Menteri Keuangan Sri Mulyani Waspada Hadapi Pemakzulan Presiden AS, Ini Dampaknya bagi Indonesia
Menteri Keuangan Sri Mulyani waspada hadapi pemakzulan Presiden AS., Ini dampaknya bagi Indonesia.
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani waspada hadapi pemakzulan Presiden AS., Ini dampaknya bagi Indonesia.
Presiden Donald Trump diputus memenuhi dua pasal pemakzulan (impeachment) yang diajukan oleh DPR Amerika Serikat, Rabu (18/12) waktu AS atau Kamis (19/12) WIB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemakzulan ini perlu diwaspadai dampaknya bagi Indonesia.
"Keputusan di Amerika Serikat untuk kongres Amerika Serikat melakukan impeachment (pemakzulan) terhadap Presiden Amerika Serikat Donald Trump menciptakan ketidakpastian tinggi.
Ini berpengaruh terhadap perilaku ekonomi, baik perusahaan maupun konsumen," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (19/12).
DPR AS mengesahkan dua pasal pemakzulan Trump pada Rabu pagi: pasal pertama karena menyalahgunakan kekuasaannya melalui hubungannya dengan Ukraina, dan pasal kedua karena menghalangi Kongres untuk memanggil saksi dan bukti dalam penyelidikan pemakzulan.
• Isu Melebar, Dukungan Pemakzulan Presiden AS Donald Trump Meningkat
• Joe Biden: Demi Konstitusi, Demokrasi dan Integritas Kita, Donald Trump Harus Dimakzulkan
• SEJARAH HARI INI - Presiden AS Franklin Delano Roosevelt Meninggal karena Pendarahan Otak
Trump, 73 tahun, dituduh menyalahgunakan kekuasaannya dengan menekan Ukraina untuk menyelidiki saingan politiknya Joe Biden, pesaing utama untuk pencalonan presiden Demokrat tahun 2020.
Demokrat mengatakan Trump menahan US$ 391 juta atau Rp 5,5 triliun bantuan militer dan pertemuan Gedung Putih untuk memaksa Ukraina membuka penyelidikan untuk mencoreng citra Joe Biden.
Pasal 1 yaitu Penyalahgunaan Kekuasaan, mendapat dukungan 230, dengan 197 politisi House of Representatives.
Adapun jumlah minimal dukungan yang diperlukan di DPR AS guna membawa proses pemakzulan Trump ke level Senat adalah 216.
Sementara Pasal 2 yakni Menghalangi Penyelidikan Kongres, menerima dukungan 229, dalam hasil yang dibacakan Ketua DPR AS Nancy Pelosi.
Menurut Sri Mulyani, yang mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia, dunia tengah diliputi kondisi ketidakpastian yang membuat perekonomian global melambat secara keseluruhan.
Pemakzulan Trump turut menambah sentimen negatif terhadap ekonomi dunia yang sebelumnya telah diliputi ketidakpastian karena Brexit yang belum berakhir, eskalasi ketegangan hubungan antara Korea Selatan dengan Jepang, Amerika Serikat, dan China, hingga ekonomi negara berkembang yang masuk ke jurang resesi.
Sri Mulyani mengungkapkan, dengan berbagai ketidakpastian tersebut, pelaku ekonomi akan lebih cenderung menahan aksi dalam melakukan kegiatan ekonomi.
Misalnya saja, konsumen akan cenderung menahan konsumsi dan mencadangkan dana yang dimiliki karena kekhawatiran prospek ekonomi ke depan tidak lebih baik.

Begitu pula pengusaha yang cenderung akan menahan investasi. "Keputusan untuk menahan ini akan memperlemah ekonomi. Pada 2019, ekonomi hampir setiap negara mengalami perlemahan karena tidak pasti, baik berasal dari ekspor maupun impor, kemudian merembes ke konsumen rumah tangga maupun investasi perusahaan," kata dia.
Namun demikian, Sri Mulyani masih tetap optimistis dengan realisasi kinerja ekonomi dalam negeri pada akhir tahun yang hanya tinggal dua pekan lagi.
Desember ini ada faktor musiman, yaitu libur akhir tahun Natal dan tahun baru yang bakal mendorong ekonomi domestik.
"Dari sisi penerimaan pajak sektor-sektor tertentu menunjukkan adanya penguatan. Ini nanti bagus untuk masuk pada 2020. Namun, kewaspadaan harus kita tingkatkan," ujar dia.
Hal menarik, politisi Demokrat yang juga maju sebagai bakal calon presiden, Tulsi Gabbard, memutuskan untuk abstain dalam voting tersebut.
Tulsi sepakat dengan fakta Trump sudah melakukan kesalahan sehingga proses pemakzulan itu harus dijalankan.
"Namun, di sisi lain, saya yakin bahwa proses pemakzulan ini haruslah bukan karena sikap salah satu kubu, yang kemudian menyebabkan bangsa ini terpecah," paparnya.
Surat Kemarahan
Presiden Donald Trump menyebut Demokrat telah melakukan bunuh diri politik karena telah memakzulkannya, dalam pidato di depan pendukungnya di Michigan.
DPR AS telah mengesahkan dua pasal pemakzulan Trump, menjadikan Trump presiden Amerika Serikat ketiga yang dimakzulkan.
• Sosok Wanita Hebat yang Diutus Presiden Donald Trump Hadiri Pelantikan Jokowi, Siapa Elaine L Chao?
• Berkembang Isu, Trump akan Dimakzulkan, Berikut Prosesnya
• Dampak Presiden AS Bisa Merubah Posisi Rupiah
"Rasanya tidak benar-benar seperti kita dimakzulkan," kata Trump membuka kampanye di Battle Creek, Michigan, dikutip dari CBS News.
"Demokrat menyatakan kebencian dan penghinaan mendalam mereka untuk pemilih Amerika," kata Trump disambut pendukungnya. "Mereka sudah mencoba untuk memakzulkan saya sebelum saya akhirnya lolos."
"Mereka bahkan seharusnya tidak diizinkan melakukan pemakzulan karena didasarkan pada ketidakjujuran," tambah Trump.
Presiden Trump juga meminta para pendukungnya untuk tidak memilih Pelosi kembali, dikutip dari CNN.
"Orang Amerika akan muncul dalam jumlah puluhan juta tahun depan untuk 'menendang' Pelosi dari jabatannya," kata Trump di Michigan.
Pendukungnya berteriak menjawab pidato Trump, "Empat tahun lagi!" merujuk pada pilpres 2020, dikutip dari Reuters.
Malam menjelang pemakzulan itu, Presiden Donald Trump mengirim surat penuh kemarahan kepada Ketua DPR AS, Nancy Pelosi.
Dalam surat penuh kemarahan itu, Trump menuduh si Ketua DPR AS "mengumumkan perang terhadap demokrasi".
"Engkau telah merendahkan dengan menganggap penting sebuah kata yang jahat, pemakzulan!" tulis presiden 73 tahun itu.
Dalam surat sepanjang enam halaman itu dilansir BBC Rabu (17/12), Trump mengkritik proses maupun terhadap Pelosi.
Dia mengklaim telah "dicabut dari proses dasar Konstitusi AS melalui pemakzulannya", dengan haknya untuk menyajikan bukti disanggah.
"Proses yang lebih adil diberikan kepada mereka yang dituduh sebagai penyihir dalam pengadilan di Salem," katanya.
Klaim itu langsung dibantah Wali Kota Salem, Kim Driscoll, melalui kicauannya di Twitter di mana dia meminta Trump membaca sejarah.

Dia menyatakan, peristiwa pengadilan penyihir Salem yang terjadi 1692 silam adalah korban tak bisa menyajikan bukti, dan tak punya kekuasaan.
"Karena itu dia digantung. Sementara pemakzulan 2019 si pelaku adalah orang berkuasa dengan bukti bisa disajikan," katanya.
Selain itu dilaporkan BBC, Komisi Yudisial DPR AS sempat mengundang Trump maupun kuasa hukumnya untuk menghadiri sidang.
Saat itu, komisi yudisial mempersilakan tim presiden membeberkan bukti sekaligus mempertanyakan proses sidang, tetapi undangan itu ditolak.
Kepada awak media di Washington, Nancy Pelosi mengaku belum membaca surat itu secara utuh.
Namun, dia bisa memahami "isinya". Dalam pernyataannya jelang hari pemakzulan, dia menuturkan DPR AS bakal menerapkan salah satu mandat yang diberikan konstitusi. (Tribun Network/Kompas.com/rtr/cnn)