2 Ribu Warga Samarinda Terdampak Banjir, Bendungan Benanga Nyaris Menyentuh Level Awas
Sebanyak 2 ribu warga Samarinda akan terdampak banjir, apalagi Bendungan Benanga nyaris menyentuh level awas
Tambang di Hulu jadi Penyebab Banjir di Samarinda
Sementara itu, penyebab banjir parah akibat tambang batu bara di hulu Samarinda. Untuk itu, Jatam mendesak menindak perusahaan nakal
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menilai penyebab utama banjir parah di Samarinda karena aktivitas pertambangan di wilayah hulu Samarinda.
Jatam mencatat sedikitnya lebih 10 perusahaan pertambangan di kawasan hulu Samarinda.
Parahnya banyak perusahaan yang belum menunaikan kewajiban mereka untuk reklamasi konsesi pasca eksplorasi.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Ruppang mengatakan, daya dukung Bendungan Benanga sudah tidak mampu lagi.
Sebab, terjadi pendangkalan (sedimentasi) akibat lumpur hasil pertambangan ikut larut saat hujan.
"Begitupun (sedimentasi) terjadi di Sungai Karang Mumus (SKM) kondisi sedimentasi akut," ujar Ruppang saat dikonfirmasi tribunkaltim.co, Senin (13/1/2020).
Aktivitas tambang di wilayah hulu Samarinda terjadi di sekitar wilayah tetangga juga menyumbang penyebab banjir di Kota Tepian.
• Pembuatan Tanggul Penahan Banjir Long Kali Dilanjutkan, Bappedalitbang Paser Alokasikan Rp 8 Miliar
• Banjir Luapan Sungai Kandilo Paser, Terparah dari Tahun Sebelumnya, Pemkab Bentuk Tim Siaga Bencana
• Rakor Penanggulangan Bencana di Paser, Tim Siaga Bencana Banjir dan Longsor Dibentuk
Menurut Ruppang, aliran air dari konsesi tambang ilegal maupun legal di sekitar perbatasan Samarinda bermuara ke wilayah Samarinda.
"Pengupasan lahan di wilayah perbatasan Kutai Kartanegara dan Samarinda seperti di Bangur Rejo-Tenggarong Seberang memperparah banjir di Samarinda," ungkapnya.
Lebih lanjut, sedianya, pemegang izin konsesi wajib mengembalikan fungsi lahan seperti sedia kala pasca tambang.
Hanya saja, kewajiban perusahaan masih banyak yang sengaja diabaikan. "Padahal diregulasi jelas kewajiban reklamasi (pemulihan) pasca tambang wajib dilakukan paling lambat 30 hari," ujarnya.
Ia menuntut Gubernur Kaltim dan aparat penegak segera menertibkan para perusahaan nakal.
Menurutnya, hak pemulihan lingkungan pasca eksplorasi belum dilakukan maksimal oleh daerah dan pihak terkait.