SEDANG BERLANGSUNG Live Streaming Mata Najwa Trans 7 'Menakar Nyali KPK'
Saat ini sedang berlangsung Live Streaming Mata Najwa membahas tema Menakar Nyali KPK, live di Trans 7.
TRIBUNKALTIM.CO - Saat ini sedang berlangsung Live Streaming Mata Najwa membahas tema Menakar Nyali KPK, live di Trans 7.
Program siaran langsung dan Live Streaming Mata Najwa kembali tayang malam ini di Trans 7, Rabu (15/1/2020).
Kali ini, Mata Najwa mengangkat tema "Menakar Nyali KPK".
Pengumuman terkait tema Mata Najwa malam ini diunggah akun Twitter @MataNajwa.
• Keras Bela Prabowo Subianto Soal Natuna, Fadli Zon Malah Ditertawai di Mata Najwa
• Polemik UN, Mata Najwa Menguji Ujian Nasional, Sophia Latjuba: Itu Korban Berjatuhan Tiap Hari Loh
• Najwa Shihab Beri Pembalasan Setelah Ancam Rina Nose yang Tiru Gaya Mata Najwa, Rekan Parto Menjerit
Unggahan tersebut menampilkan gambar ilustrasi tangan manusia yang mengangkat gedung KPK lalu meletakkannya pada timbangan.
"Di tengah pusaran kasus korupsi yang melibatkan parpol penguasa, akankah KPK tetap bertaji? Bagaimana komitmen KPK di bawah kepemimpinan baru dalam memberantas korupsi ke depan?
#MataNajwa, "Menakar Nyali KPK". Malam ini, LIVE 20.00 WIB
@TRANS7
#MataNajwaMenakarNyaliKPK," tulis akun @MataNajwa.
Sehari sebelumnya, program Indonesia Lawyers Club atau ILC di TV One juga membahas isu KPK vs PDIP.
Diskusi ILC tersebut berlangsung panas. Bahkan nyaris terjadi adu jotos antara politisi PDIP Masinton Pasaribu dengan pakar hukum Saor Siagian.
Kira-kira bagaimana jalannya debat Mata Najwa malam ini?
Siapa saja yang akan menjadi narasumber dalam acara Mata Najwa?
Tonton Live Streaming Mata Najwa di Trans 7 melalui link di bawah ini:
*Disclaimer: Link Live Streaming Mata Najwa hanya informasi untuk pembaca. TribunKaltim.co tidak bertanggung jawab terhadap kualitas dan isi siaran Mata Najwa.
Harun Masiku DPO
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) memastikan eks calon anggota legislatif PDI Perjuangan ( PDIP ) Harun Masiku akan masuk dalam Daftar Pencarian Orang ( DPO ).
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, Deputi Penindakan KPK masih mengurus surat-surat yang dibutuhkan untuk memasukkan nama Harun Masiku ke DPO.
"Deputi penindakan sedang memproses surat-surat yang berkenaan dengan permintaan bantuan ke Polri untuk status DPO," kata Nawawi kepada wartawan, Rabu (15/1/2020), seperti dilansir Kompas.com.

Nawawi menargetkan surat-surat tersebut akan dikirim ke pihak Polri paling lambat Rabu (15/1/2020).
Namun, ia meyakini pihak kepolisian akan kooperatif mengabulkan permohonan tersebut KPK sudah mempunyai kerja sama dengan Polri.
"Teman-teman di kepolisian sudah pasti telah memberi perhatian soal ini karena adanya MoU antara KPK, Polri, juga Kejaksaan yang memang sudah sejak lama," ujar Nawawi.
• Bantah Perlambat Izin Penggeledahan, Dewas KPK Sebut Izin Diterbitkan 1x24 Jam Setelah Permohonan
• INI Sosok Harun Masiku, Politisi PDIP yang Diminta KPK Menyerahkan Diri, Terkait OTT Wahyu Setiawan
• Menohok! Abraham Samad Buka Suara Terkait Kantor PDIP Pimpinan Megawati tak Kunjung Digeledah KPK
Seperti diketahui, Harun Masiku merupakan tersangka kasus suap terkait penetapan anggota DPR periode 2019-2024 yang turut menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Keberadaan Harun Masiku belum diketahui hingga hari ini.
Direktorat Jenderal Imigrasi mencatat, Harun Masiku terbang menuju Singapura pada Senin (6/1/2020) lalu, dua hari sebelum KPK menangkap Wahyu Setiawan.
Gagal Geledah Kantor PDIP
Sementara, mantan Ketua KPK Abraham Samad menilai kegagalan penggeledahan oleh KPK di kantor DPP PDIP adalah wujud dari pelemahan pemberantasan korupsi di bawah UU KPK yang baru.
Penggeledahan tersebut terkait dengan pengembangan kasus dugaan suap yang melibatkan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan dan politisi PDI Perjuangan, Harun Masiku.
Dugaan suap tersebut diduga soal pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR dari PDIP.
Pernyataan tersebut disampaikan Abraham Samad dalam acara Kabar Petang yang diunggah di kanal YouTube TVOneNews, Senin (13/1/2020).
"Peristiwa ini kita ambil hikmahnya, bahwa sebenarnya adanya polemik ini dikarenakan hasil dari revisi undang-undang KPK sebelumnya," terang Abraham.
Abraham Samad mengungkapkan, dalam UU KPK sebelumnya tidak ada mekanisme aturan tentang harus adanya izin melakukan penggeledahan
"Oleh karena itu, menurut saya, seharusnya kita sudah bisa menyimpulkan."
"Bahwa undang-undang KPK sekarang ini, yang diperlakukan ini sudah nyata-nyata melemahkan."
"Bukan melemahkan KPK nya, tapi melemahkan pemberantasan korupsinya," terang Abraham.
Abraham menyatakan, penggeledahan yang seharusnya bisa dilaksanakan justru menjadi tertunda-tunda.
"Konsekuensinya kalau sebuah penggeledahan itu tertunda, maka kemungkinan besar barang bukti yang diharapkan akan ditemukan dari hasil penggeledahan itu kemungkinan besar tidak akan lagi ditemukan," ungkap Abraham.
Abraham lantas menyinggung, bahwa orang-orang di KPK sudah berpengalaman dalam bidang tersebut.
Maka sudah pasti saat mereka datang ke Kantor DPP PDI Perjuangan sudah sesuai dengan aturan yang lengkap.
"Orang di KPK ini bukan anak kemarin, dia tahu ini mau datang di kantor PDI Perjuangan."
"Kantor partai pemenang pemilu yang kita harus betul-betul punya aturan yang sudah lengkap baru kita datang ke sana," terang Abraham.
Lebih lanjut Abraham menjelaskan, yang seharusnya dilakukan KPK saat itu agar proses penggeledahan tetap dilakukan.
"Kalau misalnya teman-teman KPK itu memang sudah mengantongi izin dari Dewan Pengawas, maka apapun hasilnya tetap harus dilakukan penggeledahan," terang Abraham.
Tak hanya itu, Abraham juga menyinggung seharusnya PDI Perjuangan sebagai partai pemenang pemilu harus memberikan contoh yang baik.
"PDI Perjuangan sebagai partai pemenang pemilu harusnya memberi contoh."
"Bahwa PDI Perjuangan adalah partai yang betul-betul tunduk kepada aturan-aturan hukum," tegas Abraham.
PDIP Harusnya Taat Hukum
Sementara, aktivis anti korupsi Haris Azhar menyebut, partai politik sebesar PDIP harusnya tidak mundur saat ada penggeledahan dari KPK.
Hal tersebut terkait dengan gagalnya KPK dalam melakukan penggeledahan dan penyegelan di kantor DPP PDI Perjuangan.
Haris mengungkapkan, penggeledahan tersebut merupakan bagian dari kelanjutan proses dan alur penangkapan Wahyu.
"Partai sebesar PDI Perjuangan yang bahkan pernyataan ketua umumnya Megawati di Rakernas lalu, itu menyebutkan bahwa dua kali menang pemilu."
"Harusnya menunjukkan contoh ketataan pada hukum," terang Haris, masih mengutip kanal YouTube TVOneNews, Senin (13/1/2020).
Untuk itu, Haris menyebut, harusnya dalam penggeledahan berkontribusi pada KPK agar bisa memeriksa.
"Kalau partai besar PDI Perjuangan, saya yakin harusnya tidak mundur ketika ada penggeledahan," terang Haris.
Haris lantas menyinggung pernyataan politisi PDIP Masinton Pasaribu yang menyebut penyidik KPK ugal-ugalan.
"Yang dibilang ugal-ugalan itu harusnya ketidaktertiban pada mekanisme administrasi keadilan itu apa aja, mestinya dijelaskan," papar Haris.
Meski demikian, menurut Haris seharusnya tetap harus dilakukan penggeledahan di kantor DPP PDIP.
Tak hanya itu, Haris lantas mengaitkan soal kegagalan penggeledahan ini dengan UU KPK yang baru.
"Kalau ini dikaitkan dengan undang-undang KPK yang baru, betul yang itu agak bikin mual ya."
"Seperti pernyataan di media hari ini bahwa penggeledahan akan dilakukan minggu depan," kata Haris.
Haris justru menyebut, kalau penggeledahan disampaikan akan dilakukan minggu depan itu namanya plesiran.
Menurutnya, penggeledahan harusnya diuji sesuai pada kebutuhan, ketepatan, dan kecepatan mengolah dari data yang ada di lapangan.
"Kenapa harus dilakukan penggeledahan?"
"Logika hukumnya adalah karena untuk menyegerakan, mengumpulkan bukti-bukti, dan memastikan," terang Haris.
• Harun Masiku Eks Caleg PDIP Kabur ke Luar Negeri Sebelum OTT Suap Wahyu Setiawan, Begini Reaksi KPK
• KPK Gagal Geledah Kantor PDIP, Irmanputra Sidin Singgung PDIP di Masa Lalu, Selalu Bela Hak Rakyat
• KPK Buru Hasto Kristiyanto PDIP ke PTIK, Sosok Ini Sesalkan Sikap Polisi, Sindir Kapolri Idham Aziz
Tak berhenti di situ, proses penggeledahan tersebut juga dapat digunakan untuk membantah.
"Kalau misalnya orang nuduh atau ramai di publik ada di dalam PDI Perjuangan yang terlibat, proses penggeledahan itu bisa membuktikan 'tuh kan nggak ada'," terang Haris.
(Kompas.com/Tribunnews.com)