Hari Guru Nasional

Miris, 7 Kisah Guru di Tanah Air, Ada yang Digaji Rp 75 Ribu/Bulan Hingga Tinggal di Bekas Toilet

Hari ini 25 November tepat diperingati sebagai Hari Guru Nasional yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden No 78 Tahun 1994.Keberadaan guru

TRIBUNNEWS
ilustrasi Guru mengajar 

2. Di Flores, gaji guru honorer Rp 75.000

Siswa-siswi dan guru saat melakukan aktivitas pembelajaran di bangunan darurat SDN Kepiketik, Desa Persiapan Mahe Kelan, Kecamatan Waigete, Kabuapaten Sikka, Flores, NTT, Jumat (8/11/2019)
Editor : Rachmawati
Siswa-siswi dan guru saat melakukan aktivitas pembelajaran di bangunan darurat SDN Kepiketik, Desa Persiapan Mahe Kelan, Kecamatan Waigete, Kabuapaten Sikka, Flores, NTT, Jumat (8/11/2019) Editor : Rachmawati (KOMPAS.COM/NANSIANUS TARIS)

Sejak 2013 Maria Marseli (27) menjadi guru honorer di salah satu SD di Desa Persiapan Mahe Kalen, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Flores, NTT.

Pertama kali mengajar ia mendapatkan gaji Rp 50.000 per bulan.

Kala itu SD tersebut masih berstatus kelas jauh dari SDN Pigang Bekor.

Baru pada tahun 2014, status sekolah itu menjadi definitif SDN Kepipetik.

Setelah tujuh tahun berjalan, Maria masih setia melakoni profesinya sebagai seorang guru.

Saat ini ia menerima gaji Rp 75.000 per bulan dan gaji tersebut baru ia terima 3 atau 6 bulan sekali.

"Saya mengabdi dengan tulus di sini. Satu hal yang paling penting adalah masa depan anak-anak. Kalau tidak ada yang mengajar di sini, masa depan anak-anak pasti suram.

Anak-anak adalah generasi penerus bangsa ini," kata Maria.

3. Guru honorer di Samarinda jalan kaki dan nyambi bertani

Guru honorer Bertha Buadera saat mengajari anak muridnya di SD Filial 004 Samarinda Utara di Kampung Berambai, Selasa (12/11/2019)
Guru honorer Bertha Buadera saat mengajari anak muridnya di SD Filial 004 Samarinda Utara di Kampung Berambai, Selasa (12/11/2019) (KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON)

Bertha Bua'dera (56) guru honorer di SD Filial 004 Samarinda Utara harus jalan kaki setiap berangkat mengajar di salah satu kampung di pedalaman.

Bertha sudah 10 tahun mengajar di kampung kecil itu di bagian timur Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Bersisian dengan Desa Bangun Rejo (L3), Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara (Kukar).

Tak jarang dia menemukan ular saat melintasi jalan setapak menyusuri hutan.

Rutinitas itu dijalani Bertha selama 10 tahun sejak 2009.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved