HUT Ke 63 Kaltim
ESDM tak Tahu Data Batu Bara Keluar, Terkendala 2 Hal Ini, Tambang Bukan Solusi Kalimantan Timur
Gubernur Kalimantan Timur ( Kaltim ) Isran Noor soal lemahnya pendataan Sumber Daya Alam ( SDA ) Kaltim saat memberikan sambutan pada Rapat Paripurna.
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Penekanan Gubernur Kalimantan Timur ( Kaltim ) Isran Noor soal lemahnya pendataan Sumber Daya Alam ( SDA ) Kaltim saat memberikan sambutan pada Rapat Paripurna HUT ke-63 Kaltim di Gedung DPRD Provinsi Kaltim, kemarin diakui oleh Dinas Energi Sumber Daya Mineral ( ESDM ).
Kurangnya kewenangan Pemprov Kaltim dalam melakukan pengawasan.
Menjadi celah para pengusaha tambang batu bara mengakali daerah penghasil SDA terbesar di Indonesia ini.
Sehingga, hasil batu bara dari Kaltim tidak tercatat dengan benar.
Hal inilah yang menjadi perhatian Gubernur Isran Noor.
Kepala Dinas ESDM Kaltim Wahyu Widhi Heranata mengakui kelemahan pendataan SDA di Kaltim, terutama hasil tambang batu bara.
Baca Juga:
• Pasca Batu Bara Tumpah di Perairan Muara Berau, Begini Tanggapan Kapolres Kukar
• Video Viral Tongkang Jebol, Batu Bara Tumpah ke Laut di Muara Berau Kukar, Polisi Mulai Telusuri
• Bupati Sebut Berau Sedang Galau, Berkali-kali Dipukul Harga Batu Bara, Pemkab Seriusi Pariwisata
• Kapal Tongkang Bersenggolan di Perairan Teluk Balikpapan Ratusan Ton Batu Bara Nyaris Tumpah ke Laut
Menurut Wahyu, kurangnya kewenangan pengawasan ditambah minimnya personel pengawasan membuat ESDM Kaltim kesulitan memperbaiki persoalan tersebut.
"Kewenangan kita itu hanya saat mau pengapalan saja. Tapi, kalau sudah berlayar bukan lagi kewenangan kita dalam mengawasi," ujarnya kepada Tribun, Kamis (9/1) di GOR Sempaja, Samarinda.
"Kalau sudah berlayar, bukan lagi kewenangan kita. Tapi, itu kewenangan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Jadi, saya mengakui memang kalau pengawasan kita itu masih sangat lewah. Seperti, yang disampaikan Pak Gubernur, kemarin," lanjutnya.
Kritik Gubernur Isran soal hilir mudik batu bara di Sungai Mahakam layaknya semut, menunjukkan secara kasat mata SDA Kaltim dikirim ke luar.
Ditanyakan, apakah semua itu legal, Wahyu Widhi menegaskan, tidak semua SDA yang keluar dari Kaltim legal.
"Tidak semua legal itu. Ada juga yang ilegal. Jadi, tidak semua batu bara yang berada di atas ponton itu bisa dikatakan legal. Hanya ya itu, kewenangan kita hanya sampai saat pengapalan saja," tegasnya.
Perbaikan demi perbaikan, dituturkan Widhi, memang harus dilakukan untuk melindungi SDA di Kaltim. Salah satunya, melakukan digitalisasi pendataan hasil tambang batu bara yang akan keluar dari Kaltim.
"Ini sedang kita cari formulasinya. Dan kita bahas terus bagaimana menyiasati persoalan ini agar tidak terus menerus terjadi," tuturnya.
Salah satunya, kita akan berlakukan sistem digital dalam melakukan pendataan seluruh sumber daya alam di Kaltim yang akan keluar," tegasnya.
Pengawasan secara melekat akan terus dilakukan.
Dengan sistem pendataan secara konvensional ditambah tidak ketatnya pengawasan membuat persoalan ini lebih lancar terjadi.
"Kita ini sekarang, masih menggunakan cara-cara lama. Ya, seperti melakukan pencatatan secara manual," ujarnya.
Pencatatan secara manual saja sudah sering kecolongan seperti ini.
Ditambah, pengawasan kita yang masih lemah akan meluweskan mereka untuk melakukan kecurangan," tandasnya.
Ditanyakan berapa kebocoran yang dimaksudkan oleh Gubernur Kaltim, Widhi menyatakan, sampai saat ini Dinas ESDM Kaltim belum memiliki data sampai sedetail.
Namun, ia akan mengupayakan bisa menghitung kebocoran itu.
"Itu pertanyaan yang bagus. Tapi, kita masih belum ada data soal prediksi itu. Jadi, kita tidak bisa menduga-duga berapa yang bocor dari aktivitas curang itu," paparnya.
"Saya juga meminta peran aktif wartawan membantu kita dalam melakukan pengawasan di lapangan. Misalnya saja ada sesuatu yang janggal ditemukan di lapangan bisa segera laporkan kepada saya. Nanti, kita langsung turun bersama ke lapangan lakukan pengecekan," lanjutnya.
Penguatan SDM
Rektor Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Prof Dr Masjaya mengatakan, penguatan implementasi dari seluruh potensi SDA Kaltim harus dilakukan menyusul semakin besarnya SDA yang dihasilkan.
"Kita melihat, tahun-tahun sekarang ini memang inventarisasi, potensi dan kemampuan sumber daya manusia maupun SDA sudah dilakukan," ujarnya kepada Tribun, Kamis (9/1/2020).
Sisa penguatan implementasi dari seluruh potensi yang sudah dipahami untuk bisa dikembangkan. "Pak Gubernur sedang berjuang untuk beberapa aktivitas pembangunan daerah masuk di dalam agenda prioritas nasional," lanjutnya.
Dengan inventarisasi SDA secara baik, maka pembangunan megaproyek yang sedang diperjuangankan akan segera terwujud. Terlebih, Kaltim telah ditunjuk sebagai Ibu Kota Negara (IKN).
Tentu saja secara otomatis, seluruh pembangunan megaproyek yang akan dibangun itu akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Seperti kita ketahui, ada normalisasi Sungai Karang Mumus (SKM), pembangunan bendungan, beberapa bandara dan peningkatan lainnya itu suatu terobosan yang cukup bagus," tandasnya.
Tambang Bukan Solusi Kaltim
Tingginya tingkat pengangguran di Kaltim mendapat catatan dari akademisi. Peranan industri ekstraktif dalam menyerap tenaga kerja dinilai kurang efektif.
Bahkan dari Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim serapan tenaga kerja dari industri pertambangan kecil.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Mulawarman, Dr Sri Murlianti menilai alternatif menggantungkan serapan tenaga kerja dari industri ekstraktif harus dikoreksi.
Sebab, industri ekstraktif dari dulu tidak pernah menyejahterakan masyarakat Kaltim. Justru banyak merugi akibat eksplorasi sumber daya alam (SDA) ini.
"Kalau para oligarki Jakarta dan segelintir jejaringnya di lokal iya (menikmati), tetapi untuk masyarakat Kaltim secara keseluruhan tidak," ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unmul ini.
Lebih lanjut, Sri menambahkan alasan lain pemerintah harus beralih dari industri tambang
Sebab pertambangan tidak pernah menurunkan angka pengangguran signifikan.
Lantaran pekerja yang digunakan masih didominasi dari luar
Karena tuntutan keahlian khusus yang banyak didatangkan dari luar.
Sektor pertambangan sendiri juga sangat fluktuatif mengikuti turun naik harga batubara.
5 tahun terakhir justru banyak mengalami penurunan.
"Sudah saatnya pemerintah menoleh pada sektor-sektor lain yang tidak merusak lingkungan dan membahayakan warganya," katanya.
Solusi yang dia tawarkan yakni perbaikan sektor pendidikan.
Baik pendidikan formal maupun non-formal.
Untuk jangka pendek, pemerintah harus meningkatkan kualitas pendidikan non formal
Semacam pelatihan-pelatihan baik Balai Pelatihan Kerja (BLK) milik pemerintah, maupun swasta.
Harapannya, peningkatan kualitas pendidikan ini bisa mencetak tenaga kerja ahli sehingga mampu bersaing di dunia kerja.
Sementara di pendidikan formal pemerintah dituntut bisa menciptakan pemerataan pendidikan.
Tidak hanya fokus di tiga kota besar di Kaltim, Samarinda, Balikpapan dan Bontang.
"Pendidikan formal harus ditingkatkan, baik itu kualitas para pendidik maupun sarana dan prasarananya," ujarnya.
Sri menekankan agar pendidikan harus diorientasikan menuju insan mandiri, bukan seperti yang sudah berkembang selama ini, pendidikan hanya mengejar ijazah dan nilai.
"Namun ternyata ketika diuji di lapangan kerja, lulusan kita banyak tersingkir oleh pendatang," pungkasnya.
(Tribunkaltim.co/Purnomo)