Dari Samarinda Jelajah UK 2

Scotlandia, Instragramable di Setiap Sudutnya hingga Napak Tilas Harry Potter

Kastil Edinburgh atau Edinburgh Castle merupakan ikon yang menyimpan sejarah Scotland, saat ini difungsikan sebagai Museum Nasional Skotlandia.

Editor: Fransina Luhukay
HO_Inni Indarpuri
Sebuah café bernama Elephant House Café adalah café yang sering ditongkrongi Rowling saat pertama kali menulis Harry Potter. Di depan café tertulis sebuah pengumuman, “Café di mana Harry Potter dilahirkan.” 

J.K. Rowling menciptakan Diagon Alley terinspirasi dari salah satu jalan sempit di York. Saya sempat singgah ke toko yang namanya cukup unik “The Shop That Must Not Be Named”. Tema toko secara keseluruhan dibuat seperti zaman Eropa tempo dulu, termasuk pakaian yang dikenakan kasirnya. Pembeli akan merasa berbelanja kebutuhan alat sihir di Dragon Alley saat membayar barang di kasir. Apalagi jika yang dibeli benarbenar aneka tongkat sihir yang juga dijual di sini.

Sebuah toko lainnya menawarkan berbagai minuman seperti dalam film Harry Potter. Salah satunya “Butterscotch Beer” yang sempat menyisakan soda putih saat Hermione Granger meminumnya. Meskipun beberapa café di Jakarta sudah menyediakannya minuman yang sama, sensasi minum langsung di negara asalnya tentulah berbeda.

Nessie dari Loch Ness
Masih tentang kota yang bercerita, saya sempat mampir ke Inverness, sebuah kota kecil nan tenang. Kota ini menawarkan bangunan bersejarah yang dibalut kisahkisah kepahlawanan. Salah satunya, Istana Urquhard yang separuh hancur. Ia saksi perebutan kekuasaan antara Inggris dan Scotlandia dimasa lalu.

Yah, Istana Urquhart seolah menjadi saksi bisu bahwa hubungan Scotlandia dan Inggris senantiasa diwarnai gejolak. Meskipun sebagian rakyat Scotlandia memilih bergabung dengan Britania Raya, tetapi tuntutan merdeka masih terus bergema dan semakin kuat terutama selepas Brexit(Inggris meninggalkan Uni Eropa). Kisah kepatriotan William Wallace seolah hidup kembali di Scotlandia.

Lewat danau di mana Istana Urquhard berada inilah, ada sebuah kisah yang menghebohkan dunia. Selama berpuluhpuluh tahun misteri mahluk misterius penghuni danau menjadi tekateki yang belum terpecahkan hingga kini. Ialah legenda Nessie, makhluk misterius yang dideskripsikan berleher panjang seperti dinosaurus. Ada yang menyebut ia ular besar, bahkan ada yang mengatakannya sebagai plesiosaurus. Penampakan demi penampakan pun dilaporkan.

Berbagai penelitian, ekspedisi demi ekspedisi digencarkan demi mendapatkan kebenaran keberadaan Nessie. Pencarian besarbesaran dengan banyak biaya dikerahkan demi menemukan Nessie. Salah satunya Deepscan Operation yang menelan biaya senilai Rp 14,3 miliar. Kemudian pada 2003 BBC sempat pula mendanai pencarian ilmiah dengan 600 sonar balok, agar bisa melacak keseluruhan danau Loch Ness melalui satelit demi menemukan Nessie.

Google tak ketinggalan, pada April 2015 memasang kamera-kamera Street View di sekitar danau. Google juga memasang kamera di sebuah perahu dan mengirim beberapa penyelam ke dasar danau, untuk memperoleh gambar yang lengkap.

Terakhir tahun 2019 ini disebarkan kembali tim peneliti dari University of Otago, Selandia Baru dengan judul ekspedisi ke Loch Ness. Sampel environmental DNA, dari danau tersebut diambil untuk diidentifikasi, dan diteliti apa saja sisasisa DNA yang ada dari penghuni danau tersebut. Berharap ditemukan DNA Nessie di sana.

Terlepas dari benar tidaknya mitos monster Nessie, kemasyhuran danau (Loch) Ness menyebabkan ia populer di mesin pencarian google, lebih dari 200 ribu pengguna Google searching setiap harinya. Jumlah tersebut belum termasuk ribuan wisatawan dari berbagai penjuru dunia yang datang ke Loch Ness setiap tahunnya. Kehadiran mereka mungkin karena penasaran dengan Nessie. Saya salah satunya. (inni indarpuri/bersambung)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved