Sri Wahyuni, Rela Tinggalkan Pegawai Kantoran demi Jadi Guru, Bahagia Itu Kalau Ketemu Murid

Sri Wahyuni, Rela Tinggalkan Pegawai Kantoran demi Jadi Guru, Bahagia Itu Kalau Ketemu Murid

Editor: Samir Paturusi
zoom-inlihat foto Sri Wahyuni, Rela Tinggalkan Pegawai Kantoran demi Jadi  Guru, Bahagia Itu Kalau Ketemu Murid
TribunKaltim.Co/HO
Sri Wahyuni, Guru di SLBN Balikpapan

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN -Sri Wahyuni, rela tinggalkan pegawai kantoran demi jadi  guru, bahagia itu kalau ketemu murid

Memperingati Hari Guru Nasional yang jatuh pada hari ini (25/11/2019), menjadi momentum tersendiri bagi para guru di penjuru tanah air.

Tak terkecuali Sri Wahyuni. Guru yang sehari-hari berprofesi sebagai guru Bahasa Inggris ini sudah mengajar di SLBN Balikpapan sejak 2016 silam.

Namun, lebih dari pada itu, Sri Wahyuni sudah mengawali kiprahnya sebagai pendidik di dunia pendidikan sejak tahun 1997.

Kepada Wartawan TribunKaltim, Sri Wahyuni menjelaskan alasannya bertahan sebagai guru.

Baca Juga • Timnas Indonesia vs Thailand Ini yang Bikin Indra Sjafri Optimis di SEA Games 2019

Baca Juga • Pengakuan Aji Santoso Bawa Persebaya Tak Terkalahkan Meski Tanpa Dukungan Bonek di Stadion

Baca Juga• Ani Idrus jadi Google Doodle Hari Ini, Simak Profil Wanita yang Berprofesi Sebagai Wartawati Ini

Baca Juga • Polemik Betrand Peto Minum ASI Sarwendah, Sebaiknya Pilih Ibu Susu atau Susu Sapi? Ini Jawabannya

“Karena menjadi pengajar, imbalannya tidak hanya mendapatkan gaji. Tapi juga kebahagiaan yang tak terlukiskan kata-kata ketika bertemu murid yang sudah berhasil.

Atau melihat murid yang sangat tertarik dengan Bahasa Inggris, dari yang tadinya tidak suka karena Bahasa Inggris dianggap sulit.

Insya Allah, dengan menjadi pengajar, pahala amal jariyah mengalir pada kita selamanya. Apa yang kita ajarkan, dapat digunakan murid dalam kehidupannya. Aamiin,” terangnya.

Sebelum menjadi tenaga pengajar, Sri Wahyuni juga pernah bekerja sebagai sekretaris dan staff keuangan.

Namun, ia merasa kebahagiaan dari pekerjaan itu ia dapatkan hanya ketika ia menerima gaji.

Selain itu, tidak ada tantangan yang berarti serta kepuasan batin. Ia pun membulatkan tekadnya untuk berganti profesi sebagai seorang guru.

Meski itu artinya, ia harus mengorbankan nominal gaji yang ia terima dari dua profesi sebelumnya.

“Sukanya (menjadi seorang guru), ketika kita menemukan metode atau cara yang tepat dalam mengajar murid kita.

Dan kadang, hasilnya di luar ekspektasi kita. Subhanallah, kebahagiaan yang tak terkira ketika murid berhasil melakukan apa yg kita ajarkan dengan melihat kebahagiaan di wajah mereka.

Atau melihat murid yang tadinya acuh menarik diri dan suka menyendiri, tiba-tiba sering bertanya dan menjawab pertanyaan yang kita lontarkan,

dan tidak malu walaupun jawaban itu salah dan mulai sering maju ke depan,” ujar Sri Wahyuni, membagi secuil kebahagiaan ketika bersama murid-murid.

Tak hanya suka yang dirasa, namun menjadi guru juga diliputi rasa duka.

“Dukanya kalau kita belum menemukan metode yang tepat dalam mengajarkan sebuah materi atau mendidik mereka untuk berperilaku seperti yang kita harapkan.

Atau mendapati murid harus putus sekolah karena hal di luar kemampuan kita sebagai guru.

Padahal, murid ini punya potensi, misalnya. Tapi tetap menjadi tantangan (bagi saya) untuk menemukan solusinya” katanya.

Tak lupa, ia pun juga membagi pengalaman berkesan selama mendidik generasi bangsa,

“Sebelum saya mengajar di SLBN Balikpapan, saya pernah merasa bangga dan cukup berpengalaman sebagai guru Bahasa Inggris selama ini.

Ketika pindah ke SLBN Balikpapan, saya merasa sama sekali nggak ada apanya dibandingkan dengan guru-guru yang mengajar di SLBN.

Ketika upacara bendera hari Senin pertama kali di SLB, saya terkesima dengan murid-murid pengibar bendera yang tuna rungu.

Yang bawa pembawa teks Pancasila dari siswa kelas autis dan yang baca doa dan UUD 1945 dari siswa tunagrahita.

Begitu pula saat Pramuka, semua yang dilakukan layaknya di sekolah umum.

Apalagi saat pentas seni, mulut saya ternganga ketika menyaksikan murid-murid tuna rungu menari, dan air mata saya jatuh ketika murid-murid tunanetra menyanyi dengan suara merdunya. Dan ternyata pemain band-nya juga murid-murid SLB”.

Menyaksikan pemandangan-pemandangan tersebut, Sri Wahyuni semakin merasa kecil hati dan merasa tidak berarti di antara teman-teman guru di SLBN Balikpapan.

Ia kagum dengan kehebatan guru-guru SLB mengajarkan aktivitas baris-berbaris dan menari kepada siswa tuna rungu, mengajarkan alat musik kepada siswa tuna netra, dan banyak lagi.

“10 jempol untuk guru-guru SLB!,” tandasnya.

Biodata:

Sri Wahyuni, S.Pd

Lahir: Surakarta, 13 Januari 1970

Menikah dengan seorang Guru di Balikpapan

Mempunyai 2 putri dan 1 putra

Riwayat pendidikan:

1. TK s/d SMA di sekolah PT. ITCI Kenangan Balikpapan Seberang

2. AKABA 17 Agustus Semarang, Jawa Tengah

3. S1 Pendidikan Bahasa Inggris, UNMUL Samarinda

Riwayat pekerjaan:

1. PT. Argo Pantes Tangerang. Operator. 1990-1990

2. PT. Prasmanindo. Bpp. Sekertaris. 1997.

3. SMP KARTIKA V-I Bpp. Guru Bahasa Inggris. 1997-2001.

4. SDN 008 BalSek. Guru Bahasa Inggris. 2001-2004.

5. RSKB Harapan Mulia. Bpp. Staf Keuangan. 2004-2006

6. SDN 015 BalSel. Guru Bahasa Inggris. 2006-2015.

7. SLBN Bpp. Guru Bahasa Inggris. 2016 - sekarang.

Cita-cita: Hafal Al-Quran dan menu (*)

Langganan berita pilihan tribunkaltim.co di WhatsApp klik di sini >> https://bit.ly/2OrEkMy

Langganan Berita Pilihan Tribun Kaltim di WhatsApp
Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved