketua KPK Antasari Azhar menyatakan langkah Agus, Syarif, dan Saut tidak tepat. Apa lagi, saat ini mereka bertiga masih menjabat sebagai komisioner KPK.

"Gugatan sebagai warga negara tepat saja, tetapi masih sebagai pejabat negara kurang tepat," kata Antasari Azhar kepada Tribunnews.com, Rabu (20/11/2019).

Kabar Buruk Ketum PKB Muhaimin Iskandar Mangkir Panggilan KPK, Cak Imin Saksi Penerima Hadiah Proyek

Jokowi Didukung Menkopolhukam Mahfud MD Tak Terbitkan Perppu KPK, Ini Langkah Agus Rahardjo Cs di MK

MUI Bersikap Meski Sukmawati Tante Puan Maharani Minta Maaf, dan Mengaku Cinta Nabi Muhammad SAW

Mantan ketua KPK era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY) itu menyarankan tiga pimpinan untuk mengikuti kebijakan kepala negara, dalam hal ini yaitu Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Pimpinan KPK sebagai pejabat negara, selayaknya ikuti kebijakan kepala negara, walaupun dalam tugas tetap independen," kata Antasari.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan, selain tiga pimpinan KPK, pemohon gugatan ini juga terdiri dari para aktivis antikorupsi dan didampingi 39 advokat yang tergabung dalam Tim Advokasi UU KPK.

"Jadi ada beberapa orang.

Kemudian kita didampingi oleh lawyer-lawyer kita.

Kemudian kita nanti mengundang ahli," kata Agus Rahardjo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (20/11/2019).

Agus Rahardjo sebenarnya masih berharap Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK.

Namun hingga kini, dia melihat hal itu belum diterbitkan oleh Jokowi.

"Harapan kita kan sebetulnya Perppu KPK itu keluar.

Tapi Bapak Presiden juga menyarankan supaya kita menempuh jalur hukum.

Oleh karena itu kita mengajukan JR hari ini," kata Agus.

Dia menegaskan, pihaknya akan mengajukan uji formil dan uji materiil terkait UU KPK yang baru.

Uji formil akan menyoal proses pembentukan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

Sementara uji materiil, akan menyasar pasal di UU tersebut, termasuk mengenai keberadaan dewan pengawas.

Berdasarkan informasi, selain tiga pimpinan KPK, para pemohon gugatan lainnya yakni dua mantan pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas dan M Jasin; Omi Komaria Madjid (istri pendiri Kampus Paramadina, Nurcholish Madjid atau Cak Nur); Betty S Alisjahbana (mantan Pansel Capim KPK dan mantan Ketua Dewan Juri Bung Hatta Anti-corruption Award); Hariadi Kartodihardjo (ahli kebijakan lingkungan); Mayling Oey (Guru Besar Ekonomi UI); Suarhatini Hadad (Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional); Abdul Ficar Hadjar (pakar hukum pidana Universitas Trisakti); Abdillah Toha (pendiri grup Mizan); dan Ismid Hadad (Ketua Dewan Pimpinan Yayasan Kehati).

"Total pemohon yang akan menyampaikan uji formil kali ini ada 13 orang.

Tadi sudah disebutkan beberapa pimpinan KPK menggunakan hak sebagai warga negara dan juga ada mantan Komisioner KPK juga ada pak dan banyak sekali tokoh-tokoh masyarakat yang juga bergabung," kata Kurnia Ramadhana, salah satu Tim Advokasi UU KPK di kantor KPK.

Kurnia yang juga peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW ini menyatakan, bergabungnya pimpinan KPK dan para tokoh antikorupsi menunjukkan adanga permasalahan dalam proses pembentukan UU KPK yang baru.

Selain tidak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas, pembentukan UU tersebut juga tidak melibatkan KPK sebagai salah satu pemangku kepentingan dan yang menjalankan UU.

"Dan partisipasi masyarakat pun rasanya tidak dianggap sesuatu yang penting oleh DPR dan pemerintah," katanya.

Dijelaskan, untuk saat ini, gugatan lebih ditujukan untuk uji formil UU KPK. Sementara untuk uji materi, Kurnia menyatakan, pihaknya masih menyusun permohonan.

"Saat ini uji formil. Jadi untuk materiil itu nanti kita masih mengumpulkan beberapa bukti-bukti untuk memperkuat permohonan kita.

(Uji formil dan materiil) Terpisah. Hari ini kita mengajukan permohonan uji formil UU Nomor 19 Tahun 2019 yang mana kita menganggap banyak pertentangan peraturan perundang-undangan di dalamnya," katanya.

Alasan Agus Rahardjo Cs Judicial Review

Jokowi didukung Menkopolhukam Mahfud MD tak terbitkan Perppu KPK, Saut Situmorang Cs ajukan Judicial Review UU KPK.

Presiden Joko Widodo tegas mengatakan tak akan menerbitkan Perppu KPK, pernyataan Jokowi ini pun mendapat dukungan dari Menkopolhukam Mahfud MD.

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK pun sepakat melakukan Judicial Review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi, institusi yang dulu dipimpin Mahfud MD.

Dilansir dari Kompas.com, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) akan menjadi pemohon dalam Judicial Review atau uji materi atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Sebelumnya, Judicial Review diajukan koalisi masyarakat sipil ke Mahkamah Konstitusi, Rabu (20/11/2019) hari ini.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan, pimpinan KPK akan ikut menjadi pemohon karena merasa mempunyai legal standing dalam polemik revisi UU KPK.

"Kita punya legal standing-nya, artinya memang itu mungkin yang dipertanyakan karena kemarin ada perdebatan civil society itu kan legal standingnya apa, AD/ART-nya apa.

Sehingga teman-teman civil society juga bertanya yang punya legal standing dari awal memang kita," kata Saut Situmorang di Gedung Merah Putih KPK, Rabu siang.

Saut Situmorang menilai, status KPK sebagai pelaksana undang-undang tidak menghalangi langkah para pimpinan KPK untuk mengajukan Judicial Review.

Namun, ia tidak membeberkan alasan detailnya.

"Kalau bicara undang-undang, Anda harus bahas apa yang namanya sosiologis, filosofis, judis formalnya.

Kan yang kami bahas juga itu, apakah ada itu, filosofinya gimana," kata Saut Situmorang.

Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pimpinan KPK masih berharap Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu KPK yang baru.

"Kalau Perppu KPK lebih baik, kalau berkenan menerbitkan Perppu KPK lebih baik, tapi hari ini kita akan mengantarkan Judicial Review ke MK," kata Agus Rahardjo.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana membenarkan bahwa Pimpinan KPK akan menjadi pemohon dalam gugatan tersebut.

Adapun gugatan yang dilayangkan atas nama Tim Advokasi UU KPK itu rencananya akan didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi pada Rabu siang ini pada pukul 14.00 WIB.

Jokowi Tunggu Mahkamah Konstitusi

Menkopolhukam Mahfud MD, yang juga eks Ketua Mahkamah Konstitusi memastikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak akan terbitkan Perppu KPK.

Sebelumnya, banyak pihak, termasuk ICW yang berharap Mahfud MD bakal bisa mendorong Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Perppu KPK.

Menkopolhukam Mahfud MD memastikan Presiden Joko Widodo tidak akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Mahfud MD, Presiden Jokowi masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materi UU KPK yang tengah berlangsung.

"Kalau itu kelanjutannya jelas Presiden sudah menyatakan, Presiden itu menunggu putusan Mahkamah Konstitusi.

Karena bagi Presiden tidak pantas Mahkamah Konstitusi sedang memeriksa perkara lalu ditimpa," ujar Mahfud MD di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (11/11/2019).

Mahfud MD mengatakan, bisa saja putusan Mahkamah Konstutusi nantinya sama dengan isi Perppu KPK, yakni membatalkan sejumlah pasal di UU KPK sesuai dengan tuntutan dalam sidang.

Jika hal itu terjadi maka percuma jika Perppu KPK dikeluarkan.

"Jangan-jangan nanti putusan Mahkamah Konstitusi sama dengan isi Perppu KPK kan enggak enak.

Jadi Presiden mengatakan belum memutuskan untuk menerbitkan atau tidak menerbitkan Perppu KPK, menunggu perkembangan, minimal proses di Mahkamah Konstitusi itu kayak apa," tutur Mahfud MD.

Sebelum menjabat Menkopolhukam, Mahfud MD secara terbuka pernah menyatakan dukungan terhadap dirilisnya Perppu KPK.

Bahkan, Mahfud MD pernah menyatakan bahwa meninggalnya mahasiswa akibat penanganan aparat kepolisian terhadap aksi unjuk rasa yang meminta diterbitkannya Perppu KPK, sebagai situasi darurat yang bisa dijadikan alasan penerbitan Perppu KPK.

Saat ditanya bagaimana sikapnya terkait Perppu KPK sekarang, Mahfud MD memastikan sikapnya sama seperti Presiden.

"Sikap saya ya sikap Presiden dong.

Kan sudah diumumkan Presiden hanya punya satu visi," tutur dia.

Sebelumnya, Presiden Jokowi memastikan, tidak akan menerbitkan Perppu KPK.

Presiden Jokowi beralasan, pemerintah menghormati proses uji materi UU KPK yang tengah berjalan di Mahkamah Konsitusi (MK).

"Kita melihat, masih ada proses uji materi di Mahkamah Konstitusi.

Kita harus hargai proses seperti itu," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).

"Jangan ada uji materi ditimpa dengan keputusan yang lain.

Saya kira, kita harus tahu sopan santun dalam ketatanegaraan," ucap dia. (*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved